Jumat, 13 Januari 2012

Turunlah dan Hitung, Berapa Jumlahnya ?



Adalah Badru, seorang penggembala kerbau dikampungnya. Setiap hari, ia menggembalakan kerbau-kerbau milik tetangganya. Hal ini ia lakukan, karena ia hanyalah seorang anak dari keluarga miskin. Mengenyam pendidikan sekolah, baginya adalah sebuah impian indah di siang hari. Yah, orang tuanya sudah tidak memiliki pekerjaan. Bahkan untuk penghidupan sehari-harinyapun, keluarga Badru mengandalkan kedermawanan warga yang lain.

Dengan tidak pernahnya Badru duduk bangku di sekolah, membuatnya sulit dalam mengembangkan kecerdasan otaknya. Membaca dan berhitung, adalah sesuatu yang menakutkan bagi Badru.

Pada suatu hari, ia menggembalakan sebanyak 8 ekor kerbau. Ia bawa kerbau-kerbau itu ke lapangan sepak bola yang ada dikampunya, dan sorenya ia mandikan kerbau itu di sungai, yang tepat berada di samping lapangan.

Setelah selesai memandikan, ia segera pulang. Langit terlihat mendung dan oleh karenanya, agar cepat sampai ke kandang kerbau-kerbau itu, ia menaiki salah satu kerbau dan berjalan paling belakang, sambil mengawasi kerbau-kerbanya. Ia menghitung jumlah kerbau yang ada didepannya. “Satu, dua, tiga, … empat,… lima, enam, tujuh,…… !!! Lho, kok Cuma tujuh ?“ ia cukup tersentak. Dan mengulangi kembali hitungannya. Untuk yang ke-dua kalinya, jumlah akhir yang terhitung adalah tujuh. Ia semakin panik. Ia turun, dan menghitung kembali. “Aha, jumlahnya ada delapan”ia kegirangan dan kembali naik ke atas kerbau.

Perjalanan semakin mendekati kandang hewan itu. Ia penasaran dan menghitung lagi kerbau yang baru saja ia gembalakan. Lagi-lagi, jumlahnya hanya ada tujuh. Ia bingung. “ Kok bisa ya menghilang lagi ? “ begitu pikirnya. Sampai tiga kali ia menghitung, tetap saja jumlahnya ada tujuh.

Saatnya kerbau-kerbau itu masuk ke kandanyanya. Badru dengan pikiran panik dan kacau, kembali menghitung sambil memasukan ke kandang. Ternyata, jumlahnya kembali ada delapan. Selesai memasukkan kerbau, ia berdiri cukup lama, mengenang peristiwa “aneh” yang baru saja menimpanya. Ia tak habis pikir, mengapa kerbaunya bisa menghilang dan ada kembali ?

Sahabat, tahukah mengapa hal itu bisa terjadi ?

Ternyata, ketika Badru menghitung sambil menaiki salah satu kerbaunya, kerbau yang ia naiki itu tidak terhitung. Namun, ketika ia turun, karena ia tidak menaiki salah satu kerbau, maka jumlahnya kembali delapan. Hehehehe ….

Nah,

Pernahkah kita seperti Badru ? Hm, jujur saja deh, tidak usah malu-malu. Kalau saya, sesekali pernah melakukan hal sama seperti Badru. Apa itu ? Dalam menghitung nikmat-nikmat yang Allah anugerahkan.

Ya, kadang saya merasa begitu mudah melihat dan menghitung nikmat orang lain. Ketika seorang teman mendapatkan penghasilan tinggi, saya dengan cepat berkata, “Hm, sungguh ia beruntung, padahal ia hanya lulusan SMU.” Dan masih banyak lagi kejadian dimana saya begitu mudah melihat dan menghitung nikmat atau keberuntungan yang didapatkan oleh orang lain. Sementara, nikmat dan keberuntungan diri sendiri tidaklah terlihat atau terhitung. Bagaimana dengan Anda ? Apakah nikmat-nikmat yang Anda peroleh dari Tuhan, selalu terhitung atau terlewat dalam setiap perhitungan ?

Sepertinya, kita harus “turun” agar bisa melihat nikmat-nikmat ini, sebagaimana Badru turun dari kerbau yang ia naiki, dan pada akhirnya bisa menghitung jumlah kerbau yang digembalakan.

Ya benar, kita harus “turun”. Turun artinya kita menengok ke bawah. Turun artinya kita melihat orang-orang yang jauh lebih menderita dari pada kita. Turun artinya kita memandang ke bawah untuk urusan keduniaan.

Cobalah sesekali Anda menonton acara Orang Pinggiran di Trans 7. Acara tersebut bisa dijadikan sebagai proses turun-nya kita untuk urusan nikmat keduniaan. Saya, beberapa kali dalam setiap episode, selalu menitikkan air mata. Air mata yang penuh kesyukuran dan air mata penuh perasaan empati yang semakin menjadi.

Hindarilah acara-acara yang justru mentertawakan penderitaan orang lain. Sebagai contoh (maaf) acara OVJ yang juga ditayangkan oleh Trans 7. Diacara itu, kita (katanya) terhibur dan tertawa ketika ada salah satu pemainnya menderita, bukan ? Menonton acara seperti ini, hanyalah membuat kita sulit untuk turun dan memandang nikmat yang telah Allah anugerahkan.

Sahabat,

“Turunlah” dan hitung nikmat-nikmat yang diperoleh setiap saat. Maka akan terlihat sempurnanya kehidupan ini, hampir tiada yang kurang. Ya, hidup dan kehidupan ini telah sempurna, karena Tuhan telah menyempurnakannya dengan wahyu yang Dia berikan. Hanya manusianyalah yang menjadikan ketidaksempurnaan ini. Karena manusianya yang enggan untuk turun dan hanya melihat apa yang ada di depan atau apa yang doperoleh oleh orang lain. Seperti Badru yang hanya menghitung kerbau yang tidak ia naiki, dan akibatnya, kerbaunya berkurang.

Akankah nikmat kita-pun berkurang karena kita tidak bisa melihat dan mensyukurinya ?



Salam SuksesBahagia !!!

KAMAL, Imam
Mindsetter SuksesBahagia

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Popular Posts