Selasa, 25 September 2012

Belajar Implementasi Ikhlas

IKHLAS. Adalah sebuah kata sederhana yang sulit dalam pengimplemantasiannya. Sulit juga untuk kita definisikan. Namun, semoga kiranya, cerita sederhana di bawah ini, bisa sedikit memberikan gambaran kepada kita tentang apa itu IKHLAS dan apa dampak yang ditimbulkan ketika ikhlas menjadi jalan kehidupan kita. (cerita ini saya dapatkan ketika masih menjadi santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda 520 Karangpucung – Cilacap, Jawa Tengah)

Alkisah, dua orang sahabat santri, yang sudah lama lulus dari pesantrennya. Sebut saja nama mereka Darkum dan Darkim.



Adalah Darkum, yang merasa “kangen” dengan gurunya, sehingga memutuskan untuk bersilaturrahmi. Ia pamit kepada istrinya dan istrinya membawakan hasil ladang untuk di berikan kepada sang guru, berupa singkong dan pisang. Ya, Darkum setelah lulus dari pesantren, selain mengajar di madrasah, juga berperan sebagai petani kecil, menggarap tanah warisan orang tuanya.

Sesampainya di rumah sang guru, Darkum langsung menyerahkan oleh-oleh hasil ladang garapannya. Betapa gurunya terharu, karena Darkum di tengah kondisi kehidupan yang pas-pasan, masih ingin memberikan “sesuatu“ buat gurunya.

Setelah cukup lama bercengkrama dan melepas kerinduan, Darkum berpamitan untuk pulang. Namun sebelum pulang, gurunya memanggil sang istri dan berkata, “Ummi, Darkum mau pulang, coba bekalin dia sesuatu yang bisa dimanfaatkan.“ Istrinya menjawab, “Apa ya bi, bagaimana jika kita berikan saja kambing kita Bi, biar sama Darkum di ternakan.“ “Wah, bener juga tuh Mi, ya sudah kita berikan saja. Darkum, tuh bawa kambingnya, mudah-mudahan bermanfaat.“

Maka, betapa bersyukur dan berterima kasihnya Darkum kepada gurunya itu. Lalu dia pulang dengan wajah bahagia.

Dalam perjalanan pulang, ia bertemu dengan Darkim. Melihat Darkum membawa kambing, Darkim bertanya, “Kambing dari mana Kum, beli dari pasar?“ Darkum menjawab, “Bukan, di beri guru kita. Tadi saya bersilaturrahmi, sudah lama tidak bertemu guru. Kangen. Eh pulangnya disuruh bawa ini kambing.“ Jelas Darkum.

“Lho, emang kamu bawa apa Kum, sehingga guru membekali kamu kambing.“

“Ah, hanya singkong dan pisang. Tapi saya memberi guru singkong dan pisang bukan karena apa-apa, bukan berharap mendapat kambing.“

“Oh gitu ya,,“

Setelah berpisah, Darkim masih memikirkan “keberuntungan“ Darkum. Maka, terbesit dalam pikirannya, “Ah, saya juga mau silaturrahmi ke rumah guru. Saya akan membawa semangka dan padi yang banyak. Siapa tau nanti guru menggantinya dengan seekor sapi. Darkum hanya dengan membawa singkong dan pisang, bisa mendapatkan kambing. Apalagi semangka dan padi.“

Memang, kehidupan Darkim lebih beruntung bila dibandingkan dengan Darkum. Ia sukses bisnis penjualan alat-alat pertanian. Selain tentunya mengajar di madrasah.

Darkim pun pulang ke rumah. Berkata ke istrinya untuk minta disiapkan semangka dan padi sebagai oleh-oleh buat gurunya. Dan, ia pun berangkat ke rumah gurunya dengan semangat semangka dan padi. (hehehe).

Sesampai di rumah gurunya, ia serahkan semangka dan padi sebagai bentuk penghormatan kepada gurunya. Mengobrol sana-sini, hingga akhirnya Darkim berpamitan untuk pulang. Sama halnya dengan sikap ke Darkum, sang guru pun memanggil istrinya untuk memberikan sesuatu buat Darkim. “Ummi, Darkim mau pulang. Coba apa yang kira-kira bisa kita bawakan untuknya.“ Sang istri menjawab, “Bi, tampaknya sudah tidak ada apa-apa lagi, kecuali singkong dan pisang pemberian Darkum.“ “Oh, ya sudah, berikan saja singkong dan pisangnya Mi, gag enak kan Darkim pulang tanpa membawa apa-apa.“

Akhirnya, Darkim pulang membawa singkong dan pisang. Betapa dongkol hatinya. Karena ia berharap sapi ketika membawa semangka dan padi. Namun ternyata singkong dan pisang pemberian Darkum sebelumnya.

Sahabat,

Kurang lebih, itulah implementasi IKHLAS. Semoga bermanfaat ...

Salam SuksesBahagia !!!

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts