Kamis, 16 Februari 2012

Tindakan JITU Menuju Hidup Lebih Bermakna



Terlihat kelelahan yang begitu menekan wajah pak tua itu. Disampingnya, gerobak tua yang penuh dengan barang-barang bekas. Ya, pak tua sedang bersistirahat, bersandar dibatang pohon di pinggir jalan, tepat dimana saya melewatinya. Topi lusuhnya ia gunakan untuk menghasilkan tiupan angin segar dibadannya, ia kipaskan diri.

Setelah melewati jauh pak tua, saya merasa masygul, mangapa di usia tua seperti itu, ia harus bersusah payah memeras keringat? Kemanakah anak-anaknya? Hhhh, saya merasa berdosa, karena belum bisa berbuat sesuatu untuk pak tua itu, selain perasaan empathy yang mendalam. ‘Rab, kuatkan pak tua itu!’ hanya itu yang bisa saya panjatkan.
Namun, secepat kilat saya ‘belajar’ dari pak tua. Ya, entah bagaimana, tiba-tiba saya terinspirasi oleh pak tua yang sedang beristirahat melepas lelah. Istirahat!!! Benar, sepertinya kita harus melakukan yang namanya istirahat, untuk melepas kelelahan menjalani hidup dan kehidupan. Dengannya, sebagaimana pak tua, kita akan kembali ‘segar’ penuh tenaga yang pada akhirnya dalam proses menjalani hidup, akan lebih ‘berasa.’ Apa yang dilakukan pada saat istirahat?

Istirahat bukanlah menghentikan kehidupan. Istirahat berarti kita meluangkan waktu, untuk mengevaluasi waktu kehidupan yang telah digunakan dan kemudian menata untuk masa yang akan datang. Istirahat yang dilakukan pak tua-pun, seyogyanya adalah bentuk evaluasi atas raihan barang-barang bekasnya, berfikir kemana akan dijualnya, dan setelah terjual akan digunakan untuk apa uang pendapatannya itu.

Oleh karena itu, proses istirahat dalam kehidupan, setidaknya harus memenuhi beberapa tidakan. Tindakan-tindakan itu saya beri nama, Tindakan JITU. Apakah Tidakan JITU itu?

Kita sudah mengenal yang namanya rumus SMART, bukan? Ya, SMART itu singkatan dari Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time-bound yang merupakan rumus goal setting. Dalam prakteknya, saya memandang rumus SMART masih ada celah kekurangannya, sehingga perlu adanya penyempurnaan lebih lanjut. Yang saya dapatkan dari SMART hanyalah pengakuan kekuatan diri dengan melupakan Kemahaan Tuhan. Keinginan diri dengan tidak melakukan sinkronisasi dengan kehendak Tuhan. Sehingga ada kecenderungan, diri sendiri adalah pemegang mutlak kehidupan, dan ada pemaksaan kehidupan untuk seperti yang diinginkan. Ini bahaya! Mengapa, bagaimanapun kuatnya keinginan dan impian kita, Tuhanlah yang memiliki kekuasaan mutlak untuk menentukan, kehidupan seperti apa yang ‘layak’ bagi kita.

Maka, Tindakan JITU mencoba memberikan solusi atas gap yang terjadi antara keinginan kita dengan kehendak Tuhan. Sekarang, mari kita ‘bedah’ apa Tindakan JITU itu.

Jelaskan dengan jelas dan spesifik, apa yang kita inginkan. Persis point pertama rumus SMART, specific, maka tindakan JITU yang pertama-pun adalah menemukan, menyebutkan, dan menuliskan dengan Jelas dan spesifik apa yang diinginkan.

Seperti ketika kita akan bepergian ke Eropa, maka sebutkan pula negara Eropa mana yang akan dikunjungi. Telah jelas memang, bahwa kita akan bepergian ke Eropa. Namun belum spesifik ketika kita belum menyebutkan, negara Eropa mana yang akan didatanginya.

Begitupun dalam hidup ini. Mungkin kita telah menentukan tujuan kehidupan. Misalkan hidup bahagia. Telah jelas memang, bahwa kita ingin bahagia, namun belum spesifik, bahagia seperti apa, bahagia dalam hal apa? Maka istirahatlah, lakukan tindakan menjelaskan keinginan capaian hidup dan spesifikkanlah.

Informasikan apa yang kita inginkan. Tindakan ke dua dari JITU adalah menginformasikan kepada diri sendiri dan kepada Tuhan, apa yang diinginkan. Menginformasikan kepada diri sendiri merupakan upaya internalisasi keinginan. Katakan pada ‘diri’ kita. Yakinkah bahwa ‘diri’ kita benar-benar yakin atas apa yang diinginkan. Caranya? Lakukan self talk! Lakukan bicara ke dalam ketika istirahat. Tanyakan berkali-kali, benarkah ‘diri’ kita menginginkan apa yang telah ditetapkan.

Kemudian menginformasikannya kepada Tuhan. Dengan apa? Dengan DOA. Ya, doa adalah senjata utama untuk sebuah kesuksesan. ‘Kan Tuhan Maha Mengetahui apa yang kita inginkan?’ begitu orang-orang biasa berkilah. Benar! Tuhan memang Maha Mengetahui segala apapun. Namun, Tuhan akan lebih ‘senang’ ketika manusia memintanya. Inilah yang kemudian saya sebut sebagai bentuk sinkronisasi keinginan dengan Tuhan. Maka, sampaikan pada Tuhan lewat doa-doa keinginan-keinginan kita. Hal ini tidak disebutkan dalam konsep pengembangan diri orang-orang kapitalis dan orientalis.

Terampilkan diri Kita seperti yang diinginkan. Tindakan ketiga adalah menyiapkan diri, terampilkan diri, seperti yang diinginkan. Maksudnya, ketika kita ingin hidup bahagia dengan memiliki pasangan hidup yang sholeh atau sholehah (misalkan), maka, sudah pasti kita menjadikan diri kita untuk ‘layak’ mendapatkan pasangan seperti itu. Mengapa? Karena, tentu ‘calon’ pasangan-pasangan kita-pun, memiliki kriteria yang sama seperti kita.

Begitu juga dengan Tuhan. Doa kita pasti terkabulkan. Namun Tuhan akan melihat, kapan kita ‘layak’ mendapatkan dan meraih segala asa dan doa. Seperti anak kecil yang meminta mainan pisau kepada orang tuanya. Orang tua pasti tidak memberikan pisau yang diminta anak kecil. Namun, bukan tidak boleh, namun belum ‘layak’ anak kecil bermain pisau, bisa-bisa akan mencelakakannya.

Nah, Tuhan telah mendengan doa kita. Doa atas keinginan-keinginan dalam hidup. Tapi ketika kita belum meraihnya, berarti Tuhan belum melihat kita ‘layak’ mendapatkannya. Hal ini karena Tuhan sangat sayang kepada kita. Siapa tahu, ketika Tuhan ‘segera’ mengabulkan keinginan kita, kita malah menjadi sombong dan akhirnya melupakan-Nya. Oleh karena itu tindakan yang terakhir adalah:

Utamakan kesadaran dan keselasaran antara keinginan kita dengan kehendak (iradah) Tuhan. Kesadaran bahwa kita harus beriktiar untuk pencapaian hidup seperti yang diinginkan adalah sesatu yang wajib. Namun, kita tidaklah boleh lupa bahwa Tuhan telah memiliki kehendak atas apa yang terbaik buat kita. Itulah hakikat dari TAWAKAL.

Dengannya, berarti kita, dalam menjalani keinginan hidup, harus berorientasi kepada proses, bukan kepada hasil. Bukankah menonton pertandingan sepak bola dari awal sampai akhir itu lebih puas dari sekedar mengetahui hasil akhirnya? Dan, jauh lebih puas lagi jika kita sebagai pemainnya, karena kita ‘berkontribusi’ dalam sebuah pertandingan untuk kemenangan, bukan? Itulah kehidupan. Sadar bahwa kita harus melewati prosesnya, dan biarkan Tuhan yang memutuskan hasilnya.

Sahabat,

Itulah Tindakan JITU yang harus kita lakukan. Semoga istirahat kita, akan menjadikan hidup dan kehidupan kita yang lebih bermakna.


Salam SuksesBahagia,

Imam Nugroho | MSB
Mindsetter SuksesBahagia


0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts