Sabtu, 21 Januari 2012

Belajar Bijak Dari Anak Kecil




“Mengapa anak anjing dan anak kucing suka berantem?”
Seorang teman tiba-tiba mengajukan pertanyaan. Hm, saya lama mencari jawabannya. “Sudah dari sononya kali…” jawab saya seenaknya. “Salah ! Yang benar ya… namanya juga anak-anak, suka berantem…”
Aha…
Sedikit lucu (meski garing). Namun, mendengar kata “anak-anak” yang suka berantem, saya mengiyakannya. Dan ternyata, hal itu mendatangkan inspirasi baru buat saya.
Teringat beberapa hari yang lalu ketika saya pulang ke rumah. Saya memiliki dua keponakan (laki-perempuan) yang sedang lucu-lucunya (kok bisa….). Hampir setiap dua jam sekali, terdengar keributan-keributan kecil yang disebabkan mereka (kedua keponakan saya). Yach, mereka “berantem” (tentu bukan berarti saling pukul-memukul layaknya smack down.
Berantemnya mereka hanya dikarenakan berebut makanan, berebut acara TV, atau hal-hal kecil lainnya. Namun, tidak lebih dari 10 menit, mereka sudah kembali “akur”, makan bareng, main bareng, atau nonton TV dalam channelyang sama.
Namanya juga anak-anak, suka berantem……
Kembali saya teringat pernyataan seorang teman. Subhannallah, saya tersadarkan, ternyata anak kecil memiliki naluri kebijaksanaan yang luar biasa. Mereka dengan cepat dan mudah “menyelesaikan” konflik. Mereka sangat mudah meminta maaf dan memaafkan satu sama lainnya. Mereka kembali pulih dari “sakit hatinya” dan kembali akrab seketika itu juga.
Saya ingin tahu, berapa banyak dari kita (yang sudah pada gedhe…) yang mampu melakukan seperti itu ? Seberapa banyak dari kita, yang setelah disakiti oleh orang lain, cepat kembali “bangkit memaafkan” dan berteman lagi dengan orang itu, bukan mendongkol, atau memendam perasaan “ingin membalas”, atau terus sakit hati berlarut-larut (sehingga menjadi larutan racun yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh) ?
Dan, satu hal lagi, ketika anak kecil “telah menyelesaikan” konfilknya, mereka tidak ambil pusing untuk terus mengingatnya, bahkan seolah tidak ada waktu bagi mereka untuk mengingat kembali kejadian “menyakitkan” itu. Luar biasa !!! Allahu Akbar !!!!
Bagi mereka, ketika sudah saling memaafkan, segera mereka memulai hal yang baru, mereka me-reset ulang semuanya, klik kanan delete all. Meski kadang mereka kembali melakukan “perseteruan-perseteruan” lainnya, dan ajaibnya, mereka selalu cepat me-reset semuanya. Fantastis !!!!
Seandainya saja, kita, yang katanya sudah dewasa (dan berumur) ini sanggup bersikap seperti mereka, meminta maaf, menyatakan penyesalan, kemudian memaafkan, memeluknya, dan berbaikan, serta yang paling penting menekan tombol reset, klik kanan delete all, tentu kita akan mampu menikmati indahnya kehidupan di muka bumi ini.
Saya teringat sabda Nabi, yang mengatakan bahwa :
Nabi Isa a.s. pernah berkata,”… Jangan melihat perbuatan salah orang lain seolah-olah kau adalah raja. Lihatlah kesalahanmu seolah kau seorang hamba…”
(Riwayat Muslim)
Lagi-lagi saya tersadarkan. Hadist di atas menasehati kita dengan penuh bijak. Kita dinasehati untuk tidak melihat kesalahan orang lain seolah kita ini sempurna, seolah kita tidak pernah berbuat salah, seolah kita selalu terjaga dalam kebenaran atau yang paling hebat.
Tapi kita harus mengakui diri sebagai seorang hamba yang selalu salah dalam bertindak, dan berarti kita ini tidak sempurna. Ketika kita salah atau melukai orang lain, tentu kita juga memerlukan maaf darinya, bukan ? Lalu, mengapa terkadang kita begitu susah menerima maaf orang lain, seolah kita ini paling sempurna ? Sukakah kita, jika ketika kita minta maaf sama orang lain, orang lain itu tidak mau memaafkan kita ? Bagaimana rasanya ?
Ah, begitu banyak pertanyaan-pertanyaan itu muncul di benak saya. Nabi pernah bersabda :
“Setiap anak Adam melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.”
(Riwayat Tirmidzi)
Hadist itu membuat saya termenung. Yach, Rasul berkata “setiap anak Adam” berbuat salah. Tidak ada pengecualian. Ini berarti saya, Anda, kita berpotensi untuk salah ! dan sebaik-baik dari kita yang salah adalah bertaubat. Menarik ! Bertaubat berarti menyesali dan mengakui kesalahan kemudian mohon ampun (maaf).
Begitu juga dalam kehidupan kita, disaat kita pernah berbuat tidak adil pada sesama, menuduh, melukai perasaan, dan sebagianya, maka sebaik-baik dari kita adalah segera menyadari kesalahan dan mohon maaf kepada orang tersebut.
Subhannallah…..
Sekarang sudah pasti, bahwa jika kita berbuat salah segera minta maaf. Dan jika ada orang yang minta maaf kepada kita, kita-pun harus menerima maafnya.
Namun bagaimana jika, seseorang bersalah kepada kita dan tidak meminta maaf ? Bagimana jika ada orang yang berlaku jahat kepada kita, namun dia berpura-pura kalau mereka telah bertindak dzalim kepada kita ? Bagaimana ?
Disinilah, Allah SWT memberikan aturannya :

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya

(Q.S. Ali Imran [3] : 159)

Allah telah berfirman, bahwa bagaimanapun juga, kita harus memaafkan mereka. Abaikanlah kesalahan mereka. Kemudain minta agar Allah mengampuninya. Sebenarnya, Allah ingin kita meminta ampunan atas nama mereka. Wah, masa meminta ampunan atas nama mereka ?
Benar !!! Allah telah mengajari kita untuk “bijak” dan Allah amat sangat menyukai orang-orang yang mau memaafkan orang lain, meski mereka tidak meminta maaf kepada kita. Maukah kita menjadi manusia yang paling Allah sukai dan sayangi ??
Nabi pernah bersabda :
“Jika seoran bersedekah, itu tidak akan mengurangi kekayaannya. Jika seseorang memaafkan orang lain, Allah melimpahkan lebih banyak kehormatan kepadanya ….”
(Riwayat Muslim)
Subhannallah……
Tawaran yang sangat fantastis !!! kehormatan itu disandangkan oleh Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa !!!!!
Ah….
Mari kita semua untuk belajar seperti anak kecil. Mudah mengakui kesalahan, mudah meminta maaf, mudah menerima maaf, dan segera melupakannya, reset ulang, klik kanan delete all. Maka gelar kehormatan akan Allah sandangkan kepada kita.
Wallahu’alam



SuksesBahagia,

KAMAL, Imam

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts