Rabu, 01 Februari 2012

JIKA SUDAH MEMULAI, PADAMKAN KEMUNGKINAN UNTUK KEMBALI (Bakar Jembatan)




Kisah ini terjadi sekitar 3 tahun yang lalu. Ketika saya pulang dari Cilacap, saya mampir di Kadungora-Garut, karena kebetulan ada sahabat disana. Sekitar ba’da Maghrib, saya bersama sahabat tersebut melanjutkan perjalanan ke Bandung. Dengan tujuan untuk menemukan suasana yang baru, kami memutuskan ketika ke Bandung akan melewati jalur Cijapati – Majalaya (dan memang kebetulan waktu itu jalur Nagrek juga macet). Medan Cijapati – Majalaya sangan menantang. Tanjakan-tanjakan yang terlewati kemiringannya mendekati 70 0 dari garis horizontal. Sehingga banyak beberapa mobil elf yang harus di ganjal setiap satu meter berjalan karena khawatir akan turun lagi ke bawah dan menimpa kendaraan dibelakangnya. Kami juga sebenarnya cukup was-was.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 km, tiba-tiba ban belakang motor yang kami tumpangi bocor. Kami sangat panik. Karena saat itu kami berada di sekitar hutan. Kami bingung, akan terus melanjutkan perjalanan dengan ban yang bocor, atau kembali ke awal dengan jalan menurun dan curam, sambil mencari tukang tambal ban.
Akhirnya, kami memutuskan untuk tetap meneruskan perjalanan dengan (tentunya) mendorong motor dalam kondisi jalan yang menanjak dan di kanan-kiri hutan dengan harapan akan menemukan tukang tambal ban, daripada harus kembali ke belakang dengan satu ingatan bahwa sepanjang jalan yang terlewati, tidak terlihat ada tukang tambal ban.
Hampir satu jam kami mendorong motor dengan beban yang sangat berat. Jalan menanjak, ban bocor. Lama juga kami menemukan tukang tambal ban. Dan akhirnya setelah hampir dua jam, kami menemukan tukang tambal ban. Kami pun bisa melanjutkan perjalanan dengan nyaman, hingga sampai ke Bandung.


Sahabat,,,
Hikmah dari sepenggal kisah di atas adalah JIKA SUDAH MEMULAI SESUATU (tentu dengan pertimbangan yang matang) kita harus MEMADAMKAN KEMUNGKINAN UNTUK KEMBALI. Kembali ke jalan awal adalah pantangan, kecuali jika mengalami hal-hal yang memang di luar kekuasan manusia. Hal ini seperti yang disebutkan oleh Isabel Moore, ”Kehidupan ini ibarat jalan satu arah. Seberapapun perubahan rute Anda lakukan, tidak satupun akan membawa Anda kembali. Begitu Anda menerima dan mengetahui hal itu, kehidupan akan tampak lebih sederhana.”
Perjalanan menuju sukses kerap kali dihantui oleh kekhawatiran, sehingga terkadang membuat kita ingin kembali, bahkan mundur dari pergumulan hidup yang selalu dilewati. Hal ini pula yang membuat banyak orang mengalami stagnasi pertumbuhan dalam meraih keberhasilan, hanya karena takut gagal, takut tidak menemukan kebahagiaan, dan beberapa ketakutan-ketakutan lainnya yang sebenarnya sangat tidak berasalan.
Kekhawatiran akan menghambat tindakan, tiadanya tindakan menuntun pada tidak adanya pengalaman, tiadanya pengalaman menuntun kita pada ketidaktahuan, dan ketidaktahuan akan melahirkan kekhawatiran. Jadi, ketakutan atau kekhawatiran yang tidak disikapi dengan baik, justru akan melahirkan kekhawatiran yang baru. Ingat, orang yang tidak pernah gagal adalah orang yang tidak pernah berbuat apa-apa.
Sahabat,,,
Kekhawatiran yang saya alami ketika menempuh perjalanan Cijapati – Majalaya dengan kondisi ban bocor, saya sikapi dengan sebuah harapan bahwa di depan pasti menemukan tukang tambal ban. Setidaknya kalaupun kami saya tidak menemukanya, maka secara otomatis saya akan semakin mendekati tujuan (Majalaya) daripada saya harus kembali kebelakang, yang ada adalah saya akan semakin jauh dari tujuan akhir saya (Majalaya). Begitu juga saya membuang jauh-jauh ”daya tarik” untuk menyalahkan diri saya dengan mengatakan ”seandainya tidak lewat jalur ini, maka....” Merupakan pantangan besar bagi saya. Oleh karena itu, janganlah kita meratapi diri kita sengan sebuah penyesalan. Penyesalan adalah buah dari jeratan iblis agar kita terjebak dalam pemikiran yang stagnan. Bebaskan diri kita dari ”penyesalan-penyesalan” yang hanya akan menghambat laju perjalanan kita menuju kesuksesan.
Sahabat,,,
Ban motor saya yang bocor adalah ujian dalam mencapai tujuan. Tataplah tujuan akhirmu (visi hidup) dengan yakin penuh percaya diri. Tuhan akan selalu membimbing kita, selama kita menyandarkan semua kepada-Nya. Kisah saya mengingatkan akan sebuah illustrasi tentang seseorang yang menyeberang jembatan gantung (seperti yang dikisahkan oleh Parlindungan Marpaung dalam bukunya ”Setengah Isi, Setengah Kosong”). Begitu ia sampai di seberang, ia lalu mengambil api dan membakar jembatan tersebut, sehingga kalaupun ia berhadapan dengan binatang buas atau apapun yang membahayakannya, ia tidak akan kembali, tetapi terus menghadapinya. Kalaupun terlalu berat, paling merubah rute yang baru.
Mari kita ”membakar jembatan” kita, yaitu segala sesuatu yang membuat kita kembali dan surut untuk maju. Yang penting bukan dari mana kita memulai, melainkan di mana kita akan berakhir. Inilah yang menggambarkan diri kita sebenarnya.
Sahabat,,,
Laa tahzan, innallaha ma ana ...  Jangan bersedih (khawatir), sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa bersama kita.
Wallahu’alambisshawab...




KAMAL, Imam

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts