Jumat, 10 Agustus 2012

Masih Layakkah Kita di Sebut sebagai Ummat Muhammad?

ImageRamadhan sudah memasuki 10 hari terakhir. Dan, hampir menjadi kebiasaan yang mendekati sebuah budaya, masjid-masjid tampak lebih luas. Sementara beberapa mall atau supermarket atau hypermarket, tampak telihat sempit dan kesibukan yang luar biasa.

Ada memang beberapa "insan" yang istiqamah tetap memfokuskan diri menemui Allah SWT dengan selalu mendatangi masjid untuk melaksanakan berbagai macam amalan sunnah. Bertemu dan menikmati malam lailatul qadar adalah visi-nya setiap Ramadhan tiba. Merekalah yang melakukan i'tikaf di masjid-masjid, bahkan tidak jarang, mereka juga membawa serta keluarganya menikmati indahnya cinta bersama Allah SWT.

Inilah realita yang terjadi di sekeliling kita. Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Mencemooh orang-orang yang "meninggalkan" masjid dan beralih ke mall atau sebaliknya mencemooh orang-orang yang masih semangat mengejar lailaatul qadar, dengan mengatakan itu hanya perbuatan sia-sia?

Terlalu naif memang. Karena, kalau boleh kita jujur, kita telah dibentuk oleh sebuah budaya hedonisme dan konsumerisme di saat Ramadhan akan berakhir (menjelang Lebaran). Sudah tertanam kuat dalam alam bawah sadar kita jika kalau menjelang lebaran, harus mempersiapkan perayaan kemenangan dengan menggunakan pakaian baru dan hidangan makan yang mewah.

Entah siapa yang memulai hal ini, namun dalam pengamatan saya, hanya di Indonesia saja suasana menjelang Lebaran dirayakan sedemikian rupa. Alasan mereka, ini kan memang hari raya besar? Benar, lebaran atau idul fitri adalah hari raya besar umat Islam. Namun coba lihat dalam sirah Nabiyullah Muhammad SAW, apa aktifitas yang dilakukan Rasul dan para sahabatnya ketika idul fitri tiba?

Ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu sunnah Nabi dalam hal ini. Karena, selain bisa mendatangkan pahala disebabkan mengamalkan sunnahnya, juga menghindarkan kita dari sesuatu yang sia-sia karena mengamalkan sesuatu yang tidak diajarkan olehnya. Berikut ini beberapa petunjuk Nabi dan para sahabatnya dalam Idul Fitri:

  1. Mandi dan memakai pakaian yang paling baik (bukan pakaian yang baru)

  2. Disukai memakan dahulu sebelum keluar menunaikan shalat ‘Idul fitri, adapun di Idul Adha kebalikannya (tidak dianjurkan memakan dahulu).

  3. Berangkat dengan berjalan dan mengambil jalan yang berbeda tatkala berangkat dan pulang dari shalat ‘Ied.

  4. Bertakbir dan mengeraskannya sejak dari rumah sampai mushollah (tanah lapang) hingga imam atau khatib datang.

  5. Disyari’atkan Wanita dan Anak Kecil Ikut ke Lapangan (inilah dalil kuat mengapa shalat idul fitri dan idul adha di laksanakan di tanah lapang atau tempat yang luas bukan di dalam masjid).

  6. Bergembira dan saling mengucapkan selamat (dengan mengucapkan "taqabbalallahu minna wa minkum" semoga Allah menerima amalan dari kami dan dari kalian).


Ah, sungguh tidak ada yang namanya makan-makan dengan makanan yang mewah. Berhias dengan pakaian yang baru dan glamaur. Atau ada juga tuh, yang mengkhususkan berziarah kubur ba'da shalat idul fitri.

Lalu, masih pantaskah kita menyebut diri ini sebagai ummat Nabi Muhammad SAW?

Sadarkan diri, segera kembali ke sunnah, untuk merai ridha-Nya. Aaaamiin ....

Salam SuksesBahagia !!!

Imam Nugroho

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts