Kamis, 01 Desember 2011

Ustadz “BUDEG” (Tuna Rungu)



Ada seorang Ustadz di kampung saya, terkenal dengan sebutan Ustadz Budeg (atau Ustadz yang tuna rungu). Entah mulai kapan sebutan tersebut tersandang olehnya. Yang jelas, sampai saat ini, orang-orang selalu memanggilnya demikian, “ustadz budeg.”
Usut punya usut, ternyata hal itu terjadi tatkala ada seorang wanita, yang pergi menemui ustadz untuk meminta sebuah nasehat. Wanita itu sedang memiliki masalah besar dalam hidupnya, dimadu (suaminya melakukan polygamy). Nah, pada saat wanita itu bercerita panjang lebar, tanpa sengaja ia buang angin alias kentut, sampai terdengar keras (mungkin semalam ia habis makan ubi jalar, hihihihi). Kontan memerahlah wajah wanita itu. Ia sangat malu, karena saat itu ia berada di depan ustadz terhormat.
Melihat wajah yang terus memerah, sang ustadz dengan bijaknya berkata, “Maaf ibu, coba diulangi lagi ceritanya, kebetulan tadi malam telinga saya kemasukan serangga, sehingga tidak bisa mendengar dengan jelas. Suaranya agak keras sedikit ya bu, biar saya bisa mendengarnya.”
Srrrrr,,, wajah yang tadinya memerah, lambat laun kembali normal. “Wah, ternyata ustadznya budeg, berarti ia tidak mendengar suara kentutku tadi, Alhamdulillah,,,” wanita itu berkata dalam hatinya. Maka kemudian, wanita itu pun mengulang kembali permasalahannya.
Sepulang dari rumah ustadz, dasar ya perempuan, wanita itu bercerita kepada tetangganya, bahwa ustadz itu budeg. Lambat laun, berita itupun tersebar luas, bahkan sampai ke kampung sebelah.
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Ketenangan, kedamaian, kebahagiaan, dan ketentraman hidup akan dengan mudah kita raih jika kita mampu menjadikan telinga kita ini “budeg” atau tuli. Mengapa ? Karena, kadang “suara-suara” diluar membuat kita merasa khawatir, ragu-ragu, takut, was-was, marah, yang pada akhirnya kita tidak bisa menikmati kehidupan ini. Oleh karena itu, mulai saat ini, kita belajar untuk “men-tuli” kan telinga dari :
Hal-hal buruk yang dimiliki orang lain. Sebagaimana Ustadz tadi, ia men-tulikan diri dari keburukan wanita yang sedang “curhat” kepadanya. Dengannya, kita akan terlepas dari syahwat gossip. Hum,, kebanyakan manusia, ketika menemukan keburukan seseorang, maka akan begitu semangatnya menceritakan kepada orang lain. Dengan kemampuan menahan syahwat gossip, kita akan terbebas dari dosa dan kegelisahan orang lain. Selanjutnya adalah kita tuli-kan telinga kita dari :
Hal-hal negatif yang orang tujukan kepada kita. Karena disaat kita “mendengarkan” ocehan negatif orang tentang kita, kecenderungannya adalah emosi yang meninggi. Kita akan begitu semangatnya melakukan serangan balik, hingga pertikaian secara fisik. Apakah hal ini membuat tentramnya kehidupan ? Tentu tidak, bukan ?
Kecenderungan lain adalah kita akan menjadi pesimis dengan diri kita dan masa depan. Sebagai contoh, misalkan orang menyebut diri kita sebagai orang yang lambat dalam belajar atau menangkap perintah atasan di tempat kerja. Ketika kita “membuka” telinga dengan hal itu, maka kita akan merasa minder yang pada akhirnya akan menjadikan hidup terasa tidak punya arti. Pesimis dengan masa depan.
Jarang saya menemukan orang yang ketika mendengar hal-hal negatif tentang dirinya dari orang lain, ia menjadi termotivasi untuk membuktikan bahwa dirinya tidak seperti yang orang lain sangkakan. Jarang sekali !!! Oleh karena itu, mari kita tuli-kan diri dari hal-hal yang akan membuat kita tidak hidup bahagia. Tidak hanya untuk prasangka negatif,
Prasangka positif yang ditujukan orang kepada kita, kita-pun harus berusaha untuk tidak mendengarnya (men-tuli-kan diri). Mengapa ? Ada sebuah ke-egoan diri, disaat orang berkata mengenai hal positif tentang diri kita. Syahwat kesombongan adakalanya tumbuh menyubur jika kita tidak bisa mengendalikannya. Disaat syahwat kesombongan meracuni, kita akan terjebak oleh sebuah kondisi “merasa puas dengan saat ini” dan “melupakan Tuhan”. Hal ini sangat berbahaya untuk kualitas hidup bahagia. Karena jika tidak bisa mensyukuri nikmat Tuhan (atas hal positif yang telah kita raih), siksa-Nya itu amatlah pedih. Naudzubillah … Maka, lebih baik kita tuli-kan telinga untuk prasangka positif orang.
Sahabat saya yang SuksesBahagia,
Sebagai penutup tulisan ini, yuk, kita kenali lebih dalam siapa diri kita sendiri. Apa kelemahan dan kelebihan kita. Biarlah kita dan Tuhan yang mengetahuinya. Dengannya, kita akan terselamatkan, kita akan mendapatkan kebahagiaan, ketenangan, ketentraman, dan kemuliaan dalam menjalani kehidupan ini. Jangan sampai orang lain lebih mengetahui, siapa diri kita sebenarnya. Hal ini akan menyebabkan hidup kita, dikendalikan oleh orang lain.


Salam SuksesBahagia !!!


KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts