Rabu, 15 Agustus 2012

Memaknai Kata "LEBARAN"

Bedug bertalu….

Hari kemenangan tiba. Mudik. Takbiran. Silaturrahmi. Halal-bihalal. Lebaran.

Puasa Ramadan akan segera berakhir, nuansa perayaan Idul Fitri sudah terasa. Secara harfiah, Idul Fitri bermakna hari suci, sering diartikan hari kembali sucinya jiwa-jiwa umat Muslim setelah menjalankan puasa dan berbagai rangkaian ibadah sebulan penuh selama Ramadan.



Di Indonesia, perayaan Idul Fitri memiliki kekhasan tersendiri.Hari raya Idul Fitri yang sering diistilahkan dengan “lebaran” ini tidak saja menjadi milik umat Muslim secara eksklusif, tapi telah menjadi kultur bangsa yang unik. Dua istilah yang sering kita dengar, baik secara verbal, tertulis di kartu lebaran, maupun gejala beberapa tahun belakangan ini melalui pesan pendek di telpon seluler kita adalah “minal aidin wal faizin” dan “halal bi halal”. Dua frasa bahasa Arab itu, konon tak ditemukan dalam kultur Arab sendiri. Istilah yang lebih sering dipakai dalam budaya Arab adalah ungkapan “kullu aam wa wantum bi khair” (Semoga sepanjang tahun Anda dalam keadaan baik-baik), atau “taqabbalallahu minna wa minkum” (Semoga Allah menerima amal kami dan Anda) [Qaris Tajudin; 2006].

Selain itu, masyarakat lebih sering menyebut hari raya ini dengan istilah “Lebaran”, sebuah istilah yang khas bangsa Indonesia. Bukan saja secara istilah, rangkaian tradisi menyambut hari raya di Indonesia juga unik, sebut saja misalnya tradisi mudik, mengunjungi kampung halaman dan bersilaturrahmi kepada orang tua, sanak famili, guru, serta handai taulan. Tradisi lebaran menyisakan pertanyaan besar, bagaimana tradisi yang sangat kuat ini terbentuk? Makna apa di balik pertemuan momen keislaman ini dengan tradisi kultur bangsa kita? Mungkinkan ditarik satu makna dan nilai yang lebih terbuka dan berguna bagi proses penguatan kebangsaan kita?

Saya, sering memaknai kata “Lebaran”dengan empat kata, yaitu lèbar, luber, labur, dan lebur. Keempat kata tersebut juga sejalan dengan symbol yang digunakan selama perayaan idul fitri yaitu ketupat. Ketupat diartikan oleh saya juga sebagai “kelakuan yang empat”. Baiklah, akan saya bahas satu per satu maksud keempat kata (kelakuan) tadi.

Pertama adalah lèbar. Dalam istilah sunda, lèbar diartikan dengan sayang karena akan mubazir atau sia-sia. Dalam nuansa lebaran ini, lèbar jika kita tidak mau menerima dan meminta maaf kepada orang lain karena itu akan menjadi kesiaan belaka. Karena Allah SWT telah menjamin manusia di hari yang Fitri ini kalaulah manusia kembali sebperti bayi yang baru lahir. Jika Allah saja memberikan jaminan seperti itu, apa alasannya jika manusia yang tidak memiliki kekuasaan apapun enggan untuk menerima atau meminta maaf, yang ada adalah kita akan digolongkan oleh Allah sebagai manusia yang sombong. Manusia yang sombong dan menyombongkan dirinya akan diharamkan masuk syurga.

Kadang kita kesulitan untuk meminta maaf (mengakui kesalahan) karena malu atau tidak enak. Padahal, untuk dosa yang sifatnya berhubungan dengan manusia, itu harus disampaikan atau diucapkan untuk kemudian minta keikhlasannya. Maka, sekecil apapun kesalahan kita pada orang lain, sampaikan dan mintalah maafnya, karena jika tidak, akan sia-sialah semua amalan kita.

Kedua adalah luber. Luber artinya penuh. Karena kita saling maaf-memaafkan, maka kita dipenuhi oleh kasih sayang. Inilah rahmat-Nya bagi manusia yang mau meminta dan memaafkan kesalahan orang. Kasih sayang ini dapat kita rasakan dengan begitu mudahnya kita menjalin silaturahmi, berkunjung ke rumah saudara dan teman lama. Begitu terasanya kasih sayang itu bukan? Ketika kita dipertemukan lagi dengan sahabat lama kita? Inilah, luber-nya rahmat Allah buat manusia yang saling memaafkan.

Ketiga adalah labur. Salah satu tradisi jawa (yang pernah saya alami dengan keluarga) menjelang lebaran adalah me-labur rumah dengan kapur putih. Me-labur kalau diterjemahkan bebas dalam bahasa Indonesia adalah mengecat, dan cat yang dipakai berwarna putih. Maknanya adalah karena kasih sayang yang penuh, kita me-labur diri dengan warna putih, sehingga tidak ada noda yang tertinggal.

Biasanya, ketika acara reuni dengan teman-teman lama, kita melupakan kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi, dan kalaupun ingat, segera kita menghapusnya. Itulah makna labur, kita mengecat diri dan orang lain dengan warna putih, sebagai lambang kesucian.

Keempat adalah lebur. Lebur artinya menyatu atau hancur. Dengan me-labur diri, maka menyatulah dosa-dosa kita untuk kemudian hancur karena rahmat-Nya. Ketika dosa melebur, kita termasuk golongan manusia yang beruntung. Inilah kemenangan besar yang dimaksud dari hari lebaran. Meleburnya dosa-dosa.

Semoga, keempat kelakuan tadi, dapat kita jalankan untuk sebuah kemenangan besar.

TAQABBALALLAHU MINNA WA MINKUM,

KULLU AAM WA ANTUM BI KHAIR,

SELAMAT KEMBALI KEPADA KESUCIAN.

 

Imam Nugroho

Mindsetter SuksesBahagia

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts