Jumat, 27 Januari 2012

Benarkah Kita Mencintai-Nya ?



Ada seorang pemuda yang sedang jatuh cinta kepada seorang gadis. Tiap jam baginya adalah membayangkan wajah cantik sang gadis pujaan, menyebut namanya, selalu menghubunginya lewat telephon, dan membaca-baca kiriman sms atau e-mail dari gadis pujaanya, berulang dan terus berulang. Begitulah kiranya orang yang sedang jatuh cinta. Bahkan tidak jarang juga pemuda itu selalu berkata kalaulah gadisnya itu adalah tempat sandarannya dikala sedih dan duka.

Ah, padahal, seharusnya tempat sandaran itu adalah Tuhan, bukan ? Coba saja perhatikan, atau bagi kita yang pernah merasakan apa itu jatuh cinta dan mencitai lawan jenis, benarkah disaat kita sedih dan memiliki masalah, dia, sang pujaan hati setia menemani dan memberikan jalan keluarnya ? Kalau ya, berapa lama dia selalu ada untuk kita ?
Hm, pertanyaan yang menggelikan saya. Ternyata dia tidak selalu ada untuk kita. Itu pernah saya rasakan dulu (pengalaman ye….). Sementara, Tuhan Yang Maha Kuasa, kapanpun dan dimanapun kita, Dia selalu ada dan siap menjadi sandaran kita.

Oleh karena itu sahabat saya yang SuksesBahagia,

Sepertinya yang layak kita “jatuh cintai” dan kita “cintai” adalah Tuhan, Allah SWT. Terlebih Dialah yang menjamin kehidupan kita. Dialah yang memberikan hidup dan kehidupan kita. Pertanyaanya, sudahkah rasa itu kita miliki ? Ya, rasa cinta kepada-Nya. Sudahkah kita memilikinya ?

Marilah kita tengok diri ini, kita tengok apa yang ada didalamnya. Adakah cinta kepada-Nya.

Orang yang sedang jatuh cinta atau mencintai lawan jenisnya, ia akan selalu mengingatnya setiap waktu. Sudahkah Allah hadir dalam ingatan kita disetiap waktu yang kita lewati ? Menghadirkan-Nya dengan menyertakan-Nya dalam setiap aktivitas yang kita lakukan. Menghadirkan-Nya dengan selalu menyebut nama-Nya, berdzikir kepada-Nya. Tidak harus dengan selalu berdzikir secara tekstual, yaitu menyebut kalimah toyyibah, tapi berdzikir secara kontekstual. Awali aktivitas baik kita dengan membaca al-basmalah, dan akhiri dengan al-hamdalah. Awali dengan niat ikhlas hanya kepada-Nya. Maka, selama aktivitas kita, akan menjadai sarana dalam mengingat-Nya.

Atau, mengingat-Nya dengan menerungkan ciptaan-Nya. Bacalah ciptaan-Nya. Bacalah alam ini. Bacalah setiap kejadian yang ada disekitar kita. Apa hikmah yang tersembunyi didalamnya ? Sungguh, jika kita mampu “membaca”, disanalah kita akan bisa mengingat-Nya dan mengagungkan asma-Nya. Karena tidak ada ciptaan-Nya yang sia-sia.

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.”
(Q.S. Ali ‘Imran [3]: 191)

Orang yang sedang jatuh cinta atau mencintai lawan jenisnya, biasanya ia akan berusaha untuk selalu terhubung dengannya atau berusaha untuk selalu menghubunginya. Ah, apakah kita ingin selalu terhubung dengan Allah atau bersemangat ketika akan menghubungi-Nya ? Atau sebaliknya, begitu enggan ketika harus “menghubungi-Nya”?

Terhubung dengan Allah berarti kita menjalankan ibadah yang diperintahkan-Nya, sebagai contoh ibadah shalat. Tanyakan pada diri sendiri, adakah rasa semangat ketika akan menjalankan shalat ? Kalau kita benar-benar mencintai-Nya, tentu ibadah shalat akan sangat kita tunggu waktu pelaksanaanya, karena itu adalah bentuk terhubungnya kita dengan Allah.

Ah, sebagaimana kebanyakan anak muda yang menghubungi pujaannya (dengan telephon misalkan) ditengah malam (biasa, nyari yang gratisan, terus katanya lebih leluasa karena suasana tenang), maka seyogyanya untuk menghubungi dan terhubung dengan Allah-pun, kita mesti mengambil waktu tengah malam (sepertiganya). Benar, shalat malam, qiyamul lail, itulah waktu yang tenang, waktu yang leluasa, dan gratis bagi mereka yang bisa mendapatkannya. Shalat malam adalah pelengkap dari shalat wajib kita.

Orang yang sedang jatuh cinta atau mencintai kekasihnya, tidak akan ada rasa bosan untuk membaca setiap pesan yang terkirim lewat e-mail atau SMS. Nah, Allah telah mengirimkan “surat” kepada kita, yaitu kitabullah (al-Quran). Seberapa sering kita membaca al-Quran ? Memahaminya ? Mencoba menafsirkan untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari ? Adakah kita memiliki al-Quran itu sendiri ? Atau hanya terpajang indah di lemari ruang tamu rumah kita ?

Jika benar kita mencintai Allah, membaca al-Quran adalah sebuah kesibukan tersendiri. Artinya, kita menyediakan waktu kita untuk sekedar membacanya (tilawah). Tilawah Quran adalah ibadah yang pada akhirnya akan menghubungkan kita dengan-Nya. Sudah berapa kali kita mengkhatamkannya ?

Orang yang sedang jatuh cinta atau mencintai kekasihnya, biasanya menyukai apa yang disukainya, dan membenci apa yang dibencinya.Begitulah seharusnya bukti kebenaran cinta kita kepada Allah. Mencintai apa yang dicintai-Nya, dan membenci serta menjauhi apa yang dibenci-Nya.

Ibadah, amalan shalihah, sedekah, tilawah Quran, shalat, mengajak kepada kebaikan dan kesabaran adalah hal-hal yang dicintai-Nya. Apakah kita juga mencintainya dengan menjalankannya ?

Sementara kemaksiatan, kebohongan, kemarahan, menyakiti orang lain, durhaka kepada orang tua, jinah, adalah hal-hal yang tidak sukai-Nya. Apakah kita juga membenci itu semua dengan menjauhi dan mencegahnya dari permukaan bumi ini ?

Sahabat,

Masih banyak kekurangan-kekurangan cinta kita kepada-Nya. Tapi setidaknya ada kesadaran dini untuk menengok ke dalam, dan bertanya, “Benarkah kita mencintai Allah ? Allah yang telah menjamin kehidupan kita. Allah yang menyediakan rejeki buat kita. Allah yang selalu ada dan siap menolong kita disaat kita memerlukan pertolongan itu ? “

Jawab dan jadikan kesadaran dini untuk menjadi manusia yang mulia dihadapan-Nya. Semoga. Amiin …



Salam SuksesBahagia !!!

KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts