Rabu, 30 November 2011

ADIL pondasinya TAKWA



Hampir tiap pagi, ketika menonton info berita di televisi, terkabarkan demonstrasi-demonstrasi para buruh, yang (katanya) menuntut keadilan. Hm, keadilan yang mana ya ? Katanya, mereka menuntut keadilan dalam hal upah atau gaji pokok dan kesejahteraan karyawan yang lainnya.
Ada lagi beberapa terpidana, yang (mungkin) tidak bersalah, namun dipidana sampai beberapa tahun penjara, yang juga menuntut keadilan dari pengadilan yang ada. Terakhir yang saya lihat, pas peringatan PGRI, para guru sukarelawan, meminta keadilan untuk dijadikan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Hum,,, seolah keadilan itu sudah tidak ada lagi di muka bumi ya ? Sampai-sampai orang “mencarinya”. Kemanakah keadilan itu ?



Keadilan sesungguhnya itu datangnya hanya dari Tuhan. Sangat sulit manusia bisa berbuat adil. Ketika mereka yang “berpoligami” mengatakan bisa berbuat adil, sungguh, hal itu tidaklah bisa diukur dengan ukuran yang paling valid sekalipun, terlebih untuk urusan “cinta”. Lalu bagaimana kita bisa mengimplementasikan adil itu ? Bukankah berbuat adil itu adalah perintah juga ?
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
ADIL itu kata kerja aktif, bukan pasif. Artinya, bukanlah sebuah wacana untuk diperdebatkan atau diributkan, apalagi sampai harus diperjuangkan, tapi untuk diaplikasikan. Dengan mengaplikasikan keadilan, maka keadilan itu sendiri akan datang menghampiri kita.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini, saya akan mencoba mengungkap hakikat keadilan, dari sisi implementasi kita, sehingga akan tercipta “perilaku positif” sebagai akibat yang ditimbulkannya. Perilaku positif yang dimaksud terdiri dari adil kepada Allah, Diri sendiri, sesama Insan, dan Lingkungan (ADIL).
Pertama adil kepada Allah.Artinya adalah kita menunjukkan perilaku positif dalam bentuk penghambaan (ibadah) atas peran kita sebagai hamba. Selain sebagai kewajiban, (ibadah) juga berperan sebagai sikap adil kita kepada-Nya. Ketika kita sedang sibuk bekerja di siang hari misalnya, tepat adzan dhuhur berkumandang, maka adilnya kita ditunjukkan dengan segera memenuhi penggilan adzan itu. Ketika kita diberi kelebihan harta, maka bersedekah adalah adilnya kita kepada Allah SWT. Bahkan ketika kita sedang bekerja-pun, bekerja dengan penuh dedikasi dan kesungguhan dalam mengoptimalkan potensi diri yang telah Allah berikan, itu adalah adilnya kita kepada-Nya. Bukanlah watak orang yang adil, jika ketika bekerja yang ia lakukan adalah keterpaksaan dan keluhan-keluhan yang selalu dilontarkan.
Kedua adil kepada DIri sendiri.Yaitu bagaimana kita mampu bersikap adil terhadap ruh, akal, dan fisik yang kita miliki. Bukanlah suatu kebaikan yang dicintai-Nya jika kita “berlebihan” dalam bertindak. Sebagai contoh, siang-malam tiada henti kita lakukan hanya untuk beribadah shalat dan puasa. Kita tidak makan, tidak tidur, bahkan tidak berumah tangga. Tentu hal ini hanyalah akan “mencelakakan” diri kita sendiri, dan hilanglah keadilan terhadap diri kita. Ibadah itu bukanlah banyak, tapi sering. Bukankah Allah lebih mencintai ibadah yang ringan atau kecil-kecil namun dilakukan terus menerus ?
Atau terhadap akal pikiran. Kita belajar terus, membaca buku terus, diskusi terus, atau yang lainnya, tentu itu hanya akan membuat akal kita “rusak”, lelah, dan tidak optimal. Otak pikiran harus diistirahatkan. Kita perlu tidur, kita perlu refreshing (maka sekali-kali, lakukan refreshment diri).
Begitu pula dengan fisik, kita harus adil. Penuhi dengan asupan gizi secara teratur, olah raga teratur, jauhi minuman alcohol (dan rokok), dan istirahat yang teratur. Itulah adilnya kita terhadap diri sendiri.
Ketiga adil kepada Insan yang lain.Anda pasti sudah faham apa maksud saya dengan adil terhadap insan yang lain. Ya, benar !!! Adilnya kita kepada insan yang lain adalah dengan ahlak yang mulia. Bukankah Rasul bersabda, “… perlakukan orang lain dengan ahlak yang baik (ahlakul-hasanan)…”
Maka, selamatkan tetangga-tetangga kita dari mulut kita atau gibahnya kita. Sungguh, kalau kita diperlakukan seperti itu oleh orang lain, kita tidak akan menerimanya, bukan ? (astaghfirullah, jagalah mulut kami ya Allah….)
Terakhir, adil kepada Lingkungan (alam, bumi) kita. Hey, berkali-kali saya ungkapakan, kita adalah khalifah Allah di muka bumi ini. Maka kita memiliki peranan untuk memeliharanya. Baik dari kerusakan ahlak, atau kerusakan secara fisik (hutan). Hm, coba lihatlah, sebenarnya bencana yang terjadi (banjir, atau tanah longsor misalnya) itu adalah karena ulah tangan manusia sendiri.
Lakukan hal yang paling sederhana dalam berahlak kepada lingkungan ini, yaitu dengan tidak membuang sampah sembarangan. Ironis, sudah jelas-jelas tertera tulisan “Dilarang Membuang Sampah Disini”, masih tetap saja ada yang membuang ditempat tersebut. Hum,,,,
Maka, sahabat saya yang SuksesBahagia,
Ingatlah akan firman Allah :
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
(Q.S. Al-Maidah [5] : 8)
Perilaku positif di atas adalah aplikasi ketakwaan kita, yang didasari oleh sifat adil. Dan ketakwaan akan menghantarkan kepada kebahagiaan (surga), baik di dunia ataupun di akhirat. Maka, kebahagiaan bisa kita raih dengan bersikap adil terhadap Allah, Diri sendiri, Insan yang lain, dan Lingkungan kita.
Semoga Allah selalu memberikan kemudahan kepada kita, menuju hidayah-Nya. Amiin…..

Salam SuksesBahagia !!!


KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts