• Blogger widget
  • Nice work
  • Aditya Subawa
Recent Posts

Sabtu, 28 April 2012

Membangun Keluarga Yang TANGGUH !!!


Jumat kemarin, 27 April 2012, saya memberikan khutbah di Masjid Marlina Bukhari Universitas Nasional PASIM. Tema yang saya sampaikan adalah mengenai keluarga. Mengapa tema ini saya pilih? Pertama, tanggal 17 April 2012 kemarin, usia pernikahan saya genap satu tahun. Sehingga dengannya, saya teringatkan kembali untuk membangun keluarga yang tangguh dengan berdasar kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Kedua, tampaknya perlu adanya sebuah evaluasi pada diri kita (khususnya jamaah shalat jum’at) mengenai perjalanan panjang sebuah ikatan rumah tangga (keluarga). Apa yang telah diraih dari ikatan yang suci ini. Ketiga, memberikan paradigm baru kepada yang belum menikah, untuk memutuskan, keluarga seperti apa yang kelak akan di bangun.

Adapun pembahasannya adalah mengenai tipe-tipe keluarga yang ada di tengah-tengah masyarakat kita. Bahwa dalam sebuah penelitian, terdapat enam tipe keluarga di masyarakat kita. Tipe-tipe keluarga ini, sekali lagi pada dasarnya adalah sebuah instropeksi dan melihat “ke dalam”. Baiklah, kita jabarkan satu per satu tipe-tipe keluarga itu.

Pertama, tipe keluarga hotel.Anda tahu hotel? Hotel adalah tempat sementara (transit) dan bukan tempat tinggal permanen. Kalau ada sebuah keluarga di mana sang suami (misalkan) pulang ke rumah hanya untuk tidur, makan, buang air, maka sebenarnya tipe keluarga ini bisa di sebut sebagai keluarga dengan tipe hotel. Slogannya adalah 3Ur: kasur, dapur, sumur. Atau 3K: kamar tidur, kamar mandi, kamar makan. Aha, apakah keluarga Anda bertipe hotel selama ini? Ayo, bertanyalah kepada diri sendiri, kemudian jawab dengan jujur.

Kedua, tipe keluarga rumah sakit.Dalam sebuah rumah sakit, biasanya terdapat pasien dan dokter. Pasien berkata kepada dokter, “Dok, saya sudah mencari kemana-mana seorang dokter yang dapat mengobati penyakit saya ini, dan setelah bertemu dengan dokter, ternyata dokterlah yang mampu mengobatinya.” Dengan arogannya sang dokter berkata, “Beruntung Anda bertemu saya, kalau tidak tentu Anda masih sakit.” Eh, si pasien balik jawab, “Justru kalau tidak ada saya, dokter tidak akan mendapatkan penghasilan!”

Apa maksudnya?  Model keluarga tipe rumah sakit adalah tipe keluarga yang didasarkan kepada politik balas jasa. Misalkan istri berkata, “Pah, papah jangan gitu ya, kalau saja papah tidak nikah dengan mamah, mana mungkin bisa masuk perusahaan bonafit seperti sekarang. Orang tua mamah kan yang membela papah untuk bisa masuk di perusahaan bonafit ini!” Suami balas berkata, “Lah, mamah kok juga gitu, tau ga mah, kalau tidak nikah dengan papah, mamah belum laku sampai sekarang!” Wow, sangat ironis bukan? Semoga Anda tidak menjadikan keluarga seperti rumah sakit, ada politik balas jasa.

Ketiga, tipe keluarga pasar.Di pasar ada penjual dan ada pembeli. Si penjual ingin menjual barang dagangannya setinggi mungkin, dan si pembeli ingin membeli dengan harga yang serendah-rendahnya. Si pembeli berkata, “Pokoknya, kalau harganya tidak turun, saya tidak jadi membeli!” Si penjual juga berkata, “Pokoknya harganya sekian, titik!” Keduanya menggunakan kata pokok. Saling mempertahankan egonya.

Keluarga, yang suami atau istrinya sering mengucapkan kata “pokoknya” maka akan sulit adanya sebuah kesepakatan bersama dalam rumah tangga. Si suami berkata, “Pokoknya, setelah menikah dengan papah, mamah tidak boleh bekerja, tidak boleh keluar rumah, tidak boleh ini-itu. Mamah pokoknya hanya menjadi ibu rumah tangga!” Si istri balik menyanggah, “Eh, pokoknya mamah gag mau seperti itu, mamah mau berkarir, mamah mau bekerja!” Waduh, jika keluarga Anda pernah terhiasi dengan kata “pokonya” maka, hindarilah jauh-jauh.

Keempat, tipe keluarga kuburan (grave). Ih, seremm,, ya memang. Kuburan menggambarkan kesepian yang membisu. Tidak ada kata-kata, tidak ada suara, selain ketegangan dan ketakutan yang melanda. Begitulah kira-kira keluarga yang tidak ada komunikasi di dalamnya. Tidak ada tegur sapa. Mungkin karena masing-masing sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri. Sehingga wajarlah jika, anak-anak mereka mengalami kesulitan berbicara. Karena tidak ada teladan atau suasana yang membuat anak mampu menguasai pembicaraan dan komunikasi.

Kelima, tipe keluarga sekolahan. Inilah tipe keluarga yang disarankan. Di dalamnya menganut konsep 3A: saling asah, saling asih, dan saling asuh.Saling asah, artinya saling mengasah pikiran sehingga akan tercipta wawasan yang luas. Suami melakukan sharing knowledge, istri juga demikian. Sehingga keluarga yang terbangun penuh dengan cahaya ilmu. Dampaknya, anak-anak mereka akan tercipta sebagai anak yang cerdas intelektualnya. Saling asih adalah saling mengasihi, dan ini adalah kunci untuk kelanggengan sebuah keluarga. Dan terakhir adalah saling asuh, artinya saling memberikan asuhan, penjagaan, saling menasehati.

Dan keenam, adalah tipe keluarga masjid. Inilah yang utama. Keluarga tipe masjid adalah keluarga yang berisi ketulusan yang sempurna, dan kesucian yang terjaga. Ketika kita akan ke masjid untuk melakukan shalat, tentu kita harus berwudhu dulu. Wudhu adalah lambang kesucian dan keikhlasan hati untuk beribadah. Begitulah keluarga yang tulus dan suci, mereka ikhlas dalam berumah tangga.

Tipe keluarga masjid juga menjunjung tinggi loyalitas dan totalitas. Keluarga sakinah adalah loyalitas. Suami atau istri menghindarkan diri dari godaan untuk berbuat selingkuh. Keluarga sakinah adalah bentuk totalitas curahan kasih dan sayang yang hakiki dengan landasan syar’i.

Keluarga bertipe masjid, memenuhi rumahnya dengan keselamatan, ketenangan, dan kedamaian, sebagaimana ucapan salam (assalamu’alaikum) yang mengakhiri ibadah shalat.

Sahabat,

Tentu saya berharap, kita terjauhkan dari tipe keluarga hotel, rumah sakit, pasar, dan kuburan. Dan kita meng-komitmen-kan diri untuk membangun keluarga bertipe sekolahan dan masjid. Sungguh, asmara (as-sakinah, mawadah, warahmah) tidak datang tiba-tiba, ia perlu diperjuangkan, ia perlu tindakan yang nyata, no only theory but real action.

Semoga Allah SWT, memberikan kekuatan kepada kita, untuk mendirikan keluarga yang tangguh, yaitu keluarga yang sarat dengan asah, asih, asuh, ketulusan, keikhlasan, loyalitas, dan totalitas. Amiin …

Bagaimana dengan Anda?



Salam SuksesBahagia !!!



Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia



View Details

Kamis, 26 April 2012

Gunakan Kesempatan Untuk Keberuntungan Hidup Yang Hakiki


Sahabat,

Artikel sebelumnya membahas mengenai “keberuntungan” yang merupakan fungsi dari “Kesiapan + Kesempatan”. Adapun kesiapan yang saya meksud kemarin adalah kesiapan mental yang terwujud dalam sosok manusia yang bertakwa. Artinya, ketakwaan merupakan modal utama untuk meraih keberuntungan dalam hidup.

Selanjutnya akan kita bahas mengena “kesempatan“ yang seperti apa yang juga akan menghantarkan kita kepada keberuntungan hidup.

Sebelum saya membahasnya, terlebih dulu akan saya samakan persepsi mengenai makna beruntung itu sendiri. Menurut saya, beruntung itu bukan dilihat dari sisi fisik, tapi dari sisi ruhiyah (jiwa). Artinya, manusia dikatakan beruntung jika jiwanya senantiasa mampu “berdamai“ dengan keadaan, sehingga pada akhirnya akan mendatangkan ridho dari-Nya untuk proses menjalani kehidupan ini. Sungguh, ridho dan kasih-sayang-Nya lah yang sebenarnya kita perlukan dalam hidup ini.

Berdamai dengan keadaan maksudnya adalah kita telah memilih dengan tepat respon yang diberikan terhadap masalah (stimulus). Kita berarti telah mampu mengoptimalkan ruang untuk memilih tindakan. Kita memilih pilihan yang menjadikan diri semakin terdewasakan dan semakin dekat kepada Tuhan.

Tidak banyak orang yang mampu berdamai dengan keadaan di luar kehendaknya. Nah, adalah sebuah keberuntungan yang hakiki jika kita mampu dengan segera mendamaikan hati dan pikiran untuk merespon keadaan di luar kehendak kita.

Sahabat,

Kembali ke formula keberuntungan. Kesempatan untuk hidup beruntung itu sangatlah banyak tersebar disekitar kita.

Sebagai contoh, ketika Anda sedang berhenti di lampu merah dengan berkendara, tiba-tiba ada pengemis yang mendekati, maka itu adalah kesempatan untuk berinvestasi amal akhirat, dengan memberinya sedikit uang. Bukankah itu akan mendatangkan keberuntungan dalam hidup?

Ketika Anda melihat orang bekerja banting tulang (istilahnya), sementara Anda bekerja di kantoran, maka itu adalah kesempatan untuk bersyukur atas apa yang dimiliki. Bersyukur mendatangkan keberuntungan. Dari pada selalu membandingkan diri Anda dengan yang lebih tinggi misalkan, itu hanya akan mendatangkan kepedihan hati tiada berujung (ceilee...).

Ketika Anda menyaksikan orang-orang dengan keterbatasan fisiknya, namun mampu berkarya, mungkin dalam karya seni musik, seni lukis, atau yang lainnya, itu adalah kesempatan bagi Anda untuk lebih mampu meningkatkan kualitas dalam berkarya dimanapun Anda berada. Artinya, dengan meningkatnya kualitas diri, maka akan semakin bernilailah Anda, dan itu akan mendatangkan keberuntungan.

Ah, terlalu banyak kesempatan-kesempatan Tuhan berikan kepada kita untuk kita optimalkan menjadi sesuatu yang bermakna, sesuatu yang mendatangkan keberuntungan. Semua itu akan terlaksana jika bekal yang pertama, kesiapan Takwa telah kita miliki dengan baik.

Sahabat,

Mari optimalkan kesempatan yang tersebar disekitar kita. Kesempatan yang menjadikan kita lebih merasakan makna hidup sesungguhnya. Bingkai dengan kesiapan Takwa. Maka keberuntungan hidup yang hakiki, akan kita raih. Bukankah itu yang kita dambakan?



Salam SuksesBahagia!!!



Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Rabu, 25 April 2012

Mitos "Keberuntungan"


Pertandingan leg ke-2 Liga Champion antara Barca vs Chelsea, akhirnya berakhir imbang dengan skor 2-2. Hasil tersebut mengantarkan Chelsea ke final Liga Champion 2012, dengan agregat 3-2 untuk Chelsea. Namun, hasil tersebut banyak menuai kritikan dan cemoohan. Chelsea disebut-sebut sebagai tim kacangan, tidak berani ‘keluar’ menyerang. Praktis kemenangannya itu dianggap hanya sebuah keberuntungan (lucky) belaka. Bayangkan saja, Barca menguasai penguasaan bola sampai 72%, dan Chelsea hanya 28%. Tentu hal ini mengundang kontroversi diberbagai kalangan.

Benarkah ada mitos keberuntungan dalam pertandingan sepak bola ? Atau juga dalam kehidupan manusia pada umumnya?

Sahabat,

Luckyatau keberuntungan adalah fungsi dari “kesiapan + kesempatan“. Artinya, kesiapan adalah modal utama untuk mencapai sebuah keberuntungan, dan kesempatan adalah hal berikutnya.

Kita perhatikan kedua tim yang tadi pagi bertanding.


Barca, (sebagai sebuah tim) secara teknis mereka telah memiliki kesiapan skill yang mumpuni. Namun ternyata tidak ada kesempatan untuk masuk ke jantung pertahanan Chelsea. Tapi mengapa Messi yang jelas-jelas memiliki kesempatan emas tidak mampu melesakkan bola ke gawang Chech? Nah, kalau Messi, ia tidak memiliki kesiapan “mental”. Lihat saja, hampir selama permainan, Messi tampak terlihat tertekan, seolah menanggung beban yang sangat besar. Ya bagaimana tidak, selama ini, keberhasilan Barca dalam setiap pertandingan selalu dikaitkan dengannya.

Sehingga yang namanya kesiapan, tidak hanya sebatas skill atau pengetahuan teknis, tapi juga perlu adanya kesiapan mental, bahkan, kesiapan mental itu jauh lebih penting dari segalanya.

Sementara Chelsea, sebagai tim besar mereka juga tentu telah menyiapkan diri dalam pertandingan bergengsi itu, dan mereka cerdik dalam memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Hasilnya, “keberuntungan” berpihak kepadanya. Namun perlu dicatat, keberuntungan tersebut bukanlah mitos tanpa ada sebuah upaya. Keberuntungan adalah hasil dari kesiapan dan adanya kesempatan (jauh lebih bagus, menciptakan kesempatan itu sendiri).

Sahabat,

Begitulah dalam kehidupan kita. Ketika kita berharap mendapatkan keberuntungan, maka yang harus kita lakukan adalah kesiapan diri dan menciptakan kesempatan untuk mengaktualisasikan kemampuan yang dimiliki.

Namun sebagaimana kasus Messi di atas, kita harus lebih memfokuskan diri untuk menyiapkan mental kita. Ya, mental sebagai pemenang peraih keberuntungan. Yaitu mereka yang senantiasa siap dengan segala kondisi yang menimpanya, tanpa dengan menyalahkan kondisi yang jauh dari apa yang diharapkannya.

Kesiapan mental berarti bagaimana kita mengolah hati dan pikiran kita untuk selalu dekat dengan-Nya. Ini penting ! Karena, Dialah sumber kekuatan. Cara untuk mendekatkan diri (hati dan pikiran) kepada-Nya adalah dengan memenuhi hak-hak-Nya.

Cobalah perhatikan kualitas komunikasi (ibadah) kita kepada Tuhan. Adakah rasa ketidak-tenangan ketika kita berbuat maksiat atau melanggar aturan-Nya. Maka jika rasa itu tidak kita miliki, berarti ada masalah besar dalam diri kita. Namun jika rasa itu kita miliki, artinya kita memiliki kedekatan dengan-Nya.

Oleh karena itu,

Bangun kesiapan mental diri dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Penuhi hak-hak-Nya. Penuhi panggilan-Nya. Patuhi aturannya. Contoh perilaku manusia pilihan-Nya. Sehingga kita memiliki energy yang tanpa kita sadari, tertanam dalam jiwa dan ruhiyah kita, dan menjelma menjadi mental manusia paripurna yang mulia (takwa). Jadi kesimpulannya, manusia yang memiliki mental yang kuat adalah manusia yang bertakwa !!! Karena ketakwaannya, ia dikuatkan oleh Tuhan dalam menjalani setiap persoalan hidup dan kehidupannya. Sehingga ia lebih siap dan mampu menciptakan serta memanfaatkan setiap kesempatan untuk meraih keberuntungannya itu.

Apakah kesempatan bergelimang di sekitar kita? Ya, benar! Apakah itu? Tunggu artikel selanjutnya ya ... [to be continue]


Salam SuksesBahagia !!!


Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia


View Details

Selasa, 24 April 2012

Ingatlah Tuhan Saat Kita Bahagia


Tersebutlah seorang pekerja sebuah proyek pembangunan apartemen di Jakarta. Dia sedang berada di bawah, sementara beberapa temannya masih berada di atas. Karena ada sesuatu yang harus di bawa ke atas, maka temannya yang di atas meneriaki pekerja tersebut. Namun karena terlalu jauh jaraknya, pekerja itu tidak mendengar setiap teriakan temannya yang di atas.

Melihat teriakannya tidak terdengar, maka temannya itu berinisiatif untuk ‘memancing’ pekerja itu dengan melemparkan koin uang seribuan. Ketika ada uang koin terjatuh, pekerja itu memungutnya dan melanjutkan aktivitasnya tanpa mendongak ke atas, untuk sekedar mengecek, dari mana asal uang koin itu. Hingga beberapa kali uang koin dilemparkan, pekerja itu tetap tidak mendongak ke atas.

Karena kesal, teman di atasnya akhirnya melemparkan sebagian batu bata, dan mengenai punggungnya hingga terasa sakit. Ia pun lalu menengok ke atas dengan perasaan kesal dalam kesakitan. Ia marah-marah, mengata-ngatai temannya yang di atas, dan berteriak, “Kalau ada perlu panggil dong, jangan pakai lempar batu bata segala.” Padahal, dari tadi ia diteriaki, dilempari uang, namun tidak ‘ngeh’ untuk mendongak ke atas.

Sahabat,

Adakah kita persis memliki perilaku seperti pekerja itu?

Aha, sepertinya demikian. Coba tengoklah ke dalam. Berapa sering kita tidak mendongakkan wajah ke atas untuk berdoa kepada-Nya? Bisa dikatakan kita lupa untuk berdoa, disaat hidup ini berjalan normal, penuh keberkahan, kabahagiaan, kesuksesan-kesuksesan, atau nikmat yang lainnya, karena merasa semua itu adalah sesuatu yang ‘mesti adanya’, sesuatu yang sudah layak adanya sebagai hasil dari usaha-usaha kita. Kita melupakan Tuhan.

Namun, ketika Tuhan melemparkan ‘batu bata ujian dan masalah’ maka kita segera memarahi-Nya, mengatakan Tuhan tidak adil, dan umpatan-umpatan lainnya. Atau lebih baik dari itu, ketika Tuhan melemparkan ‘batu bata ujian dan masalah’, baru lah kita mengingat-Nya, memohon kemudahan dari-Nya. Padahal, untuk menghadapi masalah, bukan memohonkan kemudahan, tapi memohonkan kekuatan, dan itulah yang terbaik.

Sahabat,

Haruskah Tuhan memberikan kita masalah untuk mengingat-Nya?

Tentu tidak, ya kan?

Dalam setiap kondisi apapun, suka-duka, bahagia-menderita, kita harus selalu mengingat-Nya. Rasulullah SAW bersabda :

Bermohonlah kepada Robbmu di saat kamu senang (bahagia). Sesungguhnya Allah berfirman (hadits Qudsi): "Barangsiapa berdo'a (memohon) kepada-Ku di waktu dia senang (bahagia) maka Aku akan mengabulkan do'anya di waktu dia dalam kesulitan, dan barangsiapa memohon maka Aku kabulkan dan barangsiapa rendah diri kepada-Ku maka aku angkat derajatnya, dan barangsiapa mohon kepada-Ku dengan rendah diri maka Aku merahmatinya dan barangsiapa mohon pengampunanKu maka Aku ampuni dosa-dosanya."

(Ar-Rabii')


Wallaua’lam …



Salam SuksesBahagia !!!

Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Senin, 23 April 2012

Menakar Kesabaran Diri


Allah SWT berfirman, yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga (diperbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

(Q.S. Ali ‘Imran [3] : 200)

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa untuk hidup beruntung, yaitu hidup yang SuksesBahagia, hendaklah kita bersabar atas setiap masalah dan halangan hidup, serta menguatkan kesabarannya itu. Artinya, ketika ada orang yang berkata,”Sabar itu ada batasnya” itu tidaklah tepat. Karena kesabaran itu sendiri ada kata kerja aktif, maksudnya, kesabaran adalah bagian dari proses perjalanan hidup dan kehidupan itu sendiri. Selama jiwa ini masih menyatu dengan raga, maka selama itu pula kesabaran menyertainya.

Kebalikan dari sifat sabar adalah keluh kesah. Menyalahkan keadaan atau kondisi yang menimpanya. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, begitu kira-kira gambaran orang-orang yang selalu mengeluhkan ketidakberuntungannya dalam menjalani hidup ini. Semestinya, ketika jatuh dan tertimpa tangga, kita segera mendirikan tangga itu sendiri agar kita bisa menaikinya dengan segera.

Sahabat SuksesBahagia,

Cerita di bawah ini, memberikan pelajaran berharga tentang konsep sabar dalam kehidupan. Setidaknya kita bisa melihat, dimanakah kadar kesabaran yang kita miliki ini? Dan, bagaimana kita semestinya menempatkan sabar dalam kehidupan ini?


Tersebutlah seorang alim yang sedang menunaikan ibadah haji di Baitullah. Ketika tawaf, tiba-tiba ia melihat seorang wanita yang bersinar dan berseri wajahnya. Ia berkata, ”Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah itu, hal ini karena pasti ia tidak pernah menderita dan bersedih hati.”

Tiba-tiba wanita itu mendengar apa yang diucapkan oleh orang alim itu. Kemudian wanita itu bertanya, ”Apa yang telah engkau katakan tadi wahai tuan? Demi Allah, aku tetap terbelenggu oleh perasaan dukacita dan luka hati karena derita, dan tak seorang pun yang mau mengalaminya seperti halnya diriku ini.”

Orang alim itu bertanya, ”Apa gerangan peristiwa yang telah membuatmu menderita?”
Wanita itu menjawab, “Pada suatu hari ketika suamiku sedang menyembelih hewan kurban dan aku memiliki dua orang anak yang sudah mulai pandai bermain dan yang satu lagi masih menyusu. Ketika aku terbangun dari tidur untuk membuat makanan, tiba-tiba anakku yang paling besar berkata pada adiknya, “Hai adikku, maukah aku tunjukkan kepadamu bagaimana ayah menyembelih kambing?”

Adiknya menjawab, “Mau.” Lalu dia suruh adiknya berbaring dan disembelihnya leher adiknya itu. Kemudian ia merasa ketakutan setelah melihat darah memuncrat deras dari leher adiknya dan berlari ke bukit yang mana di sana ia dimangsa srigala buas.  Lalu ayahnya pergi mencari anaknya itu hingga mati karena kehausan. Dan ketika aku letakkan bayiku untuk keluar menemui suamiku, tiba-tiba bayiku merangkak menuju periuk yang berisi air panas. Ditariknya periuk itu dan tumpahlah air panas  terkena ke badannya, maka melepuhlah seluruh tubuhnya. Dan kini, aku tinggallah sebatang kara di antara mereka semua, karena bayiku pun akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir karena kesakitan yang amat sangat.”

Lalu orang alim itu bertanya, “Bagaimanakah kesabaranmu menghadapi musibah yang sangat berat itu?”

Wanita itu menjawab, “Tidak ada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dan keluh kesah, melainkan ia menemukan di antaranya ada jalan yang berbeda. Adalah sabar, diiringi dengan tindakan lahir, maka hal itu baik dan terpuji akibatnya. Sementara keluh kesah, maka orang itu tidak akan mendapatkan apa-apa, sia-sialah perbuatannya, dan hanya menambah berat perasaannya.”

Sahabat SuksesBahagia,

Demikianlah cerita itu, cerita yang dapat dijadikan teladan dimana kesabaran sangat ditekankan oleh agama dan harus dimiliki oleh kita yang telah mengaku beriman kepada Allah, karena yang namanya cobaan atau musibah, tidak akan pernah luput dari kehidupan kita.

Allah SWT berfirman dalam hadis qudsi yang artinya:

“Tidak ada balasan  bagi hamba-Ku yang mukmin, jika Aku ambil kekasihnya dari keluarganya di dunia, kemudian ia bersabar, melainkan surga baginya.”

Begitu pula dengan keluh kesah, hal itu sangat dicela oleh agama dan hukumnya haram. Karena berarti dengan keluh kesah, kita mengeluhkan ciptaan-Nya, padahal, tidak ada yang sia-sia dengan ciptaan-Nya. Karena itu Rasulullah bersabda, “Tiga macam tanda-tanda kekafiran terhada Allah yaitu: merobek baju sambil meratapi mayit, berkeluh kesah, dan menghina nasab orang lain.”

Dan sabdanya pula, “Berkeluh kesah itu termasuk kebiasaan jahiliyah. Dan orang yang suka berkeluh kesah, jika ia mati sebelum bertaubat, maka Allah akan memakaikan pakaian untuknya dari uap api neraka.”

(HR. Ibnu Majah)

Semoga kita dijadikan Allah sebagai hamba-Nya yang ahli sabar (ash-shabirin).


Wallahua’lam …


Salam SuksesBahagia !!!


Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia


View Details

Jumat, 20 April 2012

Ratapan Gadis Kecil di Batu Nisan


Sahabat, di bawah ini akan saya kisahkan sebuah cerita ulama besar, Hasan al Bashri. Didalamnya penuh hikmah yang bisa kita ambil sebagai pedoman menuju hidup SuksesBahagia. Sukses semasa hidup di dunia, dan Bahagia tatkala hidup abadi di dalam surga, kelak di yaumul akhir. Mari kita simak bersama kisahnya.

Siang itu, kota Bashrah sedikit tertutup awan mendung. Tidak heran bila, siang itu udara yang biasanya panas berubah menjadi sangat sejuk. Sangat tepat bagi orang yang lelah untuk melepas penatnya sejenak selepas beraktivitas. Hasan Al-Bashri, ulama besar yang lahir di Madinah pada tahun 21 Hijriyah ini pun duduk-duduk di depan rumahnya yang sederhana. Tapi tiba-tiba lewat beberapa orang mengusung keranda jenazah. Hasan pun segera bergabung dalam iring-iringan pengantar jenazah tersebut.

Dari belakang tampak seorang gadis kecil berlari-lari kecil sambil menangis, menyusul iring-iringan itu. Ternyata, gadis itu adalah anak dari orang yang jenazahnya sedang diusung. “Ayah! Mengapa engkau begitu cepat menginggalkan aku!” rengek gadis kecil itu terus-menerus hingga selesai proses pemakamannya.

Saat semua sudah pulang, gadis itu masih berderai air matanya. Tidak heran bila dalam hati kecil Hasan Al-Bashri timbul perasaan iba terhadapnya yang telah merasa kehilangan kasih sayang ayahnya. Maka, ia putuskan untuk bertakziyah ke rumah gadis itu guna menghibur kepedihan yang baru saja dialaminya.
 
Esok harinya, tatkala Hasan Al-Bashri hendak ke rumah gadis kecil itu, ternyata dia sudah muncul melintas di depan rumah Hasan. Sambil menangis dan berteriak, ia menuju makam ayahnya. Hasan pun mengikutinya dari belakang, ingin mengetahui apa yang akan dilakukan gadis kecil itu.

Sesampai di depan makam ayahnya, gadis itu memeluk makamnya dengan pipi kanan diletakkan digundukan tanah merah sembari meratap. Dibalik persembunyiannya, Hasan mendengar apa yang diucapkan gadis kecil itu. “Ayah … malam tadi engkau terbaring sendirian dalam kubur yang gelap ini. Jika malam sebelumnya aku bisa menyalakan lampu untukmu, siapakah yang bisa menerangimu sekarang? Jika malam sebelumnya aku bisa menggelarkan tikar untuk alas tidurmu, siapakah sekarang yang menggelarkannya untukmu ayah? Jika malam sebelumnya aku bisa memijit-mijit ayah, siapakah sekarang yang memijitmu ayah?”

“Ayah … jika malam sebelumnya aku yang menyelimutimu tatkala engkau kedinginan, sekarang siapakah yang melakukannya untukmu? Jika malam sebelumnya ayah masih bisa memanggilku dan aku pun menjawab, lalu siapakah semalam yang engkau panggil dan siapa pula yang menjawabmu? Jika hari sebelumnya ayah minta makan dan memintaku menyiapkannya, apakah semalam ayah makan dan siapa yang menyiapkannya?”

Hasan, yang mendengarkan ratapan gadis itu, tak kuasa menahan air matanya. Maka dicobanya mendekati gadis kecil itu sembari member nasehat. “Wahai anakku, janganlah engkau ucapkan kata-kata seperti itu. Seharusnya engkau ucapkan kata-kataku ini: “Ayah, engkau telah ku kafani dengan kafan yang bagus, masihkah engkau memakainya? Kata orang shalih, kain kafan orang yang meninggal ada yang diganti dengan kain kafan dari surga dan ada pula yang dari api neraka. Manakah diantara kain kafan itu yang ayah kenakan?

“Ayah, kemarin aku telah meletakkan tubuhmu yang segar bugar dalam kubur. Masih bugarkah tubuh ayah sekarang? Ayah, para ulama mengatakan, semua manusia akan ditanya tentang keimanannya. Ada yang bisa menjawab dengan lancar, namun ada pula yang tak mampu menjawabnya. Apakah ayah bisa menjawab atau hanya diam membisu?”

“Ayah, katanya kuburan itu bisa menjadi luas atau bertambah sempit tergantung amal penghuninya sewaktu hidup di dunia. Bahkan, katanya kuburan itu bisa merupakan secuil taman surga, namun bisa juga merupakan lubang besar menuju neraka. Apakah kuburan ayah sekarang ini bertambah luas atau semakin menyempit, taman surga atau lubang neraka?”

Hasan membelai gadis itu sembari mengajarkan kata-kata yang tepat untuk ayah gadis kecil yang telah almarhum itu, dengan penuh kasih sayang kebapakan. Kemudian ia melanjutkan kata-katanya,

“Ayah, katanya liang kubur bisa menghangati mayat sebagaimana pelukan seorang ibu kepada anaknya, tetapi bisa juga seperti lilitan ular yang dapat meremukkan badan atau tubuh mayit. Bagaimanakah keadaan tubuh ayah sekarang?”

“Ayah, katanya orang yang berada dalam kubur itu ada yang menyesali, mengapa sewaktu hidup di dunia tidak memperbanyak amal shalih dan ada yang menyesali mengapa dulu melakukan maksiat. Apakah ayah termasuk yang menyesali perbuatan maksiat atau karena sedikit melakukan amal shalih?”

“Ayah, dulu setiap aku memanggilmu, engkau selalu menjawab. Namun kini, setiap aku memanggil, engkau tak akan pernah menjawab. Kini kita telah terpisah dan tak akan bertemu sampai hari kiamat. Semoga Allah tidak menghalangi perjumpaanku denganmu, ayah ….”

Gadis kecil itu pun terdiam sejenak. Tak lama kemudian ia berkata,”Nasihat tuan sangat baik sekali. Saya menyampaikan terima kasih banyak.”

Setelah berucap demikian, gadis itu mendoakan ayahnya dengan lembut tanpa ratapan. Kemudian Hasan Al-Bashri mengajaknya pulang. Di rumah, gadis kecil itu makin tekun beribadah dan tumbuh menjadi muslimah yang taat dan rendah hati.

Sahabat,

Hikmah apa yang bisa kita ambil dari kisah tersebut di atas? Ya, itu adalah nasehat untuk kita juga. Bahwasannya kita akan kembali pulang menuju tempat asal kita. Kehidupan kita ini ibarat sebuah lingkaran yang berawal pada satu titik, semakin lama semakin jauh, namun semakin mendekati dan menuju titik awal dari mana kita memulainya.

Oleh karenanya, bukan kapan kita akan kembali ke titik awal, dimana kita kembali ke titik awal. Namun, sedang dalam perbuatan atau amalan apa kita tiba di titik awal, dan bekal apa yang kita bawa untuk kehidupan yang sesungguhnya?

Wallahua’lam. Semoga menjadi alat muhasabah diri, agar senantiasa menyiapkan diri untuk berjumpa dengan-Nya.


Salam SuksesBahagia !!!

Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia


View Details

Kamis, 19 April 2012

Sandarkan Diri Kepada-Nya

Ketika semasa kuliah dan aktif di kegiatan kemahasiswaan (BEM), dalam pencarian dana kegiatan sosial, kami selalu menyandarkan diri dengan orang-orang yang tekenal pada waktu itu. Misalkan anggota dewan, ketua LSM, bahkan ketua Parpol. Sehingga pada saat pengajuan ke beberapa lembaga, kami akan mendapatkan kemudahan dan sekaligus pencairan dana tersebut, tanpa harus menunggu lama. Istilah kami pada waktu itu adalah “atas referensi dan rekomendasi”.

Berbeda jika kami meminta bantuan dana tanpa adanya referensi atau rekomendasi dari tokoh-tokoh terkenal, kami akan kesulitan untuk mendapatkan dana yang kami ajukan, bahkan, untuk masuk dalam daftar waiting list pun susah sekali. Artinya, “penyandaran diri” terhadap orang atau tokoh yang memiliki kekuasaan, akan membantu kelancaran proses, untuk apapun itu.

(misalkan melamar pekerjaan, ketika ada referensi salah seorang manajer di dalam PT tersebut, tentu akan menjadi prioritas untuk proses rekrutment)

Nah, begitu pun seharusnya dalam menjalani kehidupan ini, kita harus menyandarkan diri kepada sesuatu yang memiliki kekuasaan dan kemahaan. Sehingga, hidup yang kita jalani, akan lebih “lancar” dan penuh barakah.


Siapakah yang memiliki kekuasaan dan kemahaan selain Allah SWT? Tidak ada, bukan? Maka, seyogyanya kita menggantungkan atau menyandarkan diri kita ini hanya kepada Allah SWT, untuk hidup yang senantiasa berada dalam kemudahaan dan kebarakahan. Allah sendiri telah berfirman:

“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”

(Q.S. Al-Ikhlas [112] : 2)

Bagaimana bentuk peyandaran kita kepada-Nya?

Awali setiap aktivitas kita dengan mengucap al-basmalah, BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM. Kalimat al-basmalah adalah bentuk pertama peyandaran diri kepada-Nya. Bismillahirrahmaanirrahiim artinya adalah “dengan menyebut nama Allah, Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang”. Dengan menyebut nama Allah, berarti kita menjadikan Allah sebagai referensi dan rekomendasi dalam menjalankan aktivitas.

Hum, sudahkah kita selalu menyandarkan diri ke Yang Maha Pengasih dan Penyayang?

Jika belum, segeralah untuk memulainya. Tidak ada kata terlambat. Penyandaran diri kepada-Nya akan menjadikan hidup lebih berkualitas, lebih bermakna, diberikan solusi kehidupan, kemudahan, keberkahan, sehingga SuksesBahagia.

Sandarkanlah diri kita, sandarkanlah setiap aktivitas dan kegiatan kita, dengan menyebut asma-Nya, BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIMI …


Salam SuksesBahagia !!!


Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia



View Details

Senin, 16 April 2012

Pesan Nabi dalam Riyadhus Shalihin


Sahabat SuksesBahagia,

Begitu banyak contoh konsep hidup menuju kesuksesan di dunia dan kebahagiaan di akhirat yang telah Rasulullah contohkan. Beliau adalah guru kehidupan yang wajib kita teladani gerak langkahnya semasa hidup. Sirah-nya mewariskan sebuah visi hidup menuju kesempurnaan dan kemuliaan dihadapan-Nya.

Pada postingan kali ini, saya akan menyampaikan sekelumit sirah Rasulullah, yang saya ambil dari kitab Riyadhus Shalihin, Bab Haram Berdusta, no hadits 5. Didalamnya terdapat konsep hidup menuju kesuksesan dan kebahagiaan yang hakiki.

Dari Samurah bin Jundub ra., ia berkata: Rasulullah SAW sering bertanya kepada para sahabatnya: “Adakah salah seorang diantara kalian yang bermimpi?” Maka para sahabatpun menceritakan kepada beliau apa yang diimpikannya.

Pada suatu pagi, beliau bersabda kepada kami:” Tadi malam ada dua orang yang mendatangiku dan berkata,”Marilah kita pergi,” dan akupun pergi bersama kedua orang itu. Di dalam perjalanan itu, kami mendapatkan seseorang yang berbaring, didekatnya ada seseorang lagi yang berdiri dengan memegang batu yang cukup besar, lantas ia memukul-mukulkan batu itu kepada orang yang berbaring, sehingga remuklah kepala dan batu itu menggelinding kesana-kemari. Setelah kepala yang remuk itu pulih kembali, maka orang yang berdiri itu mengambil batu tersebut dan berbuat seperti apa yang diperbuat sebelumnya. Aku bertanya kepada kedua orang itu:”Maha Suci Allah, apakah ini?” Tetapi kedua orang itu berkata kepadaku,”Marilah kita pergi, marilah kita pergi.” Maka kamipun melanjutkan perjalanan.


Kemudian saya mendapatkan seseorang yang terbaring terlentang, sedang didekatnya ada orang lain yang berdiri dengan memegang semacam gergaji dari besi, kemudian ia membelah salah satu sisi mukanya yaitu dari mulut sampai tengkuknya, dari hidung sampai tengkuknya, dan dari mulai mata sampai tengkuknya, kemudian pada sisi muka yang lain dengan perlakuan yang sama dengan sisi muka yang pertama. Apabila telah selesai, maka muka itu utuh kembali dan apabila sudah utuh, maka diperlakukan lagi seperti sebelumnya. Aku bertanya,”Maha Suci Allah, siapakah orang-orang itu? Tetapi kedua orang itu berkata,” Marilah kita pergi, marilah kita pergi.” Maka kamipun melanjutkan perjalanan.

Kemudian kami mendapatkan semacam tungku yang sangat besar dan aku mendengar bahwa di situ ada ribut-ribut dan suara-suara yang mengerikan, kemudian aku melihatnya, dan disitu ada orang-orang laki-laki dan perempuan yang telanjang serta dinyalakannya api dari bawah. Apabila api itu didekatkan kepada mereka, maka menjeritlah mereka itu. Aku bertanya,”Siapakah mereka itu?” Tetapi kedua orang itu berkata,” Marilah kita pergi, marilah kita pergi.” Maka kamipun melanjutkan perjalanan.

Kemudian kami mendapatkan sungai yang berwarna merah seperti darah dan di dalam sungai itu ada orang yang sedang berenang dan ditepi sungai ada orang yang mengumpulkan batu. Apabila orang yang berenang itu sudah sampai di tepi, maka orang yang mengumpulkan batu itu mendekatinya, kemudian ia membuka mulutnya lantas ia masukan batu itu ke dalam mulutnya. Setelah itu ia kembali berenang dan kembali lagi ke tepi. Setiap kali ia kembali ke tepi, ia membuka mulutnya lantas dimasukannyalah batu itu ke dalam mulutnya. Aku bertanya,”Siapakah orang-orang itu?” Tetapi kedua orang itu berkata,” Marilah kita pergi, marilah kita pergi.” Maka kamipun melanjutkan perjalanan.

Kemudian kami mendapatkan seseorang yang sangat kejam dan didekatnya ada api yang menyala dan ia selalu mengelilinginya. Aku bertanya kepada kedua orang itu,”Siapakah ini?” Tetapi kedua orang itu berkata,” Marilah kita pergi, marilah kita pergi.” Maka kamipun melanjutkan perjalanan.

Kemudian kami mendapatkan sebuah taman yang luas, disitu penuh dengan berbagai macam bunga dan ada orang tinggi hamper saja aku tidak bisa melihat kepalanya karena sangat tingginya, dan disekitar itu banyak anak yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Aku bertanya kepada kedua orang itu,”Siapakah orang itu dan siapakah anak-anak itu?” Tetapi kedua orang itu berkata,” Marilah kita pergi, marilah kita pergi.” Maka kamipun melanjutkan perjalanan.

Kemudian kami mendapatkan sebuah pohon yang sangat besar dan sangat indah yang belum pernah aku lihat ada pohon yang besar melebihi pohon itu. Kedua orang itu berkata kepadaku,”Marilah kita naik.” Maka kami pun menaiki pohon itu.

Kemudian kami mendapatkan sebuah istana yang terbuat dari batu emas dan permata, kami mendekati dan mengetuk pintu gerbang istana itu, lantas, dibukalah pintu itu dan kami pun masuk ke dalamnya. Di situ kami disambut oleh orang-orang yang sangat tampan, tetapi ada juga orang-orang yang sangat jelek. Kedua orang itu berkata kepada orang-orang jelek,”Pergi dan mandilah di sungai itu.” Disitu memang terdapat sungai yang melintang dimana airnya sangat jernih. Maka mereka pun pergi dan mandi di sungai itu. Setelah selesai mandi, mereka datang kepada kami dan mereka sudah tidak jelek lagi, bahkan mereka sangat tampan. Kedua orang yang membawa aku berkata,” Ini adalah surga ‘Adn dan inilah tempat tinggalmu nanti.”

Kemudian aku melihat ke atas dan kulihat sebuah mahligai seperti awan putih. Kedua orang itu berkata kepadaku,”Inilah tempat tinggalmu.” Aku berkata kepada kedua orang itu,”Semoga Allah selalu memberkahi kalian berdua, tinggalkanlah aku, karena aku akan masuk ke dalam mahligai itu.” Kedua orang itu berkata,”Kalau sekarang belum saatnya kamu memasukinya.”

Aku berkata kepada kedua orang itu,”Sejak tadi aku melihat beberapa keajaiban, maka apakah arti sebenarnya keajaiban-keajaiban itu?” Kedua orang itu berkata kepadaku,”Kini akan aku terangakan kepadamu.

Yang pertama, seseorang yang kepalanya di pukuli dengan batu, itu adalah seseorang yang mempelajari dan mengerti al-Quran kemudian ia tidak mengamalkan isinya, dan orang yang suka meninggalkan shalat fardhu.

Yang kedua,orang yang dibelah dari mulut sampai ke tengkuknya, itu adalah orang yang suka membuat berita bohong sehingga berita itu sampai tersiar kemana-mana.

Yang ketiga,orang laki-laki dan perempuan yang telanajang di atas semacam tungku, mereka adalah orang-orang yang berbuat zina baik laki-laki maupun perempuan.

Yang keempat, orang yang berenang di dalam sungai kemudian dimasukanlah batu ke dalam mulutnya, ia adalah orang yang makan riba.

Yang kelima,orang yang sangat tinggi yang berada di taman, ia adalah Nabi Ibrahim, adapun anak-anak yang berada disekitarnya adalah anak-anak yang mati dalam keadaan bersih (anak-anak yang mati ketika masih kecil)

Yang keenam,orang yang sebagian sangat tampan dan sebagian jelek adalah mereka yang mencampur-adukkan amal saleh dan perbuatan jahat, kemudian Allah mengampuni dosa-dosanya.”

(H.R. Bukhari)

Sahabat SuksesBahagia,

Semoga hadits di atas memberikan hikmah dan pelajaran kehidupan bagi kita semua. Temukan didalamnya, dan amalkan untuk kehidupan lebih bermakna, kehidupan penuh kesuksesan dan kebahagiaan yang hakiki. Sungguh, kebahagiaan yang hakiki adalah disaat kita berada di dalam surga-Nya bersama para nabi dan orang-orang shalih. Amiin …


Wallahua’lam



Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia

View Details

Jumat, 13 April 2012

Investasikan Hari Ini Untuk Surga di Akhirat

Jam 03.00 anak saya terbangun, menangis, minta ASI. Saya perhatikan anak saya yang sedang minum ASI. Hum, tak terbayangkan jika saya bisa memiliki anak secantik dia (hehehe). Lama, sengaja saya memuaskan hati ini dengan terus memandang wajah polos anak saya itu yang baru berusia 40 hari.

Lama memandangnya, tiba-tiba pikiran saya menerawang jauh perjalanan seorang manusia. Perjalan dari segumpal darah sebagaima difirmankan-Nya:

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. 

(Q.S. Al-Hajj [22]: 5)

Lalu terlahir dari seorang ibu hingga memiliki pendengaran, penglihatan, dan perasaan (hati).


Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

(Q.S. An-Nahl [16]: 78)

Hingga diwafatkan dan dibangkitkan-Nya. Allahu Akbar !!! 

Jika direnungkan, untuk apa kehidupan di dunia ini? Jika bukan untuk menjalankan amanah-Nya sebagai khalifah di muka bumi ini dan sebagai seorang hamba yang harus beribadah.

Jika direnungkan, untuk apa harta yang kita kejar-kejar? Jika bukan untuk diinfakkan dijalan-Nya sebagai berntuk jual-beli dengan-Nya. Disedekahkan bagi mereka yang berhak mendapatkannya. Namun banyak manusia yang terlena dengan harta yang dimilikinya. 

Jika direnungkan, untuk apa tahta atau jabatan yang kita dambakan? Jika bukan untuk menyeru manusia ke jalan yang diridhai-Nya. Namun ada saja manusia yang menjadikan tahtanya untuk kesenangannya bahkan menyengsarakan manusia lainnya.

Kita semua akan kembali kepada-Nya. Dimintai pertanggungjawabannya. Atas umur yang diberikan-Nya, harta yang dilimpahkan-Nya, dan nikmat-nikmat yang lainnya.

Kehidupan di dunia ini sementara. Benar ! Sangat sementara kalau tidak dikatakan sangat singkat. Kehidupan di dunia ini hanyalah permaian dan senda gurau belaka.

Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.

(Q.S. Al-Ankabut [29]: 64)

Sementara kehidupan sesungguhnya adalah di akhirat kelak. Sudahkah kita menyiapkan diri dengan berinvestasi amalan hasanah untuk hidup yang abadi?

Sahabat,

Hidup ini harus diorientasikan untuk akhirat. Buat visi kehidupan di akhirat. Hanya ada dua pilihan, kebahagiaan (SURGA) atau kesengsaraan (NERAKA). Tidak ada diantaranya. 

Disaat Allah memberikan kita kehidupan di hari ini, investasikan hari ini untuk kehidupan akhirat. Hiduplah hari ini saja. Sukseskan hari ini dengan menjadi hamba yang bertakwa. Tak perlu galau dengan hari kemarin yang penuh dengan kekurangan, atau risau dengan hari esok yang masih berbentuk bayangan. Kita hidup hanya hari ini.


Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita. Amiin ...




Salam SuksesBahagia !!!




Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia


View Details

Kamis, 12 April 2012

Hidup Sukses-Bahagia

Di setiap kelas training, saya selalu bertanya kepada para peserta, apa yang diinginkan dari kehidupan ini. Dan hampir semua menjawab, “Ingin sukses dan bahagia !” Lalu saya melanjutkan, apa indikasi kebahagiaan yang didapatkan? Sejenak, mereka diam berpikir, dan saya menebak, mereka sulit mendeskripsikan parameter kebahagiaan yang mereka dapatkan. Karena ketika mereka menjawab kebahagiaan itu dapat dirasakan ketika memiliki banyak uang, saya bertanya lagi, berapa banyak ? Satu juta, satu miliar, satu triliun, dan seterusnya, mereka geleng-geleng kepala. Ketika mereka mengatakan bahagia ketika memiliki pasangan hidup yang cantik atau ganteng, saya bertanya, bahagiakah Anda ketika pasangan Anda tersebut ada yang “mengganggu” ? Lagi-lagi mereka terdiam dan geleng-geleng kepala, berarti, mereka tidak mendapatkan kebahagiaan, mereka was-was dan takut. 

Lalu apa indikasi kebahagiaan dan dimanakah kebahagiaan itu ?

Harta kekayaan, pangkat (tahta), dan wanita (pasangan hidup) ternyata tidak dapat dijadikan sebagai indikator kebahagiaan seseorang. Akan ada selalu perasaan yang mengganjal, perasaan was-was atau takut, dan hidup-pun tidak tenang, tidak tenteram, tidak bahagia.

Ada seorang general manajer disebuah perusahaan, dalam satu bulan dia mendapatkan penghasilan lebih dari 20 juta. Namun hingga menginjak usia 65 tahun, dia belum juga menunaikan salah satu perintah Allah, yaitu menunaikan ibadah haji. Padahal secara perhitungan matematika, penghasilan satu bulannya itu, bisa saja mengantarkan diri dan keluarganya setiap tahun untuk beribadah haji ke Baitullah. Ketika ditanya mengapa belum juga menunaikan ibadah haji, dia menjawab,


“Bagaimana mungkin saya bisa naik haji. Pendapatan saya tidak cukup untuk menghidupi keluarga dalam satu bulan. Rekening listrik mencapai 2,5 juta-an, telephon 2,2 juta, untuk makan mencapai 5 juta, belum lagi biaya istri ke salon, anak-anak sekolah. Wah pokoknya tidak cukup untuk biaya naik haji saya. Saya juga pusing mengatur keuangan keluarga neeh. Selain itu, saya tidak punya waktu untuk pergi naik haji.”

Bahagiakah dia ? Tidak. Dia tidak merasakan kebahagiaan. Dia selalu merasa kekurangan. Bahkah untuk kebutuhan spiritual ibadah haji, yang padahal dengan ibadah tersebut, manusia akan menemukan jati dirinya dengan segala kesadaran tingkat tinggi dan merasa dekat dengan Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, dia tidak bisa mengalokasikannya.

Lalu ada seorang Guru PNS yang gaji sebulannya hanya mencapai 2 juta. Diusianya yang 65 tahun, dia sudah menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Anak sulungnya sedang menyelesaikan desertasi pada Program Magister Manajemen. Anak kedua baru saja menyelesaikan program strata satunya, dan yang bungsu baru masuk di perguruan tinggi ternama. Ketika ditanya, ko bisa dengan pendapatan yang pas-pasan mampu menunaikan ibadah haji dan menyekolahkan anak-anak hingga ke jenjang tinggi? Dia menjawab:

“Saya punya visi hidup untuk hidup sukses dan bahagia. Visi hidup saya ini selalu saya pegang teguh pada saat dan kondisi apapun. Hidup saya sukses, ketika mampu menjadi hamba Tuhan yang taat dengan menjalankan apa yang disariatkannya, seperti ibadah haji sebagai rukun yang kelima dari agama yang saya anut. Saya bahagia ketika mampu membahagiakan orang yang dicintai seperti istri dan anak-anak. Sehingga sebisa mungkin saya membimbing anak-anak saya untuk menjadi manusia tangguh dengan memfasilitasinya untuk mengenyam pendidikan di jenjang yang lebih tin ggi. Adapun penghasilan yang sepertinya tidak cukup untuk menafkahi keluarga apalagi sampai menunaikan ibadah haji, saya jadikan penghasilan tersebut sebagai sarana untuk mendulang rizki lebih banyak lagi. 

Maksudnya adalah saya selalu menginfakkan 10% dari penghasilan saya. Saya yakin Tuhan akan membalasnya sebanyak 700 kali lipat. Memang tidak dalam bentuk uang langsung, tapi coba lihat, anak sulung saya mampu menyelesaikan S2 nya karena dia  mendapatkan beasiswa prestasi. Begitu juga yang kedua dan ketiga, mereka mendapatkan beasiswa, baik dari pemerintah atau daru perusahaan sponsor. Ini artinya, prestasi yang diperoleh anak-anak saya adalah wujud dari pahala 700 kali lipat yang Tuhan anugerahkan kepada saya. “

“Sementara untuk menunaikan ibadah haji, saya sudah menyiapkan segala sesuatunya sejak menikah dengan selalu menabung minimal satu bulan 10 ribu. Dan tahun kemarin, uang tabungan saya terkumpul cukup untuk biaya akomodasi dan segala keperluan selama barada di Kota Makkah.”

Apakah dia bahagia? Bahagia! sebagaimana telah disebutkannya, bahwa ketika dia mampu mengantarkan anak-anaknya mengenyam pendidikan tinggi, itulah kebahagiaannya. Disamping itu, dia juga mengatakan dirinya sukses, sukses sebagai hamba Tuhan yang taat.

Dari kisah dua orang di atas, ternyata sukses dan bahagia berada di dalam hati. Maka tidak salah ketika ada sebuah ungkapan doa,”Ya Allah, jadikanlah dunia dalam genggaman tanganku, tapi jangan Kau masukkan ke dalam hatiku.” Karena ketika dunia masuk ke dalam hati, akan sulit merasakan kesuksesan dan kebahagiaan. Tidak akan pernah merasa puas. Selalu merasa kurang dan kurang. Rasul bersabda, “Ketika manusia mendapatkan dua lembah emas, maka dia akan berharap untuk mendapatkan lembah emas yang ke tiga.” Berbeda ketika dunia berhenti sampai di dalam genggaman tangan, hati akan tersucikan. Dan munculah benih kesyukuran dan kesabaran, sampai pada akhirnya, hati akan merasa tenteram dan hidup-pun akan terasa lebih sukses.

Kesadaran akan pentingnya hati yang dipenuhi oleh kesyukuran dan kesabaran perlu dimiliki oleh kita yang menginginkan hidup SuksesBahagia dunia dan akhirat, karena memang tujuan kita hidup di dunia adalah untuk mendapatkan kebahagiaan.

Syukur, merupakan ungkapan terima kasih kepada Tuhan. Insan yang bersyukur menyatakan diri mereka merasakan tingginya perasaan positif, kepuasan hidup, semangat hidup, dan pengharapan baik di masa depan. Mereka juga mengalami kemurungan dan tekanan batin dengan kadar rendah.

Pribadi-pribadi yang bersyukur juga memiliki sifat materialistis yang rendah. Mereka tidak begitu menaruh perhatian penting pada hal-hal yang bersifat materi. Mereka cenderung tidak menilai keberhasilan atau keberuntungan diri mereka sendiri dan orang lain dari jumlah harta benda yang mereka kumpulkan.

Yang jelas, insan yang pandai bersyukur akan mendapatkan tambahan nikmat dari Tuhan serta jauh dari azab dan murka-Nya, inilah kemudian saya mengatakan bahwa mereka adalah insan yang SUKSES. Hal ini diungkapkan dalam Al-Quran sebagai berikut :

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Al Quran, Ibrahim, 14:7).

Sementara sifat kesyukuran mengantarkan kita kepada kesuksesan, maka sifat sabar akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan.

Ada banyak definisi mengenai sabar. Dari bebrapa referensi yang saya dapatkan, sedikitnya ada tujuh definisi mengenai sabar, yaitu sebagai berikut:

  1. Sabar adalah menunda respons, tidak langsung nyambar. Ini juga kunci dari kecerdasan emosi. Stimulus yang masuk ke thalamus untuk masuk neokortex butuh waktu sekitar 6 detik. Kalau belum 6 detik akan dibajak oleh amikdala (pusat emosi di otak )
  2. Sabar adalah menyatukan badan dan pikiran di satu tempat.
  3. Sabar yaitu kata kerja aktif bukan pasif. Sabar sangat cocok dalam dunia bisnis, sabar itu aktif bukan berdiam diri dan dilakukan sampai berhasil. Ketika ada stimulus, jangan langsung dikasih respons kita pause dulu terutama pada stimulus yang berbahaya, yang menyebabkan kita marah. Rumusnya adalah SPP : STOP, PIKIR, PILIH.
  4. Sabar adalah menyesuaikan tempo kita dengan tempo orang lain.
  5. Sabar adalah menikmati prosesnya tanpa terganggu hasil akhir. Orang yang sabar adalah orang yang menjalani prosesnya. Yang lebih nikmat dalam hidup ini adalah prosesnya bukan hasilnya. Jangan terpaku pada hasil, karena hasil itu di luar kita, itu adalah urusan Tuhan. Sabar jangan hanya saat susah tapi saat senang juga. Orang sabar pasti kaya, minimal kaya bathin.
  6. Sabar adalah hidup selaras dengan hukum alam, bisa jalan sesuai dengan tarian alam semesta, ritme alam semesta. Kalau kita grusa - grusu yang harus dilakukan adalah DUDUK MEDITASI (selama kurang lebih 10 menit ) fokuskan pada nafas kita.
  7. Sabar yakni melakukan SATU HAL DI SATU WAKTU.
Dari tujuh pengertian di atas, pengertian sabar yang maknanya menunjukkan sebuah kebahagiaan adalah pengertian yang ke-lima, bahwa sabar dalam menikmati setiap proses kehidupan. Sebab, ketika kita tidak mampu menikmati proses perjalanan kehidupan ini, kebahagiaan akan sulit didapatkan.

Insan yang mampu menikmati proses kehidupan adalah insan yang mengimani ke-Mahaan Allah SWT. Dengan sifat ini, dia akan semakin dekat dengan Tuhannya, dan hasil dari kedekatannya itu, Tuhan akan memberikan ketenangan hati. Ketenangan hati inilah yang kemudian akan mendatangkan rasa kebahagiaan, karena kegelisahan sirna dari hidup dan kehidupannya.


Salam SuksesBahagia !!! 


Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia

View Details
 

Labels

Popular Posts