Sabtu, 19 November 2011

SEMUT DAN KARUN YANG MATI DALAM KENIKMATAN



“Dia mati dalam “kenikmatan” !” teriak istri saya tiba-tiba.
“Siapa bund ?” Tanya saya
“Ini, semut yang masuk ke dalam kaleng susu. Mereka masuk ke dalam, padahal sudah bunda kasih tatakan air. Eh, tetep saja semutnya bisa masuk dan mati deh, karena kekenyangan kalii ya …?” jawabnya.
Saya mendekatinya dan benar terlihat begitu banyak semut-semut yang mati dalam cairan susu kaleng. Mereka mati dalam “kenikmatannya”, mati dalam “keserakahannya”.
Melihat semut yang mati dalam “kenikmatannya”, pikiran saya melayang kepada kisah yang terjadi di jaman Nabi Musa AS. Hm, siapa lagi kalau bukan Karun. Dalam kisahnya, Karun mati ditenggelamkan bersama seluruh harta kekayaannya (kenikmatannya) ke dalam bumi oleh Tuhan karena keangkuhannya (lihat Q.S. A-Qhasas [28] : 81). Karun angkuh, merasa memiliki ilmu yang akhirnya mampu menguasai harta kekayaan. Dia tidak “mengakui” kalaulah hartanya itu adalah titipan dari Tuhan (lihat Q.S. Al-Qhasas [28] : 78).
Sahabat,
Kesombongan, keangkuhan, dan serakah adalah akar penyebab murka-Nya. Maka bersikaplah yang “tepat” dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Sikap yang tepat terhadap harta adalah mensyukuri apa yang didapatkan dengan beramal shaleh (bersedekah, membayar zakat), bukan sikap serakah ingin “menguasainya”, karena menguasai dengan dasar serakah, justru harta itulah yang akan menguasai manusia.
Sikap yang tepat terhadap manusia adalah memperlakukannya dengan ahlak yang baik (tidak sombong atau angkuh), tidak merasa paling berilmu, dan sikap merasa “paling” lainnya yang pada akhirnya akan menjadikan kebencian tumbuh subur di muka bumi ini.
Sikap yang tepat terhadap ilmu yang dimiliki adalah mengamalkannya dan mengajarkannya kepada manusia yang lain. Sungguh, ketika ilmu diamalkan dan diajarkan kepada yang lain, ilmu itu akan semakin berkembang dan bertambah.
Sikap yang tepat terhadap “diri sendiri” adalah dengan “mengenalinya” (makrifatunnafsi). Mengenali diri sendiri berarti menyadari perannya sebagai khalifah di bumi ini. Menjaga ketenteraman, ketertiban, keindahan, ketenangan, kemakmuran, dan sikap-sikap positif lainnya. Bukan dengan permusuhan, pembunuhan, saling caci-maki, tawuran, saling tuding, perceraian, penebangan hutan, membuang sampah sembarangan, dan sikap tercela lainnya yang dibenci-Nya.
Mengenali diri sendiri berarti menyadari kalaulah “aku” yang bertanggungjawab terhadap “aku”. Ya, apa yang kita lakukan, itu adalah untuk kita. Tidak bisa kita menyalahkan orang lain ketika ketidakberuntungan menyertai kita. Tuhan telah memberikan “kebebasan” kepada manusia untuk memilih. Memilih beriman atau tidak beriman, taat (takwa) atau ingkar, bahkan Tuhan juga memberikan kebebasan kepada kita untuk hidup bahagia atau tidak selama tinggal di muka bumi ini. Dan Tuhan telah membuat aturan (sunnatullah) atas pilihan-pilihan kita. Bahwa kalau iman yang kita pilih, maka surga jaminannya, dan sebaliknya, neraka akan diberikan bagi mereka yang ingkar terhadap Tuhan. Tinggal mana yang kita pilih. Namun, kesadaran kalaulah “aku” yang paling bertanggungjawab terhadap “aku”, itu akan menghantarkan kita kepada pilihan yang benar, seperti yang dikehendaki-Nya.
Sahabat,
Kembali ke kisah semut yang mati karena keserakahnnya dan karun yang sombong, buat kita adalah tidak seperti mereka. Ya, mereka adalah pelajaran bagi kita. Kita belajar tidak hanya kepada orang-orang yang sukses, tapi juga belajar kepada orang-orang yang gagal.


Semoga bermanfaat,



Salam SuksesBahagia !!!



KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts