Senin, 06 Februari 2012

Belajar Kehidupan kepada Muhammad SAW



Peringatan Maulid (kelahiran) Nabi Muhammad, dirayakan dengan beragam acara dan kegiatan. Ada yang melakukan ‘perenungan’ dengan tabligh akbar (tema biasanya adalah meneladani ahlak Rasulullah), shalawatan (barjanji, yaitu membacakan kisah kehidupan Rasulullah. Meskipun pada pelaksanaannya, banyak diantara jamaah yang tidak mengerti atau memahaminya), atau acara-acara lainnya sesuai dengan adat warga setempat (dalih pelaksanaannya adalah melestarikan “kearifan local”). Namun yang paling ‘memalukan’ dan sepertinya hampir setiap tahun terjadi adalah kericuhan dikala acara perebutan makanan yang disediakan oleh panitia (nasi tumpeng). Bahkan diberitakan kemarin, nenek-nenek sampai terinjak dan jatuh tersungkur hanya demi ‘ngalap berkah’ dari makanan yang didoakan.

Ah, jika Rasul mulia mengetahui hal itu, tentu beliau akan sangat gerah. Selain peringatan ‘ulang tahun’ tidak disyariatkan, peringatan-peringatan didaerah adalah bentuk akulturasi budaya. Ada kesan, Islam itu bisa ‘dibiaskan’, yang penting warga senang. Saya faham betul dengan ‘fikih dakwah’ yang dilakukan oleh para Wali (terutama di Jawa) yang dikondisikan dengan budaya setempat. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana dengan generasi pendakwah sekarang ?

Sudahlah, sepertinya tidak perlu untuk mencari ‘kambing hitam’. Toh tanggal kelahiran Rasul juga masih banyak perdebatan. Namun, mengenang sosok Nabi Muhammad adalah sesuatu yang harus selalu dilakukan, tanpa menunggu tanggal kelahirannya. Termasuk ‘meneladani ahlak Rasulullah’ pun tidak harus di bulan Rabi’ul Awwal ini. Setiap saat, setiap waktu, kapanpun, dan dimanapun, kita sebagai umat muslim, mengenang dan meneladani untuk kemudian diaplikasikan bagaimana cara Rasulullah ‘hidup’ di dunia ini.

Sahabat,

Mari kita selalu ‘mengkiblatkan’ diri kita kepada Rasulullah Muhammad SAW. Mengkiblatkan diri dalam arti bagaimana seyogyanya kita menjalani kehidupan ini. Sungguh, tidak hanya kehidupan yang bahagia yang Rasul jalani, kehidupan penuh kegetiran pun pernah beliau alami. Maka, temukan caranya bagaimana beluai menjalani kegetiran-kegetiran hidup, yang kadang juga menghantui pikiran kita. Pada akhirnya, kita akan menjadi ummatnya yang ‘sempurna’. Sempurna dalah ikhtiar, sempurna dalam tawakal, sempurna dalam kesabaran, sempurna dalam keikhlasan, sempurna dalam menyikapi setiap permasalahan untuk tetap menjadi indah.

Sahabat,

Kenanglah saat beliau berdakwah di Thaif. Bagaimana beliau mampu memiliki kesempurnaan dalam menjadikan hidup SuksesBahagia. Kisah di Thaif adalah kisah yang begitu menggetirkan, melebihi kegetiran di perang Uhud.

Saat itu, kaum Tsaqif melempari Rasulullah SAW, sehingga kakinya terluka. Tindakan brutal penduduk Thaif ini membuat Zaid bin Haritsah membelanya dan melindunginya, tapi kepalanya juga terluka akibat terkena lemparan batu. Akhirnya, Rasulullah berlindung di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah.

Saat itu, Rasulullah SAW berdoa,

“Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih ladi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?

Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akherat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.”

Dari do’a ini tentu semua begitu memahami betapa beratnya cobaan Rasulullah SAW saat itu dalam menghadapi penganiayaan dengan penuh ridho, ikhlas dan sabar, serta tidak pernah berputus asa. Seperti sejumlah cerita yang diriwayatkan kembali Ulama Hadist terkenal, Imam Bukhori dan Muslim dari Asiyah RA (istri Rasulullah SAW).

Ia (Aisyah) berkata, “Wahai Rasulullah SAW, pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari peristiwa Uhud?“ Jawab Nabi saw, “Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah di mana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib.

Lalu aku angkat kepalaku, dan aku pandang dan tiba-tiba muncul Jibril memanggilku seraya berkata, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu,“ Rasulullah SAM melanjutkan.

“Kemudian Malaikat penjaga gunung memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata, “ Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung, dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.” Jawab Rasulullah SAW, “Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu pun.“

Subhanallah..!!

Ternyata, Rasulullah telah lebih dulu mengajarkan kita untuk memiliki kemampuan ‘Mindset Programming’ dan ‘Reframing’ untuk menghasilkan ‘Mindset Positive’. Ah, NLP dan teori-teori mind programming ternyata ‘barang baru’. Tapi mengapa kita ‘mendewakannya’ ?

Ayo, saatnya kembali kepada teladan umat, Muhammad Rasulullah SAW !!!

Salam SuksesBahagia !!!


IMAM NUGROHO

Follow me @imamkamal

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts