• Blogger widget
  • Nice work
  • Aditya Subawa
Recent Posts

Selasa, 31 Januari 2012

INDAHNYA TAMAN BUNGA (Kepemimpinan yang Cerdas)



Pernahkah Anda melihat keindahan bunga di taman? Anda tahu mengapa bunga tersebut tampak terlihat indah? Salah satu rahasianya adalah bunga tersebut terdiri dari warna-warni yang berbeda. Ada merah, hijau, kuning, putih, dan warna khas bunga yang lainnya. Bayangkan jika bunga di taman hanya terdiri dari satu warna, tentu tidak akan seindah bunga yang terdiri dari berbagai warna, bukan?

Rahasia kedua kenapa bunga di taman terlihat indah adalah karena dipelihara atau dirawat oleh orang yang ahli dibidangnya. Jika bukan ahlinya, bukan keindahan yang didapatkan, tapi bunga-bunga yang berantakan, atau bahkan sampai layu dan berguguran. Orang yang ahli dalam “perbungaan” akan memelihara bunga dengan penuh cinta. Dia tidak rela jika ada hama yang menyerang. Dia tidak senang jika bunganya tumbuh dengan berantakan. Dia akan menyirami dengan teratur, memberinya pupuk, racun buat hama, dan beberapa aktivitas lain dalam rangka menjaga bunga agar tetap tumbuh dengan indah. Bunga yang indah akan semakin tampak indah !

Sahabat,

Perbedaan itu indah. Jika semua manusia sama (sifat dan wataknya) tentulah tidak akan “hidup” kehidupan ini. Jika semua orang dalam sebuah tim kerja memiliki kesamaan dalam segala hal (kecuali kesamaan visi, misi, dan tujuan), tentulah tim itu akan stagnan tidak dinamis. Justru sebuah tim kerja (organisasi) yang terdiri dari beberapa karakter, sifat, dan kemampuan yang berbeda-beda, itu akan menambah khasanah keindahan dan kehidupan didalamnya. Akan ada sinergitas didalamnya. Semua akan saling melengkapi. Maka jangan pernah memaksakan kesamaan segala hal dalam sebuah tim. Yang terpenting adalah setiap individu yang ada didalamnya, “sadar” dengan apa yang seharusnya dilakukan untuk pencapaian visi, misi, dan tujuan bersama. Biarkanlah aksinya berbeda yang penting sama tujuannya.

Ketika tim terdiri dari beberapa sifat dan karakter yang berbeda, agar lebih “indah”, maka sebuah tim kerja seyognyanya dikelola oleh pemimpin yang ahli dibidangnya, pemimpin yang dapat menyatukan semua potensi yang dimiliki timnya, pemimpin yang mampu mengembangkan telenta orang-orang yang ada didalamnya.

Dia adalah pemimpin yang tidak rela jika ada hama yang menyerang timnya. Hama permusuhan, hama pertengkaran, hama egoisme, hama saling menyalahkan. Bukan pemimpin yang justru menebarkan hama didalamnya. Dialah pemimpin yang akan menyirami timnya dengan kesejukan nasehat, solusi terbaik, bukan menyirami dengan air panas kedukaan dan kekecewaan. Itulah pemimpin yang mencintai timnya.

Pemimpin yang memimpin timnya dengan cinta, dia tidak mencari “kambing hitam” atas setiap permasalahan. Mencari akar permasalahan adalah untuk memberikan solusi, bukan menyalahkan orang yang ada didalamnya. Luar biasa !! Sungguh pemimpin yang mencintai timnya adalah pemimpin yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, yang dipentingkan adalah bagaimana dengan tim yang ada, semua berjalan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan yang telah ditentukan.

Sehingga taman team work akan begitu indah. Ingat, TEAMadalah Together Everyone Achieve More !! Selalu bersama dalam setiap suka dan duka, selalu bersama untuk sesuatu yang lebih gemilang, selalu bersama untuk solusi yang terbaik, tidak sendirian, tidak ingin menang sendiri dengan “mengorbankan” orang lain !!!!

Sahabat,

Peliharalah taman bunga yang indah. Berdayakan perbedaan yang ada, talenta yang berbeda. Satukan dalam ikatan cinta. Basmi hama permusuhan dan saling menyalahkan. Sirami dengan sejuknya nasehat dan solusi atas setiap permasalahan yang terjadi.

Biarkanlah bunga tumbuh dengan subur. Dan pada akhirnya akan mengeluarkan wangi  segar. Itulah wangi indahnya kebersamaan dalam perbedaan dan cinta. Semoga kita menjadi pemelihara bunga yang cerdas, pemimpin yang bijak, dan berkarya yang nyata. Berkarya bersama TIM YANG BESAR !!!



Salam SuksesBahagia!!!

KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia


View Details

Sabtu, 28 Januari 2012

Bergerak, Berjuang, Sampai Akhir Hayat !



Jangan pernah merasa selesai !!!


Meski di penggal, pohon ini terus berjuang memberikan manfaatnya.
Kita, setelah cukup umur, berhenti berjuang. Memilih menikmati hari tua ?
Ah, itu dosa ...


Teruslah berjuang, bergerak, naik, tumbuh, menuju kebermanfaatan bagi sesama.


Salam SuksesBahagia !!!




KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Jumat, 27 Januari 2012

Benarkah Kita Mencintai-Nya ?



Ada seorang pemuda yang sedang jatuh cinta kepada seorang gadis. Tiap jam baginya adalah membayangkan wajah cantik sang gadis pujaan, menyebut namanya, selalu menghubunginya lewat telephon, dan membaca-baca kiriman sms atau e-mail dari gadis pujaanya, berulang dan terus berulang. Begitulah kiranya orang yang sedang jatuh cinta. Bahkan tidak jarang juga pemuda itu selalu berkata kalaulah gadisnya itu adalah tempat sandarannya dikala sedih dan duka.

Ah, padahal, seharusnya tempat sandaran itu adalah Tuhan, bukan ? Coba saja perhatikan, atau bagi kita yang pernah merasakan apa itu jatuh cinta dan mencitai lawan jenis, benarkah disaat kita sedih dan memiliki masalah, dia, sang pujaan hati setia menemani dan memberikan jalan keluarnya ? Kalau ya, berapa lama dia selalu ada untuk kita ?
Hm, pertanyaan yang menggelikan saya. Ternyata dia tidak selalu ada untuk kita. Itu pernah saya rasakan dulu (pengalaman ye….). Sementara, Tuhan Yang Maha Kuasa, kapanpun dan dimanapun kita, Dia selalu ada dan siap menjadi sandaran kita.

Oleh karena itu sahabat saya yang SuksesBahagia,

Sepertinya yang layak kita “jatuh cintai” dan kita “cintai” adalah Tuhan, Allah SWT. Terlebih Dialah yang menjamin kehidupan kita. Dialah yang memberikan hidup dan kehidupan kita. Pertanyaanya, sudahkah rasa itu kita miliki ? Ya, rasa cinta kepada-Nya. Sudahkah kita memilikinya ?

Marilah kita tengok diri ini, kita tengok apa yang ada didalamnya. Adakah cinta kepada-Nya.

Orang yang sedang jatuh cinta atau mencintai lawan jenisnya, ia akan selalu mengingatnya setiap waktu. Sudahkah Allah hadir dalam ingatan kita disetiap waktu yang kita lewati ? Menghadirkan-Nya dengan menyertakan-Nya dalam setiap aktivitas yang kita lakukan. Menghadirkan-Nya dengan selalu menyebut nama-Nya, berdzikir kepada-Nya. Tidak harus dengan selalu berdzikir secara tekstual, yaitu menyebut kalimah toyyibah, tapi berdzikir secara kontekstual. Awali aktivitas baik kita dengan membaca al-basmalah, dan akhiri dengan al-hamdalah. Awali dengan niat ikhlas hanya kepada-Nya. Maka, selama aktivitas kita, akan menjadai sarana dalam mengingat-Nya.

Atau, mengingat-Nya dengan menerungkan ciptaan-Nya. Bacalah ciptaan-Nya. Bacalah alam ini. Bacalah setiap kejadian yang ada disekitar kita. Apa hikmah yang tersembunyi didalamnya ? Sungguh, jika kita mampu “membaca”, disanalah kita akan bisa mengingat-Nya dan mengagungkan asma-Nya. Karena tidak ada ciptaan-Nya yang sia-sia.

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.”
(Q.S. Ali ‘Imran [3]: 191)

Orang yang sedang jatuh cinta atau mencintai lawan jenisnya, biasanya ia akan berusaha untuk selalu terhubung dengannya atau berusaha untuk selalu menghubunginya. Ah, apakah kita ingin selalu terhubung dengan Allah atau bersemangat ketika akan menghubungi-Nya ? Atau sebaliknya, begitu enggan ketika harus “menghubungi-Nya”?

Terhubung dengan Allah berarti kita menjalankan ibadah yang diperintahkan-Nya, sebagai contoh ibadah shalat. Tanyakan pada diri sendiri, adakah rasa semangat ketika akan menjalankan shalat ? Kalau kita benar-benar mencintai-Nya, tentu ibadah shalat akan sangat kita tunggu waktu pelaksanaanya, karena itu adalah bentuk terhubungnya kita dengan Allah.

Ah, sebagaimana kebanyakan anak muda yang menghubungi pujaannya (dengan telephon misalkan) ditengah malam (biasa, nyari yang gratisan, terus katanya lebih leluasa karena suasana tenang), maka seyogyanya untuk menghubungi dan terhubung dengan Allah-pun, kita mesti mengambil waktu tengah malam (sepertiganya). Benar, shalat malam, qiyamul lail, itulah waktu yang tenang, waktu yang leluasa, dan gratis bagi mereka yang bisa mendapatkannya. Shalat malam adalah pelengkap dari shalat wajib kita.

Orang yang sedang jatuh cinta atau mencintai kekasihnya, tidak akan ada rasa bosan untuk membaca setiap pesan yang terkirim lewat e-mail atau SMS. Nah, Allah telah mengirimkan “surat” kepada kita, yaitu kitabullah (al-Quran). Seberapa sering kita membaca al-Quran ? Memahaminya ? Mencoba menafsirkan untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari ? Adakah kita memiliki al-Quran itu sendiri ? Atau hanya terpajang indah di lemari ruang tamu rumah kita ?

Jika benar kita mencintai Allah, membaca al-Quran adalah sebuah kesibukan tersendiri. Artinya, kita menyediakan waktu kita untuk sekedar membacanya (tilawah). Tilawah Quran adalah ibadah yang pada akhirnya akan menghubungkan kita dengan-Nya. Sudah berapa kali kita mengkhatamkannya ?

Orang yang sedang jatuh cinta atau mencintai kekasihnya, biasanya menyukai apa yang disukainya, dan membenci apa yang dibencinya.Begitulah seharusnya bukti kebenaran cinta kita kepada Allah. Mencintai apa yang dicintai-Nya, dan membenci serta menjauhi apa yang dibenci-Nya.

Ibadah, amalan shalihah, sedekah, tilawah Quran, shalat, mengajak kepada kebaikan dan kesabaran adalah hal-hal yang dicintai-Nya. Apakah kita juga mencintainya dengan menjalankannya ?

Sementara kemaksiatan, kebohongan, kemarahan, menyakiti orang lain, durhaka kepada orang tua, jinah, adalah hal-hal yang tidak sukai-Nya. Apakah kita juga membenci itu semua dengan menjauhi dan mencegahnya dari permukaan bumi ini ?

Sahabat,

Masih banyak kekurangan-kekurangan cinta kita kepada-Nya. Tapi setidaknya ada kesadaran dini untuk menengok ke dalam, dan bertanya, “Benarkah kita mencintai Allah ? Allah yang telah menjamin kehidupan kita. Allah yang menyediakan rejeki buat kita. Allah yang selalu ada dan siap menolong kita disaat kita memerlukan pertolongan itu ? “

Jawab dan jadikan kesadaran dini untuk menjadi manusia yang mulia dihadapan-Nya. Semoga. Amiin …



Salam SuksesBahagia !!!

KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Kamis, 26 Januari 2012

Ketika Allah Memanggil Kita …



Apa yang akan Anda lakukan jika, dua jam kedepan Anda harus menemui atasan untuk melaporkan hasil proyek yang telah dilakukan ? Apa yang akan Anda lakukan jika, Anda dipanggil oleh atasan untuk segera menghadap ?

Jawabannya sudah pasti adalah melakukan “persiapan”. Untuk dua jam kedepan, persiapan yang dilakukan pastilah matang, bahan-bahan presentasi laporan dibuatkan dan disusun dengan sempurna, takut jika pada saat presentasi, bahan materi tiba-tiba kena virus dan tidak bisa dibuka. Penampilan diri-pun dipersiapkan dengan matang. Merapihkan pakaian yang kusut, menata rambut, yang pasti, harus terlihat professional.

Sementara untuk segera menghadap atasan, maka biasanya akan langsung menghadap, apapun yang sedang dikerjakan. Takut jika, atasan memanggil sampai yang kedua kalinya, atau kita kena teguran yang efeknya kepada buruknya kinerja dihadapan atasan.

Pertanyaan saya, bagaimana jika Allah memanggil Anda ? Memanggil lewat seruan azan ? Apa yang biasanya Anda (dan saya juga sebenarnya) lakukan ? Adakah persiapan itu ? Seperti apa persiapannya ?

Glekkk,

Jujur, untuk pertanyaan saya ini, saya pun terkena tusukan tajam, menohok. Mengapa ? Karena, kadang persiapan itu tidak ada. Menganggap panggilan Allah hanya sebagai pengingat waktu belaka. Oh sudah pagi, sudah siang dan harus istirahat, atau sudah sore saatnya pulang kerja.

Astaghfirullah …
Padahal, siapakah yang selama ini menjamin kehidupan kita ?
Siapakah yang selalu memberikan oksigen gratis setiap waktu ?
Siapakah yang selalu memberikan jalan keluar dari setiap masalah ?
Siapakah yang memberikan rejeki kita ?
Siapakah yang memberikan kehidupan ini ?

Sahabat,

Panggilan azan adalah seruan untuk menghadap-Nya. Lima kali dalam sehari. Dan kita pun sudah hafal kapan panggilan-panggilan itu ada. Maka, sudah seyogyanya kita selalu melakukan persiapan untuk menghadap-Nya. Tanpa harus dipanggil-pun, kita sudah siap dengan segala jiwa dan raga.

Bukankah pertemuan ketika menghadap-Nya adalah cara kita mengadukan kehidupan kita ? Mengadukan masalah-masalah kita ? Dan Dia-pun akan memberikan jawabannya. Artinya, panggilan-Nya sebenarnya adalah panggilan buat diri sendiri. Kitalah yang membutuhkan panggilan itu.

Sahabat,

Ketika kita mau tampil sempurna dihadapan atasan di kantor untuk mendapatkan “nilai” baik sebagai bawahan, maka, dihadapan Allah seharusnya kita menunjukkan kesempurnaan yang lebih (ketakwaan). Dengannya (ketakwaan itu) kita mendapatkan kemuliaan dihadapan-Nya.

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
(Q.S. Al-Hujurat [49]:13)

Ketakwaan kita bisa ditunjukkan dengan persiapan yang matang ketika Dia memanggilnya lewat seruan azan. Dan kita akan sangat tidak tenang ketika kita belum memenuhi seruan-Nya.

Apakah Anda tenang-tenang saja meskipun belum memenuhi panggilan-Nya ? Mari evaluasi diri !!!



Salam SuksesBahagia !!!

KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Rabu, 25 Januari 2012

Kebaikan di atas Kebaikan



Dalam bukunya, “How to Talk Well“, James Bender menyebutkan sebuah cerita tentang seorang petani yang menanam jagung unggulan dan sering kali memenangkan penghargaan.

Suatu hari, seorang wartawan dari Koran local melakukan wawancara dan menggali rahasia kesuksesan petani tersebut. Dari wawancara yang dilakukan, wartawan itu menemukan bahwa petani melakukan pembagian benih jagungnya kepada para tetangganya.

“Bagaimana Anda bisa berbagi benih jagung unggulan dengan tetangga Anda, lalu bersaing dengannya dalam kompetisi yang sama setiap tahunnya?” tanya wartawan, dengan penuh rasa heran dan takjub.
“Tidakkah Anda mengetahui bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari jagung yang akan berbuah dan membawanya dari satu ladang ke ladang yang lain? Jika tetangga saya menanam jagung yang jelek, maka kualitas jagung saya akan menurun ketika terjadi serbuk silang. Jika saya ingin menghasilkan jagung dengan kualitas unggul, saya harus membantu tetangga saya untuk menanam jagung yang berkualitas (bagus) pula.” Jawab sang petani.

Sahabat,

Petani ini sangat menyadari hukum keterhubungan dalam kehidupan. Dia tidak dapat meningkatkan kualitas jagungnya, jika ia tidak membantu tetangganya untuk melakukan hal yang sama.

Dalam kehidupan, mereka yang ingin menikmati kebaikan, harus memulai dengan menabur kebaikan dan kejujuran pada orang yang ada disekitarnya.

Jika Anda ingin bahagia, Anda harus menabur kebahagiaan untuk orang lain. Jika Anda ingin hidp dengan kemakmuran, maka Anda harus berusaha untuk meningkatkan taraf hidup orang-orang disekitar Anda. Jika Anda seorang pemimpin (dimanapun level kepemimpinan yang Anda emban), Anda akan menjadi seorang pemimpin yang berkualitas, yang hebat, jika Anda berhasil membuat anggota tim Anda ter-upgrade terus kemampuannya setiap saat. Sebagai orang tua, Anda akan menjadi orang tua yang berhasil ketika Anda mempu mendidik anak-anak Anda hingga mereka juga berhasil dalam hidupnya.

Orang yang cerdas sejatinya adalah orang yang mencerdaskan orang lain. Orang yang baik adalah orang yang mau mem-baik-kan orang lain.

Allah SWT berfirman:

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri,”

(Q.S.Al-Isra [17] : 7)

KUALITAS ANDA DITENTUKAN OLEH ORANG-ORANG DISEKITAR ANDA.


Salam SuksesBahagia !!!


KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Selasa, 24 Januari 2012

Sadar Diri, Sadar Peran, dan Menjadi Sumber Energi Positif (EPOS)



Ahad kemarin terjadi kecelakaan maut, di Jakarta Pusat. 9 nyawa melayang. Sang pelaku pengendara mobil, terdapati sedang dalam kondisi “tidak sadar” yang diakibatkan  karena mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Jeratan hukuman-pun berlapis. Sementara keluarga para korban, masih memendam duka mendalam.

Ada lagi kejadian, kasus pemerkosaan yang akhir-akhir ini kerap terjadi di ibu kota. Terakhir, seorang mahasiswi didapati sebagai korban pemerkosaan 5 orang laki-laki hingga tak sadarkan diri di samping rel kereta api. Sementara di luar pulau jawa, karena cinta tak terbalas, seorang lelaki tega memperkosa dan membunuh sang gadis pujaan. Tragis !!!
Ah, belum lagi, bencana banjir masih terjadi di beberapa daerah negeri ini. Dan kemiskinan-pun terus melonjak jumlahnya. Banyak penduduk negeri ini yang tidak bisa menikmati nasi dalam kesehariannya. Ironisnya, para anggota dewan di Senayan, sibuk berdebat mengenai budget anggaran pemeliharaan gedung. Ah, ada apa dengan negeri ini ?

Terror pembunuhan terus meraja lela. Di Aceh hingga Papua, banyak nyawa-nyawa melayang dengan sia-sia. Penembak misterius selalu menghantui hari-hari warga di beberapa daerah negeri ini. Ah, ada apa dengan negeri ini ?

Sahabat,

Menurut Anda, masih adakah harapan di negeri ini hidup penuh rahmat dan kedamaian ? Jawab yang jujur ! Masih adakah harapan itu ?

Menurut saya, harapan itu tetap ada dan akan terus ada hingga akhir dari episode kehidupan ini. Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan ? Pertanyaan bagus ! Yang harus kita lakukan adalah

Menjadi manusia yang tersadar akan diri dan perannya (sadar diri dan sadar peran). (selengkapnya ada di artikel ini) Inilah kemudian yang biasa saya sebut dengan kecerdasan ruhiyah (lebih sekedar dari kecerdasan spiritual). Kecerdasan ini akah menghadirkan kesadaran akan adanya hari yang abadi (akhirat). Kesadaran akan hari akhirat, menghantarkan manusia untuk tidak berbuat sekehendaknya. Karena ia tersadar ketika aturan Tuhan itu adalah benar. Bahwa apa yang diperbuat selama hidup, itulah jaminan kebahagiaan atau kesengsaraan di akhirat kelak.

Manusia yang sadar akan hari akhirat, ketika ia akan berbuat jahat atau sekehendaknya tentu berpikir sampai beribu kali. Dan manusia yang tidak tersadar adalah mereka yang telah menjadikan akalnya sebagai budak nafsu syaithani.

Selain itu, kecerdasan ruhiyah akan membangkitkan kesadaran akan peran sebagai rahmatan lil alamin. Ya, peran rahmatan lil alamin tidaklah hanya milik sang Rasul Nabiyullah, tapi itu juga peran yang Tuhan sandangkan kepada kita. Rahmatan lil alamin adalah misi yang harus dijalankan oleh semua manusia.

Misi tersebut menghantarkan manusia kepada jalan kasih sayang, hidup penuh empati. Tidak menyakiti apalagi sampai mengakibatkan nyawa orang melayang. Rahmatan lil alamin tidak akan mengakibatkan tindak pemerkosaan terus meraja lela.

Bangunlah kesadaran itu wahai sahabatku … selanjutnya,

Jadikan diri sebagai penyebar energy positif (epos). Sebagaimana Rasul bersabda,”Bertakwalah dimanapun engkau berada.” Itu adalah isyarat kalau setiap diri kita adalah sumber energy positif yang akan menyebarkan energinya itu kepada setiap manusia yang ada disekelillingnya. Takwa itu energy positf. Takwa tidak terbatasi dalam lingkup ibadah ritualitas. Maka, bertakwa berarti aktif mengeluarkan energy positif ditengah-tengah kehidupan ini.

Sebagai contoh, Anda tentu memiliki akun jejaring social semacam facebook bukan ? Nah, jadikan sarana jejaring social itu sebagai penyebar epos. Buatlah status atau tulisan yang mampu memberikan inspirasi dan kesadaran para pembacanya. Bukan kemudian status yang membicarakan aib sendiri. Maaf, ketika Anda membuat status (misalkan) “BeteNYa hari Ini”, atau “nyebeLin bangetsh sih Lo!!!” itu sama saja dengan Anda membeberkan jati diri dihadapan public. So, jadilah sumber epos seperti dengan status, “Semangat pagi semuanya, hari ini adalah harapan kita untuk terus memperbaiki kehidupan. Dan kahidupan kita-pun akan SuksesBahagia !!!” Dengannya, para pemirsa Anda akan tersadarkan (minimal tersadarkan) dan harapan selanjutnya, orang-orang pun akan semangat dalam menjalani hidup dan kehidupan ini.

Itulah sekiranya dua hal yang selayaknya kita lakukan demi terjaganya harapan hidup penuh rahmat dan kasih sayang, jauh dari kesengsaraan dan tindak kemaksiatan. Sadar diri dan sadar peran, serta menjadi sumber penyebar epos dimanapun kita berada.

HARAPAN ITU MASIH ADA, DAN KITA ADALAH HARAPAN ITU SENDIRI!!!


Salam SuksesBahagia !!!


KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Sabtu, 21 Januari 2012

Belajar Bijak Dari Anak Kecil




“Mengapa anak anjing dan anak kucing suka berantem?”
Seorang teman tiba-tiba mengajukan pertanyaan. Hm, saya lama mencari jawabannya. “Sudah dari sononya kali…” jawab saya seenaknya. “Salah ! Yang benar ya… namanya juga anak-anak, suka berantem…”
Aha…
Sedikit lucu (meski garing). Namun, mendengar kata “anak-anak” yang suka berantem, saya mengiyakannya. Dan ternyata, hal itu mendatangkan inspirasi baru buat saya.
Teringat beberapa hari yang lalu ketika saya pulang ke rumah. Saya memiliki dua keponakan (laki-perempuan) yang sedang lucu-lucunya (kok bisa….). Hampir setiap dua jam sekali, terdengar keributan-keributan kecil yang disebabkan mereka (kedua keponakan saya). Yach, mereka “berantem” (tentu bukan berarti saling pukul-memukul layaknya smack down.
Berantemnya mereka hanya dikarenakan berebut makanan, berebut acara TV, atau hal-hal kecil lainnya. Namun, tidak lebih dari 10 menit, mereka sudah kembali “akur”, makan bareng, main bareng, atau nonton TV dalam channelyang sama.
Namanya juga anak-anak, suka berantem……
Kembali saya teringat pernyataan seorang teman. Subhannallah, saya tersadarkan, ternyata anak kecil memiliki naluri kebijaksanaan yang luar biasa. Mereka dengan cepat dan mudah “menyelesaikan” konflik. Mereka sangat mudah meminta maaf dan memaafkan satu sama lainnya. Mereka kembali pulih dari “sakit hatinya” dan kembali akrab seketika itu juga.
Saya ingin tahu, berapa banyak dari kita (yang sudah pada gedhe…) yang mampu melakukan seperti itu ? Seberapa banyak dari kita, yang setelah disakiti oleh orang lain, cepat kembali “bangkit memaafkan” dan berteman lagi dengan orang itu, bukan mendongkol, atau memendam perasaan “ingin membalas”, atau terus sakit hati berlarut-larut (sehingga menjadi larutan racun yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh) ?
Dan, satu hal lagi, ketika anak kecil “telah menyelesaikan” konfilknya, mereka tidak ambil pusing untuk terus mengingatnya, bahkan seolah tidak ada waktu bagi mereka untuk mengingat kembali kejadian “menyakitkan” itu. Luar biasa !!! Allahu Akbar !!!!
Bagi mereka, ketika sudah saling memaafkan, segera mereka memulai hal yang baru, mereka me-reset ulang semuanya, klik kanan delete all. Meski kadang mereka kembali melakukan “perseteruan-perseteruan” lainnya, dan ajaibnya, mereka selalu cepat me-reset semuanya. Fantastis !!!!
Seandainya saja, kita, yang katanya sudah dewasa (dan berumur) ini sanggup bersikap seperti mereka, meminta maaf, menyatakan penyesalan, kemudian memaafkan, memeluknya, dan berbaikan, serta yang paling penting menekan tombol reset, klik kanan delete all, tentu kita akan mampu menikmati indahnya kehidupan di muka bumi ini.
Saya teringat sabda Nabi, yang mengatakan bahwa :
Nabi Isa a.s. pernah berkata,”… Jangan melihat perbuatan salah orang lain seolah-olah kau adalah raja. Lihatlah kesalahanmu seolah kau seorang hamba…”
(Riwayat Muslim)
Lagi-lagi saya tersadarkan. Hadist di atas menasehati kita dengan penuh bijak. Kita dinasehati untuk tidak melihat kesalahan orang lain seolah kita ini sempurna, seolah kita tidak pernah berbuat salah, seolah kita selalu terjaga dalam kebenaran atau yang paling hebat.
Tapi kita harus mengakui diri sebagai seorang hamba yang selalu salah dalam bertindak, dan berarti kita ini tidak sempurna. Ketika kita salah atau melukai orang lain, tentu kita juga memerlukan maaf darinya, bukan ? Lalu, mengapa terkadang kita begitu susah menerima maaf orang lain, seolah kita ini paling sempurna ? Sukakah kita, jika ketika kita minta maaf sama orang lain, orang lain itu tidak mau memaafkan kita ? Bagaimana rasanya ?
Ah, begitu banyak pertanyaan-pertanyaan itu muncul di benak saya. Nabi pernah bersabda :
“Setiap anak Adam melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.”
(Riwayat Tirmidzi)
Hadist itu membuat saya termenung. Yach, Rasul berkata “setiap anak Adam” berbuat salah. Tidak ada pengecualian. Ini berarti saya, Anda, kita berpotensi untuk salah ! dan sebaik-baik dari kita yang salah adalah bertaubat. Menarik ! Bertaubat berarti menyesali dan mengakui kesalahan kemudian mohon ampun (maaf).
Begitu juga dalam kehidupan kita, disaat kita pernah berbuat tidak adil pada sesama, menuduh, melukai perasaan, dan sebagianya, maka sebaik-baik dari kita adalah segera menyadari kesalahan dan mohon maaf kepada orang tersebut.
Subhannallah…..
Sekarang sudah pasti, bahwa jika kita berbuat salah segera minta maaf. Dan jika ada orang yang minta maaf kepada kita, kita-pun harus menerima maafnya.
Namun bagaimana jika, seseorang bersalah kepada kita dan tidak meminta maaf ? Bagimana jika ada orang yang berlaku jahat kepada kita, namun dia berpura-pura kalau mereka telah bertindak dzalim kepada kita ? Bagaimana ?
Disinilah, Allah SWT memberikan aturannya :

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya

(Q.S. Ali Imran [3] : 159)

Allah telah berfirman, bahwa bagaimanapun juga, kita harus memaafkan mereka. Abaikanlah kesalahan mereka. Kemudain minta agar Allah mengampuninya. Sebenarnya, Allah ingin kita meminta ampunan atas nama mereka. Wah, masa meminta ampunan atas nama mereka ?
Benar !!! Allah telah mengajari kita untuk “bijak” dan Allah amat sangat menyukai orang-orang yang mau memaafkan orang lain, meski mereka tidak meminta maaf kepada kita. Maukah kita menjadi manusia yang paling Allah sukai dan sayangi ??
Nabi pernah bersabda :
“Jika seoran bersedekah, itu tidak akan mengurangi kekayaannya. Jika seseorang memaafkan orang lain, Allah melimpahkan lebih banyak kehormatan kepadanya ….”
(Riwayat Muslim)
Subhannallah……
Tawaran yang sangat fantastis !!! kehormatan itu disandangkan oleh Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa !!!!!
Ah….
Mari kita semua untuk belajar seperti anak kecil. Mudah mengakui kesalahan, mudah meminta maaf, mudah menerima maaf, dan segera melupakannya, reset ulang, klik kanan delete all. Maka gelar kehormatan akan Allah sandangkan kepada kita.
Wallahu’alam



SuksesBahagia,

KAMAL, Imam


View Details

Jumat, 20 Januari 2012

Bebaskan Diri, Buat Sensasi PLOONG !!!



Pada salah satu sesi kelas training motivasi untuk para front liner Cipaganti, dilakukan games ice break berupa meniup balon dengan tangan terbelenggu ke belakang. Hampir 70 % peserta kesulitan melakukan games tersebut. Ketika balon ditiup, maka balon akan terlempar karena tidak dipegang tangan. Setelah waktu yang diberikan habis, peserta diminta untuk memberikan hikmah kesimpulan dari games tersebut.

Satu per satu peserta menyampaikan ide kesimpulan atas hikmah di balik games. “Kita harus focus!” “Kita harus yakin bisa!” “Kita tidak boleh menyerah!” dlsb. Sungguh mereka sangat antusias dan menikmati games yang dilakukan.

Sebenarnya, selain hikmah yang disampaikan para peserta, ada point penting lain yang bisa kita dapatkan dari games meniup balon dengan tangan terbelenggu ke belakang. Namun sebelumnya perlu saya tanyakan kepada Anda. Menurut Anda, kira-kira mudah yang mana antara meniup balon dengan tangan terbelenggu ke belakang atau dengan tangan yang bebas memegang balon ?
Ya ! Jawaban Anda tentu lebih mudah meniup balon dengan tangan bebas memegang balonnya, bukan ? Anda bebas melakukan apapun tehadap balon agar cepat mengembang ketika di tiup. Bisa meregangkan balonnya terlebih dahulu, menahan balon agar tidak lepas dari mulut, dan sebagainya.

Dalam pencapaian sebuah tujuan hidup-pun tidak jauh berbeda seperti games balon di atas. Balon yang mengembang adalah sebuah tujuan hidup yang kita inginkan. Dan kita pasti harus melakukan sesuatu untuk pencapaiannya. Namun sebagaimana meniup balon dengan tangan terbelenggu, pencapaian tujuan hidup juga akan sulit jika kita “terbelenggu” atau ”membiarkan diri ini terbelenggu.”

Apakah yang terbelenggu dalam diri kita ? Yang terbelenggu dalam diri kita adalah pikiran kita. Tepat ! Pikiran kita terbelenggu oleh sesuatu yang menjadikan kita lemah tak terbedaya. Misalkan,”Ah, nampaknya harapan saya terlalu tinggi. Tidak mungkin orang seperti saya mencapai apa yang diinginkan.” “Sejatinya, saya ini hanyalah orang yang lemah.” “Bagaimana mungkin tercapai, toh orang-orang disekeliling saya tidak pernah mendukungnya.” Dan masih banyak lagi prosa-prosa pembelenggu pikiran. Perlu diingat, belenggu dari dalam diri sendiri itu lebih kuat dan berpengaruh tarhadap pencapaian hidup seperti yang diharapkan.

Nah, oleh karenanya, kita harus membebaskan pikiran kita. Bebaskan dari belenggu yang membatasi kekuatan diri. Tuhan telah memberikan potensi yang luar biasa kepada seluruh manusia, tanpa terkecuali. Tuhan telah memberikan kesempurnaan. Tuhan juga tidak pernah membatasi atau membelenggu kita untuk mencapai apa yang kita inginkan. Namun ingatlah !!! Tuhan telah membuat “aturan main” atau pedoman kepada kita untuk terus melangkah menapaki jalan kehidupan agar kita selamat sebagaimana yang Tuhan kehendaki.

Bebaskan juga diri kita dari tuhan selain Tuhan. Sesungguhnya, ketika kita melakukan sesuatu untuk pencapaian tujuan, dan ada sebersit niatan agar “dinilai” oleh orang lain, adalah sesuatu yang membelenggu keikhlasan. Tuhan tidak menerima amalan yang didalamya ada syirik tiada keikhlasan untuk mengharap ridho-Nya. Dengan membebaskan diri dari tuhan-tuhan selain Tuhan, maka kita tidak akan mudah patah semangat apalagi putus asa, disaat ada halangan dan rintangan ditengah perjalanannya.

Aha, saya jadi teringat salah slogan satu iklan salah satu produk soft-drink, Sensasi PLOONG !!! Ya, ploong adalah suatu kondisi terbebasnya kita dari belenggu-belenggu pikiran dan belenggu kesyirikan. Ingat, orang yang SuksesBahagia adalah orang yang terbebas dari sesuatu selain Tuhan Alloh SWT ( lihat Konsep Hidup SuksesBahagia ). Ploong adalah kondisi netralnya hati karena ikhlas lillahita’ala.

Sahabat,

Bebaskan belenggu diri, buat sensasi PLOONG dalam pencapaian tujuan hidup sebagaimana yang diharapkan. Sandarkan kepada Tuhan, agar Dia memberikan petunjuk jalan kemudahan kepada kita. Amiin…



Salam SuksesBahagia !!!

KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Kamis, 19 Januari 2012

Belajar dari 5 Ekor Monyet




Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh para profesor di USA, ada 2 ekor monyet yang dimasukkan ke dalam satu ruangan kosong secara bersama-2. Kita sebut saja monyet tersebut Monyet A dan B. Di dalam ruangan tersebut terdapat sebuah tiang, dan diatas tiang tersebut nampak beberapa pisang yang sudah matang. Apa yang akan dilakukan oleh 2 monyet tersebut menurut anda ?


Setelah membiasakan diri dengan keadaan lingkungan di dalam ruangan tersebut, mereka mulai mencoba meraih pisang-2 tersebut. Monyet A yang mula-2 mencoba mendaki tiang. Begitu monyet A berada di tengah tiang, sang profesor menyemprotkan air kepadanya, sehingga terpleset dan jatuh. Monyet A mencoba lagi, dan disemprot, jatuh lagi, demikian berkali-2 sampai akhirnya monyet A menyerah.
Giliran berikutnya monyet B yang mencoba, mengalami kejadian serupa, dan akhirnya menyerah pula.

Berikutnya ke dalam ruangan dimasukkan monyet C. Yang menarik adalah, para profesor tidak akan lagi menyemprot para monyet jika mereka naik. Begitu si monyet C mulai menyentuh tiang, dia langsung ditarik oleh monyet A dan B. Mereka berusaha mencegah, agar monyet C tidak mengalami `kesialan’ seperti mereka. Karena dicegah terus dan diberi nasehat tentang bahayanya bila mencoba memanjat keatas, monyet C akhirnya takut juga dan tidak pernah memanjat lagi.




Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh para profesor adalah mengeluarkan monyet A dan B, serta memasukkan monyet D dan E. Sama seperti monyet-2 sebelumnya, monyet D dan E juga tertarik dengan pisang diatas tiang dan mencoba memanjatnya. Monyet C secara spontan langsung mencegah keduanya agar tidak naik. “Hai, mengapa kami tidak boleh naik ?” protes keduanya."Ada teman-2 yang memberitahu saya, bahwa naik ke atas itu berbahaya. Saya juga tidak tahu, ada apa di atas, tapi lebih baik cari aman saja, jangan keatas deh” jelas monyet C.


Monyet D percaya dan tidak berani naik, tapi tidak demikian dengan monyet E yang memang bandel. “Saya ingin tahu, bahaya seperti apa sih, yang ada di atas … Dan kalau ada bahaya, masak iya saya tidak bisa menghindarinya ?” tegas monyet E. Walaupun sudah dicegah oleh monyet C dan D, monyet E nekad naik …Dan karena memang sudah tidak disemprot lagi, monyet E bisa meraih pisang yang diinginkannya…..


Sahabat,


Manakah diantara karakter diatas yang menggambarkan tingkah laku anda saat ini ?


Karakter A dan B adalah orang yang pernah melakukan sesuatu, dan gagal. Karena itu mereka kapok, tidak akan mengulanginya lagi, dan berusaha mengajarkan ke orang lain tentang kegagalan tersebut. Mereka tidak ingin orang lain juga gagal seperti mereka. Karakter C dan D, adalah orang yang menerima petunjuk dari orang lain, hal-2 apa yang tidak boleh dilakukan, dan mereka mematuhinya tanpa berani mencobanya sendiri. Karakter E adalah type orang yang tidak mudah percaya dengan sesuatu, sebelum mereka mencobanya sendiri. Mereka juga berani menentang arus dan menanggung resiko asalkan bisa mencapai keinginan mereka.


Pisang dalam cerita diatas menggambarkan impian kita. Setiap orang dalam hidup ini mempunyai impian yang tinggi tentang masa depannya. Namun sayangnya, banyak sekali hal-hal yang terjadi di sekitar kita, yang menyebabkan impian kita terkubur. Orang-2 dengan karakter ABCD akan mengatakan kepada kita hal-2 seperti ini”,Sudahlah, jangan melakukan pekerjaan yang sia-2 seperti itu. Percuma. Saya dulu sudah pernah melakukannya berkali-2 dan gagal. Sebagai seorang teman yang baik, saya tidak mau kamu gagal seperti saya” atau mungkin kalimat “Kamu mau gagal kayak si X … lebih baik lakukan sesuatu yang pasti-pasti saja deh”. Bukankah hal-2 seperti itu yang sering kita dengar sehari-2 ?


Orang dengan karakter E akan selalu berpikir optimis dalam menjalankan sesuatu. “Kalaupun orang lain gagal melakukan sesuatu, belum tentu saya juga akan gagal” adalah kekuatan yang selalu memompa motivasinya.


Dan kegagalan orang lain dapat dipelajari dan dijadikan batu loncatan untuk melangkah lebih baik, bukannya dijadikan suatu ketakutan.




Salam SuksesBahagia !!!


KAMAL, Imam




terispirasi dari : resensi.net

View Details

Rabu, 18 Januari 2012

Bukan Orang Gila, kan ?



Saya sangat kesal, ketika hendak menyeberang jembatan gantung kecil dengan lebar 1 meter, ada orang gila yang berjalan sangat pelan dan menghalangi jalan. Di klakson, dia tetap cuek, tidak kemudian jalan ke pinggir jembatan. Oh, saya kembali tersadar, dia ‘kan orang gila, mana mungkin dia bisa mengerti apa maksud bunyi klakson, dia ‘kan kehilangan respon atau kepekaan dengan yang ada disekelilingnya. Hwa, melatih kesabaran.

Dalam kesabaran, saya termenung, sambil terus memperhatikan orang gila tersebut. Saya tersenyum, melihat tingkah lakunya. Begitulah kalau orang gila. Dia tidak lagi memperhatikan kebersihan dirinya, tidak memedulikan sekelilingnya, tidak punya rasa malu, dan yang pasti dia tidak terkena hukum syariat Tuhan, seperti beribadah dan perbuatan-perbuatan baik lainnya. Saya mendapatkan pelajaran dari orang gila. Apakah itu?

Saya dan Anda (Insya Allah) bukan orang gila. Tapi tidak menutup kemungkinan, kita bisa menjadi (seperti) orang gila, ketika memiliki karakter atau sifat yang sama.

Pertama, orang gila yang saya lihat, dia tidak memperhatikan kebersihan dirinya, badannya kotor berdebu, pakaiannya kumal bertanah, dan secara mental-ruhiyah (qalbuatau hati) sudah pasti tidak bersih juga. Jika kita tidak memperhatikan kebersihan diri, maka tidak ubahnya seperti orang gila. Terutama yang harus kita perhatikan adalah kebersihan mental-ruhiyah. Artinya, janganlah hati kita terkotori oleh penyakit-penyakit hati, seperti iri, dengki, takabbur, syirik, ujub, senang menyakiti orang, dan lain sebagainya. Ketika kita membiarkan hati kita kotor, maka sangat sulit cahaya kebenaran masuk kedalamnya, sangat sulit hidayah Tuhan menghampiri kita. Maka, bersihkan selalu hati kita dengan dzikkrullah (mengingat-Nya), menjalankan setiap perintah-Nya dengan ikhlas, dan berusaha menjauhi setiap yang dilarang-Nya.

Kedua, orang gila tidak memiliki kepekaan sosial. Sama halnya dengan kita, jika tidak memiliki kepekaan sosial, bisa dikatakan kita termasuk orang gila. Kepekaan sosial merupakan fitrah. Bukankah manusia terlahir sebagai mahluk sosial? Bentuk kepekaan sosial yang ingin saya tekankan adalah bagaimana kita pandai dalam menjaga persaan orang lain, yang artinya kita mampu menjaga lisan dan perbuatan kita. Lisan lebih tajam dari pisau. Sekali lisan kita mengucapkan perkataan yang menyakitkan orang, susah untuk di telan kembali dan itu akan sangat menyakitkan perasaan orang lain. Maka, jagalah lisan dan tindakan kita.

Ketiga, orang gila tidak beribadah, dikarenakan tidak terkena hukum syariat Tuhan. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa diangkat pena malaikat dari manusia (manusia terbebas dari hukum syariat) ketika manusia tidur sampai ia terbangun dan manusia yang hilang ingatan (bisa lupa atau gila) sampai ia tersadar lagi.

Nah, jika selama ini kita mengabaikan urusan ibadah kepada Tuhan sebagai bentuk penghambaan kita pada-Nya, maka kita tidak jauh berbeda dengan orang gila. Mengabaikan ibadah berarti tidak mengerjakannya, melalaikannya, menganggapnya sepele, tidak penting, hanya buang-buang waktu, tidak menghasilkan uang, dan sebagainya. Kita lupa bahwa akan ada hari keabadian yang didalamnya akan menikmati apa yang telah dilakukan selama hidup di dunia. Kita menomor-duakan Tuhan. Bertaubatlah, janganlah kita termasuk orang-orang yang lalai akan perintah dan peringatan Tuhan.

Oleh karena itu, jadikan hidup ini sebagai bentuk ibadah kepada-Nya. Niatkan segala aktivitas kita untuk mengharap ridho dari-Nya. Segera kita penuhi setiap panggilan-Nya. Karena itu sebagai bukti bahwa kita bukan orang gila.

Terakhir yang keempat, orang gila tidak memiliki tujuan hidup. Ketika kita tidak memiliki tujuan, visi, dan target dalam hidup ini, maka bisa dikatakan orang gila. Tentukan tujuan hidup kita. Buat target yang jelas. Dengannya hidup kita akan jelas terarah. Hidup akan lebih bermakna. Hidup akan menjadi lebih hidup. Jangan biarkan hidup kita mengalir apa adanya. Seperti yang sudah saya sampaikan, pepatah biarkan seperti air mengalir, itu tidak tepat untuk hidup yang berarti. Karena tidak semua air akan mengalir sampai ke laut. Mungkin ada air yang tersesat di (maaf) comberan atau tempat-tempat yang kotor lainnya. Maka milikilah tujuan hidup yang jelas.

Sahabat,

Orang gila yang saya temui telah memberikan banyak pelajaran berharga. Sungguh saya merasa “diingatkan” oleh kehadiran orang gila yang menghalangi jalan. Diingatkan bahwa saya bukan orang gila. Dan sebagai konsekuensinya saya harus rajin membersihkan diri saya dari penyakit-penyakit hati dan kejiwaan, saya harus memiliki kepekaan dalam hubungan bermasyarakat, taat menjalankan setiap perintah Tuhan, dan membuat tujuan hidup yang jelas dan terarah agar lebih bermakna. Semoga begitu pula dengan Anda.



Salam SuksesBahagia !!!

KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia



View Details

Senin, 16 Januari 2012

Jangan Putus Asa



Pada suatu saat, iblis mengiklankan bahwa ia akan mengobral perkakas-perkakas kerjanya. Pada hari –H, seluruh perkakasnya dipajang untuk dilihat calon pembelinya, lengkap dengan harga jualnya. Seperti kalau kita masuk ke took hardware, barang yang dijual sungguh menarik, dan semua barang kelihatan sangat berguna sesuai fungsinya. Harganya-pun tidak mahal.
Barang yang dijual antara lain : Dengki, Iri, Tidak Jujur, Khianat, Tidak Menghargai Orang Lain, Tidak tahu Terima Kasih, Malas, Dendam, dan lain-lainnya.
Di suatu pojok display, ada satu perkakas yang bentuknya sederhana, sudah agak aus, tetapi harganya sangat tinggi, bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain.
Salah satu calon pembeli bertanya,
“Ini alat apa namanya?”.
”Itu namanya PUTUS ASA.” Iblis menjawab.
”Kenapa harganya mahal sekali, padahal sudah aus?”

”Ya. Karena perkakas itu sangat mudah dipakai dan berdaya guna tinggi. Saya bisa dengan mudah masuk ke dalam hati manusia dengan alat ini dibandingkan dengan alat yang lain. Begitu saya berhasil masuk ke dalam hati manusia, saya dengan sangat mudah melakukan apa saja yang saya inginkan terhadap manusia tersebut. Barnag ini menjadi aus karena saya sering menggunakannya kepada hampir semua manusia, karena kebanyakan manusia tidak tahu kalau PUTUS ASA itu milik saya.”

Sahabat,,
PUTUS ASA adalah DOSA. Ia adalah awal dari munculnya sifat-sifat tercela. Dari putus asa, seseorang akan merasa malas untuk bekerja dan dia akan kehilangan harapan. Dari putus asa dia akan dengki ketika melihat orang berhasil. Dengan putus asa dia akan tidak jujur dan menghalalkan segala cara demi mencapai ambisinya yang tidak terwujud.
Hindari hidupmu dari sifat PUTUS ASA ini.
Ingat !!!
HARAPAN ITU MASIH ADA, DAN DIRIMU ADALAH BAGIAN DARI HARAPAN ITU


KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Sabtu, 14 Januari 2012

Kisah Tukang Sol Sepatu


Sahabat,

Skenario Tuhan itu sangat indah. Tuhan selalu membimbing kita. Tuhan tidak akan membiarkan kita ”terlunta-lunta” dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini. Maka jangan pernah kita berburuk sangka kepada Tuhan. Yakinlah, Tuhan memberikan yang kita butuhkan dan yang terbaik untuk kita.

Berikut ini adalah cerita dari teman saya sewaktu saya kuliah dulu. Bagus untuk dijadikan sebagai bahan renungan dan evaluasi diri. Sejauhmana keyakinan kita akan keikutsertaan Tuhan dalam hidup kita. Semoga bermanfaat.

# # #

Mang Udin, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang sering disebut tukang sol. Pagi buta sudah melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, nanti sore hari mang Udin membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Udin terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.

Perut mulai keroncongan. Hanya air teh bekal dari rumah yang mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat order besar sehingga bisa membawa uang ke rumah. Perutnya sendiri tidak dia hiraukan.

Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nich.” pikir mang Udin. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.

“Bagaimana dengan hasil hari ini bang? Sepertinya laris nich?” kata mang Udin memulai percakapan.
“Alhamdulillah. Ada beberapa orang memperbaiki sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Soleh.
“Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin tahitan.” kata mang Udin memelas.
“Alhamdulillah, itu harus disyukuri.”
“Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga.” kata mang Udin sedikit kesal.
“Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah.” kata bang Soleh sambil tetap tersenyum.
“Emang begitu bang?” tanya mang Udin, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.
“Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Soleh sambil mengangkat pikulannya.

Mang udin sedikit kikuk, karena dia tidak pernah “mampir” ke tempat shalat.
“Ayolah, kita mohon kepada Allah supaya kita diberi rezeki yang barakah.”
Akhirnya, mang Udin mengikuti bang Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut.
Setelah shalat, bang Soleh mengajak mang Udin ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Udin bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti,
“Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir.”

Akhirnya mang Udin ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Udin berkata,
“Saya tidak enak nich. Nanti uang untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya.”
“Tenang saja, Allah akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Soleh tetap tersenyum.
“Abang yakin?”
“Insya Allah.” jawab bang soleh meyakinkan.
“Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain.” kata mang Udin penuh harap.
“Insya Allah. Allah akan menolong kita.” Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah.

Keesokan harinya, mereke bertemu di tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa.
“Apa kabar mang Udin?”
“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat.” kata mang Udin setengah menyalahkan.

Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian berkata,
“Masih ada hal yang perlu mang Udin lakukan untuk mendapat rezeki barakah.”
“Oh ya, apa itu?” tanya mang Udin penasaran.
“Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.
Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Udin yang berhari-hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi,
“Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?”

“Bukan tidak, cocok. Mungkin keyakinan mang Udin belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana mang Udin yakin bahwa Allah akan menolong kita?” jelas bang Soleh sambil tetap tersenyum.
Mang Udin cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia “hanya” coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh.
“Bagaimana supaya yakin bang?” kata mang Udin sedikit pelan hampir terdengar.

Rupanya, bang Soleh sudah menebak, kemana arah pembicaraan.
“Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?” tanya bang Soleh.
“Tidak.”
“Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut. Mang Udin dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Soleh. Mang Udin terlihat berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.”

Mang Udin manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.
“OK dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang.” kata mang Udin, matanya terlihat berkaca-kaca.

Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah.”

Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimis bahwa hidup akan lebih baik.



KAMAL, Imam

View Details

Jumat, 13 Januari 2012

Turunlah dan Hitung, Berapa Jumlahnya ?



Adalah Badru, seorang penggembala kerbau dikampungnya. Setiap hari, ia menggembalakan kerbau-kerbau milik tetangganya. Hal ini ia lakukan, karena ia hanyalah seorang anak dari keluarga miskin. Mengenyam pendidikan sekolah, baginya adalah sebuah impian indah di siang hari. Yah, orang tuanya sudah tidak memiliki pekerjaan. Bahkan untuk penghidupan sehari-harinyapun, keluarga Badru mengandalkan kedermawanan warga yang lain.

Dengan tidak pernahnya Badru duduk bangku di sekolah, membuatnya sulit dalam mengembangkan kecerdasan otaknya. Membaca dan berhitung, adalah sesuatu yang menakutkan bagi Badru.

Pada suatu hari, ia menggembalakan sebanyak 8 ekor kerbau. Ia bawa kerbau-kerbau itu ke lapangan sepak bola yang ada dikampunya, dan sorenya ia mandikan kerbau itu di sungai, yang tepat berada di samping lapangan.

Setelah selesai memandikan, ia segera pulang. Langit terlihat mendung dan oleh karenanya, agar cepat sampai ke kandang kerbau-kerbau itu, ia menaiki salah satu kerbau dan berjalan paling belakang, sambil mengawasi kerbau-kerbanya. Ia menghitung jumlah kerbau yang ada didepannya. “Satu, dua, tiga, … empat,… lima, enam, tujuh,…… !!! Lho, kok Cuma tujuh ?“ ia cukup tersentak. Dan mengulangi kembali hitungannya. Untuk yang ke-dua kalinya, jumlah akhir yang terhitung adalah tujuh. Ia semakin panik. Ia turun, dan menghitung kembali. “Aha, jumlahnya ada delapan”ia kegirangan dan kembali naik ke atas kerbau.

Perjalanan semakin mendekati kandang hewan itu. Ia penasaran dan menghitung lagi kerbau yang baru saja ia gembalakan. Lagi-lagi, jumlahnya hanya ada tujuh. Ia bingung. “ Kok bisa ya menghilang lagi ? “ begitu pikirnya. Sampai tiga kali ia menghitung, tetap saja jumlahnya ada tujuh.

Saatnya kerbau-kerbau itu masuk ke kandanyanya. Badru dengan pikiran panik dan kacau, kembali menghitung sambil memasukan ke kandang. Ternyata, jumlahnya kembali ada delapan. Selesai memasukkan kerbau, ia berdiri cukup lama, mengenang peristiwa “aneh” yang baru saja menimpanya. Ia tak habis pikir, mengapa kerbaunya bisa menghilang dan ada kembali ?

Sahabat, tahukah mengapa hal itu bisa terjadi ?

Ternyata, ketika Badru menghitung sambil menaiki salah satu kerbaunya, kerbau yang ia naiki itu tidak terhitung. Namun, ketika ia turun, karena ia tidak menaiki salah satu kerbau, maka jumlahnya kembali delapan. Hehehehe ….

Nah,

Pernahkah kita seperti Badru ? Hm, jujur saja deh, tidak usah malu-malu. Kalau saya, sesekali pernah melakukan hal sama seperti Badru. Apa itu ? Dalam menghitung nikmat-nikmat yang Allah anugerahkan.

Ya, kadang saya merasa begitu mudah melihat dan menghitung nikmat orang lain. Ketika seorang teman mendapatkan penghasilan tinggi, saya dengan cepat berkata, “Hm, sungguh ia beruntung, padahal ia hanya lulusan SMU.” Dan masih banyak lagi kejadian dimana saya begitu mudah melihat dan menghitung nikmat atau keberuntungan yang didapatkan oleh orang lain. Sementara, nikmat dan keberuntungan diri sendiri tidaklah terlihat atau terhitung. Bagaimana dengan Anda ? Apakah nikmat-nikmat yang Anda peroleh dari Tuhan, selalu terhitung atau terlewat dalam setiap perhitungan ?

Sepertinya, kita harus “turun” agar bisa melihat nikmat-nikmat ini, sebagaimana Badru turun dari kerbau yang ia naiki, dan pada akhirnya bisa menghitung jumlah kerbau yang digembalakan.

Ya benar, kita harus “turun”. Turun artinya kita menengok ke bawah. Turun artinya kita melihat orang-orang yang jauh lebih menderita dari pada kita. Turun artinya kita memandang ke bawah untuk urusan keduniaan.

Cobalah sesekali Anda menonton acara Orang Pinggiran di Trans 7. Acara tersebut bisa dijadikan sebagai proses turun-nya kita untuk urusan nikmat keduniaan. Saya, beberapa kali dalam setiap episode, selalu menitikkan air mata. Air mata yang penuh kesyukuran dan air mata penuh perasaan empati yang semakin menjadi.

Hindarilah acara-acara yang justru mentertawakan penderitaan orang lain. Sebagai contoh (maaf) acara OVJ yang juga ditayangkan oleh Trans 7. Diacara itu, kita (katanya) terhibur dan tertawa ketika ada salah satu pemainnya menderita, bukan ? Menonton acara seperti ini, hanyalah membuat kita sulit untuk turun dan memandang nikmat yang telah Allah anugerahkan.

Sahabat,

“Turunlah” dan hitung nikmat-nikmat yang diperoleh setiap saat. Maka akan terlihat sempurnanya kehidupan ini, hampir tiada yang kurang. Ya, hidup dan kehidupan ini telah sempurna, karena Tuhan telah menyempurnakannya dengan wahyu yang Dia berikan. Hanya manusianyalah yang menjadikan ketidaksempurnaan ini. Karena manusianya yang enggan untuk turun dan hanya melihat apa yang ada di depan atau apa yang doperoleh oleh orang lain. Seperti Badru yang hanya menghitung kerbau yang tidak ia naiki, dan akibatnya, kerbaunya berkurang.

Akankah nikmat kita-pun berkurang karena kita tidak bisa melihat dan mensyukurinya ?



Salam SuksesBahagia !!!

KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

View Details
 

Labels

Popular Posts