Jumat, 24 Februari 2012

(masih) Tentang Cinta !!!



Saat berada di dalam angkot, terdapat sepasang kakek-nenek. Dari pembicaraan dengan penumpang yang lain, mereka telah saling mengenal, diperoleh keterangan bahwa, si kakek rutin memeriksakan si nenek yang sakit, sekali dalam seminggu. Terlihat begitu penuh kasih dan sayang, si kakek menjelaskan bagaimana dia harus menjaga dan merawat si nenek. Saya-pun termenung….KEKUATAN CINTA….itulah mungkin yang dapat saya simpulkan sementara dari kejadian tersebut.

Cinta dapat memberikan kekuatan lebih pada seseorang untuk melakukan apa saja demi yang dicintainya. Cinta dapat menghilangkan kepenatan, kelesuan, dan kelelahan tubuh. Cinta mendatangkan kesetiaan dan ketaatan yang penuh. Itulah cinta.
Namun cinta harus tepat diberikan kepada yang berhak menerimanya. Agar cinta dapat berperan seperti yang telah disebutkan. Bukan cinta seorang laki-laki pada perempuan yang berdasar atas nafsu, tapi cinta yang kemudian di-implementasi-kan dalam satu ikatan yang syah, yang halal, yaitu pernikahan.

Dan ketahuilah…..

Cinta Allah pada manusia amat sangat, karena Allah Maha Pencinta, terutama pada manusia yang bertakwa. Lalu, apakah kita sudah membalas cinta Allah pada kita?? Sebuah pertanyaan yang harus kita renungkan. Bayangkan, jika kita mencintai seseorang, namun seseorang itu tidak membalas cinta kita, apa yang kita rasakan? Tentu sakit bukan??? Dan tidak menutup kemungkinan kita akan mengutuknya, mencacinya, dan mengatakan bahwa dia orang yang tidak tahu diuntung. Sekarang bagaimana dengan pembalasan cinta kita pada Allah? 

Sudahkah kita membalasnya dengan kesungguhan, keikhlasan, dan ketaatan? Perlu kita renungkan…

Bagaimana kita membalas cinta Allah???

Tengoklah status kita sebagai manusia di bumi ini. Pertama, kita adalah khalifah, wakil Allah untuk memelihara bumi ini. Untuk itu, cara membalasnya adalah dengan memlihara dan menjaga bumi ini agar dapat dimanfaatkan oleh kita dan keturunannya nanti. Bukan kemudian kita merusak alam ini. Maksud lain adalah hendaklah kita menjaga bumi dan alam ini dengan perilaku yang baik, amalan hasanah, bukan perilaku syaitani. Jauhkanlah bumi ini dari perilaku maksiat agar bumi ini tidak murka kepada kita. Bukankah bencana-bencana umat terdahulu terjadi dikarenakan karena manusianya berbuat maksiat?

Kedua, manusia adalah sebagai hamba. Tugas hamba adalah beribadah, ibadah yang sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Telah jelas dalam kitab suci Al Qur-an, mana perintah, syariat, dan larangan. Maka tidak ada alasan untuk kita tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban kita sebagai manusia. Ingat, Imam Hasan Al Banna pernah berkata, kewajiban-kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia. Oleh karena itu, ketika ada perintah, segeralah untuk dilaksanakan, karena akan ada perintah lain yang menunggu kita. Contoh kecil, ketika terdengar adzan panggilan shalat, segeralah kita tinggalkan aktifitas kita, kita ambil air wudhu, kita berangkat ke masjid dan shalat berjamaah. Subhanallah, Allah sangat mencintai manusia yang bersegera dalam beribadah. Namun ingat, jangan kemudian kita memilah-milah jenis ibadah. Ibadah adalah ibadah, yang hanya kita tujukan pada Allah SWT dengan keikhlasan dan mengharap ridha dari-Nya. Jadi apapun aktifitas kita setiap saat hendaklah kita jadikan sebagai bentuk ibadah kita kepada Allah, tentu bukan aktifitas yang dilarang oleh-Nya. Kehidupan duniawi ini adalah jembatan menuju kehidupan yang abadi.

Ketiga, manusia berperan sebagai penyeru kepada kebaikan. Artinya, hendaklah kita senantiasa untuk menegakan kebaikan di muka bumi ini dengan berlandaskan LAAILAAHAILLALLAH. Kita adalah khaira ummah, umat terbaik, yang ditugaskan untuk amar ma’ruf nahyi munkar (lihat Q.S. Ali Imran ayat 104 dan 110). Tentu menyeru dengan berdasar pada Al Qur-an dan As Sunnah. 

Demikianlah setidaknya kita membalas cinta Allah SWT. Tidak mudah memang untuk menjalankannya, tapi setidaknya, sengan kesempurnaan yang telah Allah berikan kepada kita, kita bisa optimal menjalankan setiap peran kita dalam rangka membalas cinta Allah SWT.

Kembali ke cerita di atas, subhanallah, saya bisa menafsirkan, si kakek dengan tulus membalas cinta si nenek. Dia tidak mempedulikan bagaimana dia akan mengeluarkan banyak biaya demi kesehatan si nenek. Itulah cinta, itulah cinta, cinta yang tulus. Bagaimana dengan kita??? Sudahkah kita membalas cinta dari orang-orang yang mencintai atau bahkan yang membenci kita? Atau bagaimana dengan cinta Allah kepada kita, sudahkah kita balas?



Salam SuksesBahagia !!!



Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts