• Blogger widget
  • Nice work
  • Aditya Subawa
Recent Posts

Rabu, 30 November 2011

ADIL pondasinya TAKWA



Hampir tiap pagi, ketika menonton info berita di televisi, terkabarkan demonstrasi-demonstrasi para buruh, yang (katanya) menuntut keadilan. Hm, keadilan yang mana ya ? Katanya, mereka menuntut keadilan dalam hal upah atau gaji pokok dan kesejahteraan karyawan yang lainnya.
Ada lagi beberapa terpidana, yang (mungkin) tidak bersalah, namun dipidana sampai beberapa tahun penjara, yang juga menuntut keadilan dari pengadilan yang ada. Terakhir yang saya lihat, pas peringatan PGRI, para guru sukarelawan, meminta keadilan untuk dijadikan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Hum,,, seolah keadilan itu sudah tidak ada lagi di muka bumi ya ? Sampai-sampai orang “mencarinya”. Kemanakah keadilan itu ?



Keadilan sesungguhnya itu datangnya hanya dari Tuhan. Sangat sulit manusia bisa berbuat adil. Ketika mereka yang “berpoligami” mengatakan bisa berbuat adil, sungguh, hal itu tidaklah bisa diukur dengan ukuran yang paling valid sekalipun, terlebih untuk urusan “cinta”. Lalu bagaimana kita bisa mengimplementasikan adil itu ? Bukankah berbuat adil itu adalah perintah juga ?
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
ADIL itu kata kerja aktif, bukan pasif. Artinya, bukanlah sebuah wacana untuk diperdebatkan atau diributkan, apalagi sampai harus diperjuangkan, tapi untuk diaplikasikan. Dengan mengaplikasikan keadilan, maka keadilan itu sendiri akan datang menghampiri kita.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini, saya akan mencoba mengungkap hakikat keadilan, dari sisi implementasi kita, sehingga akan tercipta “perilaku positif” sebagai akibat yang ditimbulkannya. Perilaku positif yang dimaksud terdiri dari adil kepada Allah, Diri sendiri, sesama Insan, dan Lingkungan (ADIL).
Pertama adil kepada Allah.Artinya adalah kita menunjukkan perilaku positif dalam bentuk penghambaan (ibadah) atas peran kita sebagai hamba. Selain sebagai kewajiban, (ibadah) juga berperan sebagai sikap adil kita kepada-Nya. Ketika kita sedang sibuk bekerja di siang hari misalnya, tepat adzan dhuhur berkumandang, maka adilnya kita ditunjukkan dengan segera memenuhi penggilan adzan itu. Ketika kita diberi kelebihan harta, maka bersedekah adalah adilnya kita kepada Allah SWT. Bahkan ketika kita sedang bekerja-pun, bekerja dengan penuh dedikasi dan kesungguhan dalam mengoptimalkan potensi diri yang telah Allah berikan, itu adalah adilnya kita kepada-Nya. Bukanlah watak orang yang adil, jika ketika bekerja yang ia lakukan adalah keterpaksaan dan keluhan-keluhan yang selalu dilontarkan.
Kedua adil kepada DIri sendiri.Yaitu bagaimana kita mampu bersikap adil terhadap ruh, akal, dan fisik yang kita miliki. Bukanlah suatu kebaikan yang dicintai-Nya jika kita “berlebihan” dalam bertindak. Sebagai contoh, siang-malam tiada henti kita lakukan hanya untuk beribadah shalat dan puasa. Kita tidak makan, tidak tidur, bahkan tidak berumah tangga. Tentu hal ini hanyalah akan “mencelakakan” diri kita sendiri, dan hilanglah keadilan terhadap diri kita. Ibadah itu bukanlah banyak, tapi sering. Bukankah Allah lebih mencintai ibadah yang ringan atau kecil-kecil namun dilakukan terus menerus ?
Atau terhadap akal pikiran. Kita belajar terus, membaca buku terus, diskusi terus, atau yang lainnya, tentu itu hanya akan membuat akal kita “rusak”, lelah, dan tidak optimal. Otak pikiran harus diistirahatkan. Kita perlu tidur, kita perlu refreshing (maka sekali-kali, lakukan refreshment diri).
Begitu pula dengan fisik, kita harus adil. Penuhi dengan asupan gizi secara teratur, olah raga teratur, jauhi minuman alcohol (dan rokok), dan istirahat yang teratur. Itulah adilnya kita terhadap diri sendiri.
Ketiga adil kepada Insan yang lain.Anda pasti sudah faham apa maksud saya dengan adil terhadap insan yang lain. Ya, benar !!! Adilnya kita kepada insan yang lain adalah dengan ahlak yang mulia. Bukankah Rasul bersabda, “… perlakukan orang lain dengan ahlak yang baik (ahlakul-hasanan)…”
Maka, selamatkan tetangga-tetangga kita dari mulut kita atau gibahnya kita. Sungguh, kalau kita diperlakukan seperti itu oleh orang lain, kita tidak akan menerimanya, bukan ? (astaghfirullah, jagalah mulut kami ya Allah….)
Terakhir, adil kepada Lingkungan (alam, bumi) kita. Hey, berkali-kali saya ungkapakan, kita adalah khalifah Allah di muka bumi ini. Maka kita memiliki peranan untuk memeliharanya. Baik dari kerusakan ahlak, atau kerusakan secara fisik (hutan). Hm, coba lihatlah, sebenarnya bencana yang terjadi (banjir, atau tanah longsor misalnya) itu adalah karena ulah tangan manusia sendiri.
Lakukan hal yang paling sederhana dalam berahlak kepada lingkungan ini, yaitu dengan tidak membuang sampah sembarangan. Ironis, sudah jelas-jelas tertera tulisan “Dilarang Membuang Sampah Disini”, masih tetap saja ada yang membuang ditempat tersebut. Hum,,,,
Maka, sahabat saya yang SuksesBahagia,
Ingatlah akan firman Allah :
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
(Q.S. Al-Maidah [5] : 8)
Perilaku positif di atas adalah aplikasi ketakwaan kita, yang didasari oleh sifat adil. Dan ketakwaan akan menghantarkan kepada kebahagiaan (surga), baik di dunia ataupun di akhirat. Maka, kebahagiaan bisa kita raih dengan bersikap adil terhadap Allah, Diri sendiri, Insan yang lain, dan Lingkungan kita.
Semoga Allah selalu memberikan kemudahan kepada kita, menuju hidayah-Nya. Amiin…..

Salam SuksesBahagia !!!


KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Selasa, 29 November 2011

Think First, Do FAST




Pada salah satu kelas training kepemimpinan, saya bertanya kepada peserta, “Pemimpin seperti apakah yang berkualitas itu ?” Tidak ada yang berani menjawab. Maka saya melanjutkan pembicaraan, bahwa pemimpin yang berkualitas itu adalah pemimpin yang ada “harganya” atau “nilainya” dihadapan orang lain, terutama bawahannya.
Ibarat kertas dan uang kertas. Keduanya sama-sama kertas. Namun, ketika kertas biasa saya remas-remas, tentu tidak ada orang yang mau. Tapi, uang kertas yang sudah saya remas-remas dan hampir rusak sekalipun, orang masih menginginkannya. Itulah nilai atau harga yang membedakan ke dua kertas.
Seperti  itulah analoginya untuk seorang pemimpin (dan setiap kita adalah pemimpin). Untuk menjadi seorang pemimpin yang berbeda atau berkualitas, kita harus memiliki nilai dan nilai itu benar-benar tercerminkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Bagaimana caranya agar kita memiliki nilai yang berbeda dengan orang lain, terutama dalam hal kepemimpinan ? Jawabannya tercantum dalam sebuah kalimat :
Think First, Do FAST !
Ya, yang membedakan kualitas seorang pemimpin adalah ia memiliki kemampuan untuk berfikir terlebih dahulu (membuat Plan), kemudian melakukannya / melaksanakannya dengan segera. Pada saat “melaksanakan plan-nya“ tersebut, seorang pemimpin yang berkualitas, akan menggerakan semua sumber daya yang ada, terutama tim kerjanya.
Nah, untuk lebih mengoptimalkan peran kepemimpinannya dalam “melaksanakan plan-nya”, seorang pemimpin (termasuk kita) harus memiliki 4 elemen yang terangkum dalam kata FAST (do FAST), yaitu : Fatonah, Amanah, Siddiq, dan Tabligh.
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Fatonah artinya cerdas. Ini berarti, seorang pemimpin itu harus berwawasan luas, terutama terkait dengan aktivitasnya dimana ia menjadi seorang leader. Mengapa ? Karena pemimpin itu adalah tumpuan bagi kelangsungan aktivitas dalam sebuah tim. Perlu digaris-bawahi di sini, mungkin kemampuan teknis tidaklah perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, cukuplah ia “menguasai” apa yang harus dikerjakannya. Karena berwawasan itu lebih kepada pemikiran jangka panjang, ia adalah visi yang akan dicapai. Sehingga ia akan mampu memberikan arahan yang jelas bagi timnya. Tidaklah ada artinya seorang pemimpin yang ahli dalam hal teknis, namun tidak memiliki visi yang jelas. Tentu akan lebih sempurna lagi jika ia visioner dan menguasai hal-hal secara teknis.
Amanah adalah terpercaya.Seorang pemimpin tidak “menghianati” timnya. Maksudnya adalah ia, siap dengan segala konsekuensi yang akan terjadi atas implementasi plan yang telah di buat. Sering kita menemukan, ada pemimpin yang “cuci tangan” dari kesalahan atau kekeliruan yang dilakukan oleh timnya, padahal, tim menjalankan apa yang telah diinstruksikan. Sungguh, seorang pemimpin bertanggungjawab penuh terhadap timnya, baik dikala mencapai keberhasilah, terlebih pada saat mengalami kegagalan. Ia harus tampil “menyelamatkan” timnya.
Siddiq itu artinya jujur, konsisten, istiqamah. Setelah memiliki visi yang jelas untuk jangka panjang,  dan ia memeiliki rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap timnya, seorang pemimpin hendaklah memiliki attitude sebagai orang yang konsisten (istiqamah), walk the talk, dan tim-nya pun akan dengan semangat mengoptimalkan potensi dan sumber daya untuk meraih visi yang telah ditetapkan. Improvisasi bisa saja dilakukan, namun prinsip-prinsip tetap dipegang teguh oleh seorang pemimpin.
Terakhir adalah tabligh. Tabligh artinya menyampaikan. Maksudnya seorang pemimpin itu harus mempunyai kecerdasan komunikasi yang efektif dan asertif, seperti layaknya seorang mubaligh (yang bertabligh). Ia harus mengerti “bahasa” kaumnya. Ketika menginstruksikan sebuah tugas, ia akan melihat siapa yang akan mendapatkan tugas tersebut. Apakah dia adalah orang yang perlu penjelasan detail untuk setiap pekerjaan, ataukah cukup mendelegasikan dan menyebutkan output yang diharapkan. Agar, visi yang telah ditetapkan tercapai dan semua orang terlibat didalamnya sesuai dengan kapasitas peran dan fungsinya.
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Itulah 4 elemen penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (dan juga kita) sehingga bernilai dan berharga dihadapan bawahannya (orang lain). Semoga kita bisa mengaplikasikan 4 elemen itu. Amiin….



Salam SuksesBahagia !!!

KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Surga Ada di Sini



Banyak yang beranggapan Surga itu adalah yang di Akhirat, tetapi yang dimaksud Surga ada di sini yaitu Surga yang ada di dunia. Surga itu adalah kebahagiaan yang tiada akhir. Jika kita merasakan kebahagiaan terus menerus, berarti kita sudah di Surga.

Surga adalah konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Dalam hal ini ada 4 bentuk konsekuensi, yaitu:
  1. Hukum Alam, sifatnya pasti dan bisa kita terima saat itu juga (langsung).
  2. Hukum Sosial, sifatnya pasti tetapi ada jarak dalam responnya (waktu).
  3. Hukum Formal, sifatnya tidak pasti dan tidak bisa diterima (tidak jelas).
  4. Hukum Akhirat, sifatnya pasti tetapi nanti (terlalu lama untuk menunggunya).

Ada beberapa poin kesimpulan dalam hal ini, yaitu:
  1. Surga dan neraka itu sesungguhnya ada di tangan kita. Kitalah yang menciptakan surga dengan melakukan kebaikan, dan kita pula yang menciptakan neraka dengan melakukan kejahatan.
  2. Seseorang bukan dihukum karena dosanya, tetapi oleh dosanya. Seseorang bukan mendapatkan kebahagiaan karena pahalanya, tetapi dari pahalanya.
  3. Surga itu berada dalam pikiran kita yang damai (beautiful mind). Neraka adalah tidak menyatunya pikiran, badan dan jiwa (pikiran terpecah belah).
  4. Tugas Syetan adalah membuat Surga seperti Neraka, dan Neraka seperti Surga.
  5. Orang yang baik adalah orang yang jiwanya dibawa ke Surga. Orang yang takwa adalah orang yang Surga dibawa ke jiwanya.


Sumber artikel :


KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia



View Details

Senin, 28 November 2011

KACA-MATA



Huh, tadi pagi hampir 1 jam lebih, saya dan istri mencari lap pembersih kacamata. Kacamata yang kotor sangat tidak nyaman untuk digunakan. Pasti, dunia akan terlihat kotor. Padahal dunia itu tetap seperti itu adanya. Dengan atau tanpa kacamata sekalipun.
Hm, ada hikmahnya neeh. Ternyata, kadang kita salah menggunakan kacamata, atau kacamatanya kotor, sehingga memandang kehidupan itu tidak indah, tidak bahagia, tidak sukses, atau tidak-tidak yang lainnya. Kacamata yang dimaksud disini adalah paradigma kita, cara pandang kita.
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Sebuah cerita menarik yang menceritakan bagaimana seharusnya kita memandang dunia melalui kacamata yang tepat. Dicerikatan, ada seorang wanita tua yang hampir selalu menangis setiap harinya, baik itu kala musim penghujan atau musim panas (kemarau). Hidup terasa sangat menyedihkan bagi wanita tua itu.
Seorang lelaki lewat dan merasa iba dengan wanita tersebut, kemudian bertanya, “Mengapa ibu menangis?” Sambil tersedu-sedu wanita itu menjawab, ”Aku punya dua orang putri, yang sulung menjual kain sepatu, dan yang bungsu menjual payung. Bila hujan turun, aku sedih memikirkan putri sulungku, karena pasti kainnya tidak laku, dan jika kemarau tiba, aku sedih memikirkan si bungsu, karena payungnya pasti tidak laku terjual.”
Mendengar penjelasan dari wanita tua itu, lelaki itu berkata, “Agar bisa bahagia, cobalah ibu berfikir sebaliknya. Kalau hujan turun pikirkan putri bungsumu, pasti payungnya akan banyak laku terjual. Sebaliknya, jika suasana bagus, pikirkan putri sulungmu, pasti kain sepatunya juga habis laku terjual.”
Wanita itu mendengarkannya dengan sungguh-sungguh dan sejak saat itu, ia tak pernah menangis lagi. Bahkan ia selalu bersyukur dan selalu tertawa setiap saat.
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Cerita sederhana itu mengajarkan kita,
Bagaimana menggunakan kacamata dengan tepat. Artinya, kalau kita minus misalkan, maka sudah pasti harus menggunakan kacamata yang minus juga (dan dengan ukuran yang tepat juga). Sehingga, kita akan sangat “jelas” memandang dunia yang indah dan membahagiakan ini. Hal ini maksudnya, gunakan cara pandang yang tepat, yaitu cara pandang positif. Akan ada dua sudut pandang dalam setiap kejadian, positif dan negative. Maka, gunakan yang positif, agar kita mampu menemukan hikmah dari setiap kejadian yang kita alami. Setelah menggunakan kaca mata yang tepat, jangan lupa untuk,
Membersihkan selalu kacamata tersebut dari debu-debu atau kotoran lainnya, agar pandangan kita tidak terhalangi. Maksudnya, kita semua pasti memiliki yang namanya hati, bukan ? Nah, hati adalah kacamata batin kita. Bersihkan selalu hati kita dari “penyakit-penyakit hati”, seperti : iri, dengki, hasud, prasangka buruk, sombong, dan syirik.
Aha, bagaimana cara membersihkannya ? Benar, dengan selalu berdzikir kepada-Nya. Berdzikir itu luas artinya. Tidak hanya mengucapkan lafal-lafal sebagaimana yang telah Rasul contohkan, tapi juga “berdzikir” dalam konteks setiap aktifitas kita memiliki makna dan merasakan maknanya itu. Sebagai contoh, kita bekerja di kantor sebagai staff administrasi, maka cara berdzikirnya adalah : Pertama, tentu kita niatkan untuk ibadah. Kedua, mengerjakan tidak hanya sebatas rutinitas harian, tapi bagaimana kita memahami dengan baik, maksud dan tujuan dari perkerjaan kita. Dan ketiga, kita memiliki kesadaran bahwa pekerjaan kita ini tidak hanya untuk kita sendiri, tapi juga memberikan kontribusi terhadap yang lainnya. Dengan cara seperti itu, maka sehari-harinya kita akan termotivasi untuk selalu memberikan yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Itulah “berdzikir” ala kantoran. Yang pada akhirnya, kita akan tersibukkan dengan hal-hal yang positif. Ini berarti tidak ada waktu bagi kita untuk memikirkan keburukan-keburukan kita. Terakhir, setelah kacamata kita bersih, maka
Pakailah kacamata itu pada saat kita terbangun, bukan pada saat tidur. Mengapa ? Ya kerana tidak ada gunanya, bukan ? Hahay, artinya, bangun kesadaran diri kita setiap saat. Sadar akan status kita di muka bumi ini. Ya, kita adalah khalifah-Nya. Berarti, keindahan, kebahagiaan, dan kesuksesan itu adalah hak kita. Hak kita !!! Maka, sudah sepantasnya kita memiliki kebahagiaan itu.
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Gunakan “kacamata” kehidupan dan batin kita untuk meraih keindahan, kebahagiaan, dan kesuksesan hidup, dunia sampai akhirat.


Salam SuksesBahagia !!!



KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Sabtu, 26 November 2011

Hijrah dan Zona Nyaman Kita




Peristiwa Hijrah, 1432 tahun yang lalu, menyimpan banyak makna yang dapat kita aplikasikan dalam konteks ke-kini-an. Hampir semua ustadz atau kiyai, mengambil sudut pandang makna Hijrah sebagai momentum untuk melakukan perubahan diri. Yuph, secara harfiah hijrah adalah berpindah tempat, yaitu berpindahnya Rasul bersama para sahabat dari Mekkah ke Madinah. 

Namun secara kontekstual, hijrah bisa bermakna adanya perubahan atau pergeseran atau perpindahan “kualitas diri yang biasa-biasa saja” menjadi “kualitas diri yang luar biasa”, mindset negative menjadi mindset positif.
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Rasa berat meninggalkan tanah kelahiran, dimiliki oleh para sahabat pada waktu itu. Bagaimanapun juga, Mekkah adalah “saksi” perjuangan mereka dalam menegakkan kalimat Tauhid. Memang dari sana sini banyak sekali gangguan dan godaan dari kaum kafir Quraisy. Namun, karena Mekkah adalah tanah kelahiran, para sahabat mendapatkan “kenyamanan”.
Nah ketika diperintahakan untuk hijrah ke Madinah, kota yang belum mereka kenal dengan baik, mereka belum mengetahui lorong-lorong detailnya, tentulah rasa berat menyelimutinya. Dan, karena Iman yang kuat, akhirnya mereka mampu melawan berat hatinya itu, karena lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Zona Nyaman adalah fatamorgana kehidupan. Kadang itu “menjebak” kita. Kadang kita terbuai dalam kenikmatan yang justru sebenarnya adalah duri yang mematikan. Jika sahabat Rasul menerima sikap yang tidak bersahabat dari kafir Quraisy sebagai duri yang mematikan, maka duri kehidupan kita adalah diri kita sendiri.
Hm, maksudnya apa neeh?
Baik, saya berikan contoh sederhana. Ketika Anda sudah menduduki suatu jabatan tertentu di perusahaan Anda, “biasanya”  ada keengganan ketika harus meninggalkan posisi tersebut, terutama ketika harus di rotasi. Hati Anda berbisik, “Sudahlah, saya sudah nyaman dalam posisi ini.”
Ketika Anda mengikuti kata hati, sudah pasti Anda akan “terjebak” dalam kenyamanan yang sebenarnya hanyalah fatamorgana. Anda akan terus berada dalam “kondisi” tersebut. Kita harus yakin (iman) bahwa, dengan keluarnya kita dari zona nyaman, kita akan semakin kuat, tangguh, yang pada akhirnya "kebahagiaan" yang kita harapkan akan tercapai.
Oleh karena itu,
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Marilah momentum HIJRAH kita jadikan sebagai wasilah komitment diri, untuk berani keluar dari zona nyaman yang selama ini “meracuni” kita. Kita contoh bagaimana Rasul dan sahabatnya berani keluar meninggalkan zona nyamannya di kota Mekkah, menuju Madinah al Munawarah, yang pada akhirnya kejayaan Islam-pun dapat tercapai.
Semoga, kita semua benar-benar HIJRAH menuju kehidupan yang SuksesBahagia !!! Amiin …..



KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Jumat, 25 November 2011

Jangan Sepelekan Hal-Hal Yang Kecil



Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw pernah bersabda kepada Bilal selepas sholat Subuh, “Ceritakan kepada saya satu amalan yang paling engkau andalkan dalam Islam, karena sesungguhnya pada suatu malam saya mendengar suara terompah  kamu berada di pintu surga”. Bilal berkata : “Saya tidak melakukan sesuatu apapun yang lebih baik melainkan saya tidak pernah bersuci dengan sempurna pada setiap saat, baik malam maupun siang hari kecuali saya selalu melakukan sholat sebanyak yang mampu saya kerjakan”. (HR. Al-Bukhari)

Hadits ini sangatlah masyhur. Hadits ini juga mengisyaratkan kalaulah sosok Bilal bukanlah seorang sahabat yang biasa-biasa saja. Bilal adalah seorang budak yang karena keimanannya bisa menaikkan “level” nya di hadapan Allah SWT, hingga syurga-Nya rindu di-kunjunginya. Subhanallah….
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Mencoba memaknai hadits di atas, ada yang harus kita contoh dari amalan-amalan Bilal. Yaitu mengkonsistenkan diri dalam amalan-amalan sunnah, sebagaimana Bilal lakukan, yang ternyata justru sunnah-sunnah inilah yang sebenarnya bisa menghantarkan kita kepada syurga. Ibadah sunnah adalah “pelengkap” dari ketidaklengkapan kualitas ibadah wajib kita. Sering kita alami disaat sedang shalat fardhu misalnya, badan kita menegakkan shalat, namun jiwa atau pikiran entah kemana. Itulah ketidaklengkapan kualitas kita.
Selain itu, ibadah sunnah mengajarkan kita bahwa, untuk mencapai kebahagiaan (syurga) kita tidak boleh menyepelekan hal-hal yang kecil. Hidup ini sangatlah sederhana. Maka janganlah kita membuat hidup menjadi “semrawut” hanya dikarenakan kita kurang “dewasa” dalam memandangnya. Kurang dewasa artinya disaat hidup terasa jauh dari yang diharapkan, kita malah membuatnya semakin jauh dari harapan itu, dengan berpikir dan berprasangka negative kepada Tuhan.
Nah, contoh tidak menyepelekan hal-hal yang kecil (atau justru inilah yang terbesar) adalah menikmati segarnya udara yang kita hirup dengan mengucap syukur kepada-Nya. Sungguh, andaikata kita harus membayar oksigen yang kita hirup, maka panjangnya usia kita tidak bisa digunakan untuk mengumpulkan uang sebagai bayarannya.
Kemudian, kita juga mampu mensyukuri nikmatnya mata bisa melihat, telinga bisa mendengar, mulut bisa berucap, tangan dan kaki bisa bergerak, dan lain sebagainya. Dengan kemampuan mensyukuri hal-hal yang “kecil” ini, kita akan terarahkan untuk bisa hidup bahagia, jauh dari keluh kesah. Karena kita sadar bahwa, kenyataan hidup yang jauh dari  yang diharapkan, itu adalah hal yang sangat kecil bila dibandingkan dengan nikmat atau kenyataan lainnya yang Allah berikan.
Hum,, saya jadi malu menulisnya. Karena, kadang saya juga seperti itu. Masih melihat “masalah” yang Allah berikan adalah masalah besar.  Padahal nikmat-Nya jauh lebih besar dari mesalah-masalah yang diterima.
Maka sahabat saya yang SuksesBahagia,
Raih kebahagiaan hidup dengan mensyukuri hal-hal yang “kecil”, sebagaimana Bilal meraih syurga dengan hal yang “kecil”. Lalu meng-konsisten-kannya dalam keseharian kita. Saya jamin, ketika kita disibukkan dengan mensyukuri hal-hal kecil, kita akan terlepas dari masalah yang (sebenarnya) jauh lebih kecil.
Wallahu’alam….



KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Kamis, 24 November 2011

Naik Kelas Setiap Hari


Tahun 2001 adalah awal tahun yang berat bagi saya. Tiga hari menginjak kelas 3 di SMU, ayah tercinta dipanggil Yang Maha Kuasa. Sontak, saya tertekan luar biasa. Saya hanyalah orang dari keluarga sederhana. Harta-pun pas-pasan. Sempat saya bingung bagaimana saya bisa melanjutkan sekolah di SMU, apalagi ketika tepikirkan untuk terus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Wah, sesuatu yang mustahil buat saya pada waktu itu.

Dengan berbekal presetasi yang dimiliki, saya mencoba mengajukan bea-siswa ke beberapa lembaga pendidikan, dan setelah melewati proses yang panjang, alhamdulillah saya-pun dapat menyelesaikan sekolah SMU dengan nilai yang cukup memuaskan.

Satu masalah selesai. Timbul masalah baru bagi saya. Saya lulus seleksi mahasiswa IPB tanpa harus mengikuti tes SPMB. Saya lulus melalui jalur prestasi akademik. Namun yang terjadi adalah, saya (keluarga) tidak memiliki cukup uang untuk membiayai semua kebutuhan untuk kuliah di IPB, padahal saya sangat memimpikan untuk dapat kuliah di IPB.

Akhirnya saya-pun mengikuti SPMB (tentu dengan kekecewaan). Alhamdulillah lulus, meskipun bukan di universitas favorit. Berbekal keuletan dan kegigihan, akhirnya saya-pun dapat menyelesaikan studi di kuliahan.

Sahabat SuksesBahagia,

Saya meyakini betul bahwa, setiap masalah yang hadir dalam kehidupan kita pasti mengandung makna. Untuk itulah, dalam setiap menghadapi masalah, selalu hadir pertanyaan dalam benak saya : makna apa yang bersembunyi di balik kejadian ini? Aspek mana yang harus diperbaiki dari diri ini atas kejadian yang menimpa? Bermodalkan dua pertanyaan ini, sering kali kegiatan mengurut dada sambil menarik nafas pajang dalam-dalam menjadi lebih mudah dan menyenangkan.

Tentu bukan tempatnya jika kemudian saya menceritakan secara detail setiap permasalahan yang saya hadapi sejak tahun 2001, sampai-sampai saya membuat kesimpulan bahwa tahun 2001 adalah awal tahun yang berat bagi saya. Yang jelas, saya selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya dengan menghadirkan masalah, saya dituntut untuk bisa menghadapinya, dan Tuhan memang telah memberikan jalan keluarnya.

Ada seorang ibu dari teman Sekolah Dasar saya pernah menuturkan sesuatu yang sangat berharga buat saya. Sang ibu memberikan petuah, kehidupan sebenarnya adalah sekolah kearifan yang peling berguna. Sama dengan sekolah yang sebenarnya, ia juga menyimpan banyak PR. Setiap kali sebuah PR selesai, pasti akan disusul oleh PR yang lain. Susul-menyusul PR yang datang itulah ciri sekolah kehidupan yang amat dikagumi oleh ibu sahabat saya. Luar biasa gunanya buat saya, terutama dikala sedang mendapat tindihan masalah yang menggunung.

Dibagian lain petuahnya, sang ibu bertutur lebih apik lagi. Ketika persoalan, tantangan, atau godaan itu datang, itu berarti masa ulangan umum menjelang kenaikan kelas atau kelulusan akan datang. Ini berarti, dibalik kesulitan yang menggunung, bersembunyi kemungkinan untuk naik ke kelas yang lebih tinggi. Bayangkan, kapan saya bisa naik kelas, kalau setiap kali ada persoalan hidup mau lari?

Kedua petuah bijak ini, jujur mengingatkan saya kembali, betapa seringnya saya kehilangan kesempatan untuk naik kelas dalam kehidupan, dan betapa banyaknya PR yang saya tinggalkan.

Bercermin dari pengalaman ini, mungkin akan ada banyak gunanya bila membayangkan teru-menerus kehidupan seperti sekolah. Masalah yang datang adalah PR. Godaan dan tantangan yang lebih berat biasanya adalah sebentuk ulangan umum. Bedanya, penilai dan pengujinya adalah Tuhan. Apakah kita akan dikatakan manusia yang lulus oleh Tuhan atau tidak. Kalau kita ingin lulus dihadapan Tuhan, maka kita harus rajin belajar, belajar tentang kehidupan. Mudah kedengarannya, mudah di ucapkan, diperlukan kesabaran, ketekunan untuk maju terus dalam mencoba. Semoga kita bisa naik kelas atau lulus setiap hari.



KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia


Terinspirasi dari Gede Prama

View Details

Senin, 21 November 2011

Resensi Buku: HENING




Perjalanan rahasia adalah perjalanan menyelam ke dalam hati, sebuah perjalanan haji menuju mekah diri, yaitu ka’bah hati. Hati kita adalah sebuah kuil Tuhan. Seperti pengalaman seorang yang naik haji, yang dipenuhi dengan tangisan, maka perjalanan kita ke dalam diri pun, seperti itu. Bila kita belum menangis, menangisi diri kita, bisa jadi kita belum melakukan perjalanan apapun. Menangis itu seperti wudhu dalam shalat. Membasuhkan air kepada batin, yang tugasnya adalah menyucikan.
Anak-anak bayi, saat lahir dari rahim ibunya, sebagai tanda kehidupan ia harus menangis. Mengapa bayi menangis? Menurut para pejalan spiritual, itu karena hatinya begitu terbuka dan tanpa noda. Tangisan adalah ressponnya yang pertama terhadap kehidupan. Jadi, ketika Anda menangis, sebenarnya saat itu Anda sedang membersihkan hati Anda.
Dua paragraph di atas, adalah cuplikan dari sebuah artikel dengan judul Air Mata Kehidupan, dari sebuah buku yang baru saya baca. Buku yang di tulis oleh Cahyu Purnawan dengan judul “HENING: Perjalanan ke Dalam Diri untuk Mensyukuri Nikmat-Nya ini adalah salah satu buku “spiritual” yang sangat menyentuh hati-sanubari. Maka tidak heran jika, ketika Anda membacanya, air mata akan berurai dengan sendirinya.
Mengapa? Karena tentu “kajiannya” adalah cerminan keseharian dari kehidupan kita, yang sering kita lupakan. Maka pantas jika buku ini bisa dijadikan sebagai alat bantu kita untuk menemukan pencerahan batin.
Sebagai contoh lain, dalam sebuah artikel yang berjudul Jamban. Cahyu dengan lugasnya “menafsirkan” jamban sebagai tempat pembuangan “kotoran-kotoran” manusia. Ya benar, maksud kotoran disitu tidaklah kotoran secara fisik belaka. Tapi juga kotoran yang sifatnya immaterial. Kebencian, cemoohan, iri, dengki, permusuhan, dan yang lainnya. Dan selayaknya kita pun harus bisa berperan sebagai “jamban” sebagaimana jaman menampung kotoran (fisik) manusia.
Artinya adalah, misalkan ketika Anda mendapat sebuah “stimulus” dari orang lain berupa kebencian. Maka buanglah kotoran itu (kebencian) ke dalam “jamban” yang ada di dalam diri kita, lalu kita olah, dan kita jadikan “pupuk” untuk kehidupan kita (lihat catatan saya sebelumnya, Pupuk Kehidupan).
Kemudian, untuk realita keseharian kita yang semakin hidup dengan ke-egoisan, Cahyu menggambarkan dalam kisah pribadinya ketika menyaksikan “orang-orang” yang kurang beruntung dalam hidup, dililit kemiskinan, yang terasing dari manusia lainnya, dalam sebuah artikel “Angkuhnya Siang Itu”. Saya jamin, Anda akan menguraikan air mata ketika membaca artikel tersebut, sangat menyentuh.
Dan masih banyak lagi artikel-artikel lainnya (total ada 28 artikel) di buku Hening ini. Kelebihan lainnya adalah Cahyu dengan “bahasa-nya” yang enak, membedah ayat-ayat Al-Quran, yang saya pikir jarang sekali kita bisa merenungkannya. Bahasa tafsirnya sangat mudah difahami, karena berangkat dari realita kekinian (bisa disebut dengan tafsir kontemporer. Namun, tentu buku ini bukanlah sebuah Kitab Tafsir Al-Quran lho…).
Maka, buku setebal 263 halaman ini, bisa dijadikan buku alternative  dalam pencarian jati diri kita, karena buku ini menuntun kita untuk melakukan perjalan ke dalam diri, dengan mensyukuri segala nikmat-Nya. Sungguh, nikmat yang mana lagi yang akan kita dustakan ???


Selamat membaca !!!



KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Sabtu, 19 November 2011

SEMUT DAN KARUN YANG MATI DALAM KENIKMATAN



“Dia mati dalam “kenikmatan” !” teriak istri saya tiba-tiba.
“Siapa bund ?” Tanya saya
“Ini, semut yang masuk ke dalam kaleng susu. Mereka masuk ke dalam, padahal sudah bunda kasih tatakan air. Eh, tetep saja semutnya bisa masuk dan mati deh, karena kekenyangan kalii ya …?” jawabnya.
Saya mendekatinya dan benar terlihat begitu banyak semut-semut yang mati dalam cairan susu kaleng. Mereka mati dalam “kenikmatannya”, mati dalam “keserakahannya”.
Melihat semut yang mati dalam “kenikmatannya”, pikiran saya melayang kepada kisah yang terjadi di jaman Nabi Musa AS. Hm, siapa lagi kalau bukan Karun. Dalam kisahnya, Karun mati ditenggelamkan bersama seluruh harta kekayaannya (kenikmatannya) ke dalam bumi oleh Tuhan karena keangkuhannya (lihat Q.S. A-Qhasas [28] : 81). Karun angkuh, merasa memiliki ilmu yang akhirnya mampu menguasai harta kekayaan. Dia tidak “mengakui” kalaulah hartanya itu adalah titipan dari Tuhan (lihat Q.S. Al-Qhasas [28] : 78).
Sahabat,
Kesombongan, keangkuhan, dan serakah adalah akar penyebab murka-Nya. Maka bersikaplah yang “tepat” dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Sikap yang tepat terhadap harta adalah mensyukuri apa yang didapatkan dengan beramal shaleh (bersedekah, membayar zakat), bukan sikap serakah ingin “menguasainya”, karena menguasai dengan dasar serakah, justru harta itulah yang akan menguasai manusia.
Sikap yang tepat terhadap manusia adalah memperlakukannya dengan ahlak yang baik (tidak sombong atau angkuh), tidak merasa paling berilmu, dan sikap merasa “paling” lainnya yang pada akhirnya akan menjadikan kebencian tumbuh subur di muka bumi ini.
Sikap yang tepat terhadap ilmu yang dimiliki adalah mengamalkannya dan mengajarkannya kepada manusia yang lain. Sungguh, ketika ilmu diamalkan dan diajarkan kepada yang lain, ilmu itu akan semakin berkembang dan bertambah.
Sikap yang tepat terhadap “diri sendiri” adalah dengan “mengenalinya” (makrifatunnafsi). Mengenali diri sendiri berarti menyadari perannya sebagai khalifah di bumi ini. Menjaga ketenteraman, ketertiban, keindahan, ketenangan, kemakmuran, dan sikap-sikap positif lainnya. Bukan dengan permusuhan, pembunuhan, saling caci-maki, tawuran, saling tuding, perceraian, penebangan hutan, membuang sampah sembarangan, dan sikap tercela lainnya yang dibenci-Nya.
Mengenali diri sendiri berarti menyadari kalaulah “aku” yang bertanggungjawab terhadap “aku”. Ya, apa yang kita lakukan, itu adalah untuk kita. Tidak bisa kita menyalahkan orang lain ketika ketidakberuntungan menyertai kita. Tuhan telah memberikan “kebebasan” kepada manusia untuk memilih. Memilih beriman atau tidak beriman, taat (takwa) atau ingkar, bahkan Tuhan juga memberikan kebebasan kepada kita untuk hidup bahagia atau tidak selama tinggal di muka bumi ini. Dan Tuhan telah membuat aturan (sunnatullah) atas pilihan-pilihan kita. Bahwa kalau iman yang kita pilih, maka surga jaminannya, dan sebaliknya, neraka akan diberikan bagi mereka yang ingkar terhadap Tuhan. Tinggal mana yang kita pilih. Namun, kesadaran kalaulah “aku” yang paling bertanggungjawab terhadap “aku”, itu akan menghantarkan kita kepada pilihan yang benar, seperti yang dikehendaki-Nya.
Sahabat,
Kembali ke kisah semut yang mati karena keserakahnnya dan karun yang sombong, buat kita adalah tidak seperti mereka. Ya, mereka adalah pelajaran bagi kita. Kita belajar tidak hanya kepada orang-orang yang sukses, tapi juga belajar kepada orang-orang yang gagal.


Semoga bermanfaat,



Salam SuksesBahagia !!!



KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia


View Details

Andai Kata Lebih ?


Seperti yang telah biasa dilakukannya ketika
salah satu sahabatnya meninggal dunia
Nabi mengantar jenazahnya sampai
ke kuburan. Dan pada saat pulangnya
disempatkannya singgah untuk menghibur dan
menenangkan keluarga almarhum supaya tetap
bersabar dan tawakal menerima musibah itu.

Kemudian Nabi berkata, "tidakkah
almarhum mengucapkan wasiat sebelum
wafatnya?" Istrinya menjawab, saya mendengar
dia mengatakan sesuatu diantara dengkur
nafasnya yang tersengal-sengal menjelang
ajal" "Apa yang di katakannya?" "saya tidak tahu,
ya Nabi, apakah ucapannya itu
sekedar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan
pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma,
ucapannya memang sulit dipahami lantaran
merupakan kalimat yang terpotong-
potong." "Bagaimana bunyinya?" desak
Nabi. Istri yang setia itu
menjawab, "suami saya mengatakan "Andaikata
lebih panjang lagi....andaikata yang masih baru.... andaikata semuanya...." hanya itulah yang
tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya.
Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam
keadaan tidak sadar, ataukah pesan-pesan yang
tidak selesai?" Nabi tersenyum. "sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru,"ujarnya.

Kisahnya begini. Pada suatu hari ia sedang
bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan
shalat Jum'at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan
orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu
tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun.
Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba
di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas
penghabisan, ia menyaksikan pahala amal
sholehnya itu, lalu iapun berkata "andaikan lebih
panjang lagi". Maksudnya, andaikata jalan ke
masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya
lebih besar pula.

Ucapan lainnya ya Nabi?" tanya sang
istri mulai tertarik. Nabi menjawab, "adapun
ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia
melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada
hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-
pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan
ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk
menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan
suamimu membawa sebuah mantel baru, selain
yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya
yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut.
Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya.
Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu
melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga
ia pun menyesal dan berkata, "Coba andaikan
yang masih baru yang kuberikan kepadanya dan
bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh
lebih besar lagi". Itulah yang dikatakan suamimu
selengkapnya.

Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa
maksudnya, ya Nabi?" tanya sang istri
makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi
menjelaskan, "ingatkah kamu pada suatu ketika
suamimu datang dalam keadaan sangat lapar
dan meminta disediakan makanan? Engkau
menghidangkan sepotong roti yang telah
dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak
dimakannya, tiba- tiba seorang musafir mengetuk
pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas
membagi rotinya menjadi dua potong, yang
sebelah diberikan kepada musafir itu. Dengan
demikian, pada waktu suamimu akan
menghembuskan nafasnya, ia menyaksikan
betapa besarnya pahala dari amalannya itu.
Karenanya, ia pun menyesal dan berkata ' kalau
aku tahu begini hasilnya, musafir itu tidak hanya
kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya
kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku
akan berlipat ganda. Memang begitulah keadilan
Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita berbuat
baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan
orang lain.

Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas
dari penilaian Allah. Sama halnya jika kita berbuat
buruk. Akibatnya juga akan menimpa kita sendiri.
Karena itu Allah mengingatkan: "kalau kamu
berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk
dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu
telah berbuat buruk atas dirimu pula."
(Al-Isra': 7)

Sahabat SuksesBahagia,

Tuhan telah berjanji bahwa, setiap kebaikan akan di balas dengan 700 kebaikan. Untuk itu janganlah kita menjadi manusia yang menyesal karena selama hidup sedikit sekali melakukan amal kebaikan. Dari sepenggal kisah di atas mengisayaratkan kepada kita bahwa, selagi hidup di dunia, marilah kita menjadi manusia yang selalu menebar kebaikan, bukan sebaliknya, menebar kejahatan, kejelekan, atau kemunkaran.

Selain itu adalah dalam melakukan kebaikan tersebut, kita harus totalitas dan memberikan yang terbaik dari yang kita punya. “I do My Best!” itulah slogan yang harus kita jadikan pedoman setiap hari dan dimanapun kita berada.
Ditempat kerja, katakanlah “I do My Best!” sehingga kita akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Tidak perlu kita mencari-cari “pahala” atas apa yang akan kita kerjakan. Biarkan Tuhan yang akan membalasnya. Toh ketika kita telah memberikan yang terbaik untuk perusahaan, perusahaan-pun tidak akan “tutup mata”.

Sahabat SuksesBahagia,

Mulai saat ini, jadilah kita pribadi-pribadi yang memiliki semangat untuk memberi, memberi yang terbaik, memberi yang terbanyak. Biarkan Tuhan yang akan memberikan imbalan yang setimpal. Janganlah kita menjadi manusia yang ada karena ada pamrih. Lakukan dan lakukanlah yang terbaik, lalu perhatikan apa yang terjadi.



Salam SuksesBahagia ¡!!



KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Jumat, 18 November 2011

Doa Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi


Di antara do’a yang dimunajatkan oleh Syaikh Dr. Yusuf Al Qardhawi, Ketua Persatuan Ulama Muslimin Dunia, yang bisa kita jadikan sebagai rujukan  :

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, rahmat dari sisi-Mu. Dengan rahmat-Mu Engkau menerangi hatiku. Dengan rahmat-Mu Engkau mengumpulkan dan memudahkan urusanku. Dengan rahmat-Mu Engkau balikkan sesuatu yang tiada dariku. Dengan rahmat-Mu Engkau Angkat kesaksianku. Dengan rahmat-Mu Engkau sucikan amalku. Dengan rahmat-Mu Engkau ilhamkan kedewasaanku. Dengan rahmat-Mu Engkau kembalikan sesuatu yang hilang dariku. Dengan rahmat-Mu Engkau jaga aku dari segala keburukan.”

“Ya Allah, karuniakan kepadaku keimanan dan keyakinan yang tidak ada kekufuran lagi setelahnya. Ya Allah karuniakan kepadaku rahmat, yang dengannya aku memperoleh kemulyaan-Mu, di dunia dan di akhirat. Ya Allah, ku mohon kepada-Mu keberhasilan dan keberuntungan dalam takdir. Predikat orang-orang syahid. Kehidupan yang bahagia. Dan pertolongan dalam menghadapi musuh.”

“Ya Allah, ku sampaikan kepada-Mu segala hajatku. Pendeknya pikiranku. Lemahnya amalku. Aku sangat membutuhkan rahmat-Mu. Karena itu, Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, Wahai Dzat Yang Mengabulkan segala urusan. Wahai Dzat yang Melapangkan dada. Sebagaimana Engkau mudah mengalirkan (air) di antara lautan. Maka ku mohon agar Engkau menghindarkanku dari siksa menyala-nyala. Menghindarkanku dari do’a yang sia-sia. Dan dari fitnah kubur. Ya Allah, sungguh, sangat pendek pikiranku tentang itu. Urusanku tidak sampai menjangkaunya. Dan niatku tidak sampai melampauinya, dari kebaikan yang telah Engkau janjikan kepada seseorang dari makhluk-Mu. Atau kebaikan yang Engkau berikan kepada seseorang dari hamba-hamba-Mu. Dan karena itu aku rindu kepada-Mu akan itu. Aku memohon kepada-Mu bisa mendapatkannya dengan rahmat-Mu, Ya Rabbal ‘Alamin.”

“Ya Allah, Dzat Yang mempunyai tali yang kuat dan urusan yang baik. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu rasa aman di hari persaksian. Syurga di hari kekekalan. Bersama orang-orang dekat lagi syuhada’. Bersama orang-orang yang rukuk lagi sujud. Bersama dengan orang-orang yang memenuhi janji-janjinya. Ya Allah, Sungguh Engkau Maha Cinta dan Kasih-Sayang. Dan Engkau bekerja sesuai dengan apa yang Engkau kehendaki sendiri.”

“Ya Allah, jadikan kami orang-orang yang menjadi sebab orang lain mendapat petunjuk, dan kami sendiri bagian dari orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Bukan orang-orang yang sesat lagi menyesatkan. Damai terhadap penolong-penolong-Mu. Perang terhadap musuh-musuh-Mu. Kami cinta dengan cinta-Mu kepada orang yang mencintai-Mu. Kami menentang dengan permusuhan-Mu terhadap orang yang melawan-Mu. Ya Allah, inilah do’a, telah kami panjatkan, karena itu sewajarnya Engkau mengabulkan. Ya Allah, kesungguhan telah kami buktikan, oleh karena itu Engkau pasti melepangkan.”

“Ya Allah, aku hamba-Mu, putra dari hamba-Mu, putra dari budak-Mu. Ubun-ubunku berada dalam genggaman-Mu. Hukum-Mu berlaku bagiku. Adil putusan-Mu padaku. Aku memohon kepada-Mu dengan menyebut segala nama-Mu. Nama Yang Engkau sendiri menamai-Mu. Atau nama yang telah Engkau turunkan dalam kitab-Mu. Atau nama yang telah Engkau ajarkan kepada salah satu makhluk-Mu. Atau nama yang hanya Engkau yang tahu karena Engkau rahasiakan dalam sisi-Mu. Agar Engkau, Ya Allah, menjadikan Al Qur’an sebagai pelita hatiku. Sebagai cahaya bagi dadaku. Sebagai penawar kegelisahanku. Sebagai penghalau kegundahanku.”

“Ya Allah, sayangi aku untuk meninggalkan maksiat dan dosa, selamanya, selama Engkau menghidupkanku. Ya Allah, sayangi aku, agar Engkau tidak membebani aku di luar kemampuanku. Ya Allah, karuniakan kepadaku penglihatan yang indah terhadap sesuatu yang Engkau ridhai dariku. Ya Allah, Pencipta langit dan bumi. Dzat Yang Maha Tinggi lagi Terhormat. Mulya yang tiada duanya. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, Wahai Dzat Yang Maha Kasih. Aku memohon kepada-Mu dengan kemuliaan Engkau dan cahaya Wajah-Mu, agar Engkau meneguhkan hatiku dalam menjaga kitab-Mu, sebagaimana Engkau mengajarkan itu kepada kami. Karuniakan kepadaku kekuatan untuk selalu membacanya sesuai yang Engkau ridhai.”

“Ya Allah, Pencipta langit dan bumi. Dzat Yang Maha Tinggi lagi Mulya.Yang memiliki Kehormatan tiada tanding. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, Wahai Dzat Yang Maha Kasih. Aku memohon kepada-Mu dengan kemulyaan-Mu dan cahaya Wajah-Mu, agar Engkau menerangi penglihatanku dengan Kitab-Mu. Agar Engkau melancarkan lisanku dengan kitab-Mu. Agar Engkau lapangkan hatiku dengan Kitab-Mu. Agar Engkau luaskan dadaku dengan Kitab-Mu. Agar Engkau bersihkan badanku dengan Kitab-Mu. Karena tidak ada yang bisa menolongku dalam menjalankan kebaikan selain-Mu. Tiada yang bisa mendatangkan kebaikan kepadaku selain Engkau. Dan tidak ada daya dan upaya kecuali datang dari Engkau, Ya Allah, Dzat yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.” 


http://www.dakwatuna.com  


Semoga bermanfaat bagi sahabat SuksesBahagia

KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details
 

Labels

Popular Posts