Senin, 02 Juli 2012

Ramadhan, Event Terbesar Tahun Ini


Perhelatan Piala Eropa (Euro) telah berakhir dengan menorehkan sejarah baru sepanjang digelarnya Euro di Benua Biru tersebut. Ya, Spanyol menjadi negara pertama yang mampu mempertahankan gelar, dengan berturut-turut menjadi juara di ajang bergengsi tersebut, yaitu tahun 2008 dan sekarang 2012, setelah berhasil mengalagkan Italy dengan skor 4-0. Dengan berahirnya Euro, masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kembali kepada kesibukannya masing-masing. Setelah hampir satu bulan, semuanya terlena dalam uforia Euro. Hampir setiap perbincangan ringan, yang menjadi topik utamanya adalah Euro.

Selanjutnya apa? Siapa yang diuntungkan dari Euro ini? Setelah rela bangung malam (bukan untuk shalat), apa yang didapatkan? Kekecewaan? Kekecewaan untuk siapa? Apakah karena jagoannya kalah? Emang apa untungnya jika jagoannya menang? Oh, menang taruhan? Judi dong?

Sungguh, pertanyaan-pertanyaan itu muncul begitu saja dalam benak saya, dan sekaligus “menohok“ hati. Hm, jujur, saya juga bagian dari “korban“ uforia Euro. Maka, saya segera berbenah diri (ya kan udah berakhir Euro-nya, hehe). Karena, akan ada event akbar yang segera menghampiri kita di tahun ini (khususnya bagi umat muslim), yaitu Shaum Ramadhan 1433 H. Tentu, saya harus jauh lebih optimal dalam mempersiapkan diri, untuk event dunia-akhirat ini.

Sahabat,

Apa yang harus dipersiapkan? Saya, mempersiapkan diri dalam menyambut Ramadhan tahun ini, selain dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah-ibadah sunnah (sebagaimana Rasul contohkan), saya juga menyiapkan pola-pikir atau mindset yang benar, sehingga hasil atau output dari Ramadhan benar-benar tercapai (sebagai manusia yang bertaqwa).

Shaum (puasa) adalah sebuah fenomena social yang sangat penting. Puasa bukan hanya ajaran agama Islam saja, tetapi agama-agama samawi lain pun ternyata puasa disyariatkan. Yang menjadi istimewa adalah puasa dalam Islam khusus dikerjakan penuh selama satu bulan di bulan Ramadhan.

Pertanyaan yang selama ini selalu mengganggu benak saya adalah mengapa dan untuk apa kita berpuasa ? Yah, jawaban normative yang selalu terlontarkan adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa. Tapi kenyataan yang terjadi kemudian, takwa yang mana yang dihasilkan dari puasa itu ?

Ya coba kita lihat disekeliling kita (atau tidak usah jauh-jauh, lihat saja diri sendiri), setelah Ramadhan kita tinggalkan, bagaimana kehidupan kita ? Mabrurkah ibadah puasa kita ? Hm, tidak usah malu-malu lah, kita “hampir” sama kok, kalau kita selalu kembali melakukan amalan-amalan yang dibenci Allah, padahal selama puasa, kita sekuat tenaga menghindarinya (ya tho ??).

Mengapa hal ini bisa terjadi ?

Dalam pandangan saya, para ustazd, kiyai, atau ulama, kurang “greget” dalam melakukan pendekatan atas hakekat puasa. Selama ini (dalam pantauan saya juga), ceramah-ceramah pengantar puasa, hanya menekankan kepada HOW nya, bukan WHY dan WICH EFFECT nya. Coba saja lihat, majelis-majelis taklim mengambil tema ceramahnya lebih kepada bagaimana kita berpuasa itu, amalan apa saja yang sebaiknya dilakukan, apa saja yang membatalkan, puasa dari sisi kesehatan, puasa dan pengampunan (setelah diampuni, berbuat dosa lagi yee…), puasa dan pendidikan, dan lain-lain. Tapi jarang saya menemukan (atau bisa dikatakan belum pernah menemukannya) tema yang diambil itu berkenaan dengan mengapa dan apa effectnya dalam kehidupan setelah melaksanakan puasa. Ya, paling-paling tadi, hanya jawaban normative belaka, agar menjadi orang bertakwa.

Oleh karena itu, kali ini saya akan mencoba “membedah” puasa dari sisi lain (sekali lagi, ini adalah persepsi saya ya…, mau komplen ? boleh ?!

Puasa mendidik kita untuk bisa mengontrol dan mengendalikan diri. Artinya, kita menjadi “tuan” atas diri sendiri. Contoh, ketika akan marah atau ada yang membuat kita marah, maka biasanya ada sebuah bisikan, “eh, aku sedang berpuasa.” (senada dengan hadist Nabi kan?Ana shaimun).

Aha, inilah maknanya. Dalam kehidupan-pun (dengan segala permasalahhnya) kita memiliki kuasa penuh (dengan ridha Allah SWT) untuk menciptakan kehidupan kita. Mau bahagia atau sengsara, kita yang menciptakan. Dan Allah telah memberikan alternative pilihannya bukan ?
Aplikasinya adalah kita harus bisa menciptakan respon yang tepat atas stimulus yang datang untuk diri kita dengan memanfaatkan ruang yang telah Allah sediakan kepada kita. Ingat, ada ruang antara stimulus dan respon. Masalah adalah stimulus, dan masalah bukanlah sebuah masalah. Tapi respon yang kita berikanlah yang biasanya menjadi masalah. Bingung tho ?

Puasa menjadikan kita cerdas secara spiritual. Artinya, ketika puasa, kita begitu “sadar” bahwa Allah selalu melihat kita. Coba saja ketika Anda sendirian di rumah dalam keadaan berpuasa, beranikah Anda makan ? Tentu tidak bukan ? Karena Anda yakin, Allah Maha Mengetahui.

Inilah yang harus kita praktekkan dalam hidup dan kehidupan kita. Allah selalu bersama kita, Allah tidak akan meninggalkan kita. Lalu mengapa kita masih “pusing” dengan setiap masalah yang muncul ? Seolah merasa sendirian dan meratapinya ? Hey, ada Allah !!! Kembalikan pada-Nya. Bilang pada masalahmu, “Hai masalah, aku punya Allah Yang Maha Besar !!!” bukan seperti ini, “Ya Allah, kok masalahku besar banget ya ?” Okay kawan !!! Inget, kita harus cerdas secara spiritual. Allah teramat dekat dengan hamba-Nya, lebih dekat dari urat leher !!!

Nah, itu saja dulu ya sisi lain Ramadhannya. Insya Allah, pas puasa nanti, akan saya “ungkapkan” sisi-sisi lain dari ibadah puasa.




Salam SuksesBahagia !!!


Imam Nugroho
Mindseter SuksesBahagia

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts