Rabu, 22 Februari 2012

Petak Umpet



Teringat waktu kecil, pernah bermain “petak umpet” dengan teman-teman sepermainan. Luar biasa ramainya. Bahkan tidak hanya bermain di siang hari, di malam hari pun, kami bermain, terutama pada saat bulan purnama. Wah,, sungguh kenangan yang tak akan pernah terlupakan dari memory. Serunya lagi ketika ada salah satu teman yang terus-terusan selalu jadi penjaga. Pernah tuh, karena seringnya dia menjaga, dia nyerah sambil nangis dan pulang ke rumahnya. Kami bingung, karena pada saat itu kami sedang bersembunyi. Wuihhh indahnya masa kecil.
Belajar dari permainan ”petak umpet” tersebut, kita akan mendapatkan kearifan yang luar biasa dari anak kecil. Petak umpet mengajarkan anak (kita) untuk berjiwa ksatria (amanah) dan jujur.

Jiwa ksatria (amanah) ditunjukkan ketika seorang anak  menjaga, maka dia tidak akan menolaknya, bahkan dengan senang hati menerima tugas tersebut.
Dari sini kita mendapatkan pelajaran, bahwa, setiap tugas yang di-amanah-kan kepada kita, harus kita terima dan dilaksanakan dengan senang hati. Dengannya, kita akan mendapatkan kekuatan dalam menjalankan amanah tersebut. Amanah bisa menjadi anugerah, ketika kita mampu menyikapi amanah yang diberikan dengan pandangan positif (positive thingking) disertai perasaan positif (positive feeling), seperti anak kecil yang menerima ”amanah” untuk menjaga. Mereka menyatukan positive thingking dengan positive feeling, sehingga mereka bisa menikmati tugasnya itu (positive result).
Berbicara perasaan yang positif, tidak akan telepas dari kualitas diri kita dalam mengelola hati (qalbu) untuk selalu berada di zona ikhlas. Perlu latihan memang. Tapi setidaknya, manusia telah diberikan oleh Tuhan sebuah kekuatan untuk mengkondisikan qalbu. Itulah yang disebut sebagai ”fitrah”. Fitrah manusia adalah memiliki kecondongan untuk berada di jalan Tuhannya, dimana Tuhan memiliki segala sifat kesempurnaan. Sehingga qalbu kita menolak segala bentuk hal yang negatif. Hal ini bisa dibuktikan ketika kita melakukan tindak kemaksiatan, maka hati kita sesungguhnya tidak akan tenang, itulah bentuk penolakan fitrah kita dari hal-hal yang negatif.
Oleh karena itu, potensi ke-fitrah-an yang sudah Tuhan berikan, harus senantiasa kita kelola dan digunakan dengan kesungguhan. Bersihkan selalu qalbu kita dari segala bentuk ”virus” yang mengancam. Maka kita akan menjadi orang yang dapat menjalankan amanah dengan penuh kesadaran. Amanah bukan beban.
Berikutnya ahlak kejujuran. Hal ini bisa kita lihat ketika anak yang sudah tertangkap (ketahuan) dari persembunyian, maka dia tidak akan ”mengaku-ngaku” masih hidup dan selamat, sehingga bisa merobohkan pertahanan si penjaga. Merekapun siap dengan konsekuensi yang akan diterima, yaitu menjadi penjaga.
Jujur adalah ahlak yang tertinggi. Jujur menunjukkan identitas diri yang ”berkualitas” di hadapan Tuhan dan manusia.
Pernah ada seorang pemuda yang mengadu ke Nabi, bahwa dia ingin menjadi orang yang shalih dihadapan Tuhan. Tapi dia tidak bisa meninggalkan minuman keras, bermain judi, dan main wanita. Dia minta dispensasi untuk hal-hal tersebut tadi. Nabi pun tersenyum, kemudian belia bersabda, ”Baiklah, aku hanya minta kamu jujur agar menjadi manusia yang shalih, sehingga Tuhan senang padamu. Datanglah kepadaku setiap akhir pekan.” Maka pemuda tadi pun menyanggupi permintaan Nabi. Sempat terbesit dibenaknya begitu mudahnya syarat yang diberikan Nabi.
Setelah pulang, pemuda tadi seperti biasa akan meminum-minuman keras. Namun sebelum dia minum, dia teringat pesan Nabi bahwa dia harus jujur (tidak berbohong). Maka diapun mengerutkan keningnya sambil berfikir. ”Wah, kalau Nabi bertanya padaku apakah aku minum-minuman keras atau tidak, aku akan menjawab apa ya. Jika aku jawab tidak, aku berbohong, sementara aku sudah berjanji tidak akan bohong. Kalau aku jawab ya, aku malu, karena aku juga tau kalau Tuhan tidak suka terhadap manusia yang suka minum-minuman keras.” Akhirnya pemuda itu tidak jadi minum-minuman keras. Begitu juga ketika dia akan bermain judi dan main wanita, lagi-lagi dia teringat pesan Nabi padanya agar dia tidak berbohong. Akhirnya pemuda itupun mampu merubah dirinya menjadi manusia kekasih Allah dengan kejujuran yang dia tunjukkan di hadapan Nabi.
Demikianlah jujur merupakan jati diri yang paling hakiki. Jadikanlah diri kita orang yang jujur untuk segala hal. Jujur akan membawa kita pada kebahagiaan yang sebenarnya. Bangun kesadaran diri bahwa Allah Tuhan Yang Maha Kuasa tidak akan pernah luput dalam mengawasi setiap gerak-gerik manusia. Sadarlah pula bahwa ada malaikat yang selalu menyertai kita dan mencatat setiap amal yang kita lakukan. Pengawasan Malaikat.
Jujurlah dalam ucapan. Jujurlah dalam perbuatan. Jujurlah pada diri sendiri. Niscaya kita akan menjadi manusia yang sangat dicintai Tuhan dan senantiasa mendapatkan nikmat dari-Nya. Tuhan berfirman :
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin [1], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
(An-Nisa : 69)

(1) Shiddiqiin artinya yang benar dan membenarkan, jujur dan terpercaya.
Sahabat, jadilah kita manusia yang jujur dan amanah. Belajarlah pada anak-anak kecil di sekitar kita. Sungguh kefitrahannya seharusnya senantiasa mengilhami diri kita untuk lebih baik dari mereka dalam hal ahlak dan tingkah laku. Semoga......


Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts